Modernisasi Bidang Politik Dan Ideologi Indonesia

Modernisasi dalam Bidang Politik dan Ideologi Di Indonesia – Pada dasarnya politik ialah bidang yang berhubungan dengan kekuasaan (power) dan wewenang (authority). Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara politik berkaitan bersahabat dengan proses-proses yang berhubungan dengan kenegaraan dan ketatanegaraan, yang meliputi forum-lembaga negara, dasar pemerintahan, sistem pemerintahan, penyelenggaraan penyeleksian biasa , dan lain sebagainya. pertanyaannya sekarang yakni, apakah yang dimaksud dengan kekuasaan (power) dan wewenang (authority) tersebut?

Dalam setiap korelasi antarmanusia, baik yang bersifat individual maupun yang bersifat kelompok, selalu tersimpul unsur kekuasaan dan wewenang. Soerjono Soekanto mendefinisikan kekuasaan (power) selaku sebuah kesanggupan untuk mensugesti pihak lain berdasarkan kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan tersebut.

Kekuasaan terdapat pada semua bidang kehidupan, ialah meliputi kesanggupan untuk memerintah dan menawarkan keputusan-keputusan yang secara pribadi maupun tidak eksklusif mensugesti langkah-langkah-tindakan pihak lain yang diperintah.

Modernisasi dalam Bidang Politik dan Ideologi Di Indonesia Modernisasi Bidang Politik dan Ideologi Indonesia
Max Weber mengatakan bahwa kekuasaan merupakan suatu kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya kepada langkah-langkah-tindakan perlawanan dari orangorang atau golongan-golongan tertentu. Kekuasaan mempunyai beragam sumber dan sekaligus bermacam-macam bentuk. Kekuasaan juga terdapat di mana-mana, dalam korelasi-hubungan sosial maupun dalam organisasi sosial. Namun demikian, pada umumnya kekuasaan yang tertinggi terletak pada organisasi negara, alasannya adalah secara formal negara mempunyai hak untuk melaksanakan kekuasaan tertinggi, bahkan negara dapat menerapkan tindakan kekerasan dan paksaan dalam rangka menjalankan peran pemerintahan.
Kekuasaan yang terdapat dalam interaksi sosial, baik yang terjadi antara seseorang dengan seseorang, antara seseorang dengan kelompok, dan antara kelompok dengan kalangan, mempunyai beberapa bagian sebagai berikut:
a. Rasa takut
Perasaan takut terhadap seseorang akan mengakibatkan sebuah kepatuhan kepada segala kemauan dan langkah-langkah orang yang ditakuti tersebut. Perasaan takut bahwasanya ialah gejala jiwa yang bersifat negatif karena kepatuhan yang diwujudkan merupakan keterpaksaan. Pada biasanya orang yang mempunyai rasa takut akan berbuat apa saja sesuai dengan kehendak orang yang ditakuti tadi. Rasa takut juga mengakibatkan terjadinya peniruan terhadap sikap dan sikap orang yang ditakuti yang diketahui dengan perumpamaan matched dependent behavior.
b. Rasa cinta
Rasa cinta akan menghasilkan tindakan yang kasatmata yang diwujudkan dengan tindakan sukarela dalam rangka mengasyikkan pihak yang berkuasa. Rasa cinta sebaiknya dikembangkan dalam korelasi kekuasaan semoga tata cara kekuasaan yang dikerjakan mampu berlangsung dengan tertib dan teratur.
c. Kepercayaan
Kepercayaan timbul sebagai akibat dari kekerabatan langsung antara dua orang atau lebih yang bersifat asosiasif. Meskipun kepercayaan sering bersifat langsung, namun dogma juga mampu berkembang dalam korelasi organisasi yang luas. Kepercayaan rakyat kepada penguasa akan mampu melanggengkan penguasa tersebut dalam memegang kekuasaan. Sebaliknya, ketidakpercayaan rakyat terhadap penguasa akan melahirkan mosi tidak percaya yang dapat menjatuhkan penguasa.
d. Pemujaan
Kepercayaan yang berlebihan akan melahirkan pemujaan. Akibat dari pemujaan yakni adanya pembenaran terhadap segala langkah-langkah penguasa, walaupun langkah-langkah penguasa tersebut betul-betul salah.

Keempat bagian di atas sering digunakan oleh penguasa untuk dapat melakukan kekuasaannya. Sebagaimana kekuasaan, wewenang juga mampu dijumpai di mana-mana. Wewenang ialah sebuah hak yang sudah ditetapkan dalam tata tertib sosial untuk memutuskan kebijaksanaan, menentukan keputusan-keputusan perihal dilema-persoalan penting dan untuk menuntaskan pertentangan-kontradiksi. Seseorang yang mempunyai wewenang akan bertindak selaku pemimpin atau pembimbing bagi banyak orang. Dengan demikian, kekuasaan tanpa wewenang merupakan kekuasaan yang tidak sah sebab tidak memiliki otoritas untuk menjalankan kekuasaannya.

Adapun bentuk-bentuk wewenang antara lain sebagai berikut:
a. Wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional (legal)
Max Weber mengemukakan bahwa perbedaan antara wewenang kharismatis, tradisional, dan rasional didasarkan pada korelasi antara tindakan dengan dasar aturan yang berlaku. Wewenang kharismatis ialah wewenang yang didasarkan atas kharisma atau suatu keahlian khusus yang ada pada diri seseorang selaku anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Wewenang kharismatis condong bersifat irasional karena tidak dikelola oleh kaidahkaidah tertentu. Wewenang tradisional merupakan wewenang yang dimiliki oleh seseorang karena adanya ketentuan-ketentuan tradisional. Sedangkan wewenang rasional ialah wewenang yang disandarkan pada tata cara hukum yang berlaku dalam penduduk .
b. Wewenang resmi dan tidak resmi
Wewenang resmi ialah wewenang yang sistematis dan rasional yang diperoleh secara resmi berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku. Sedangkan wewenang tidak resmi ialah wewenang yang terdapat pada kelompok-kalangan yang tidak resmi yang diperoleh secara impulsif, situasional, dan didasarkan pada faktor persahabatan maupun aspek kekeluargaan.
c. Wewenang langsung dan teritorial
Wewenang eksklusif ialah wewenang yang diperoleh menurut ikatan tradisi yang didasarkan atas solidaritas antara anggota-anggota kalangan. Wewenang teritorial ialah wewenang yang diperoleh menurut penguasaan terhadap daerah-kawasan tertentu.
d. Wewenang terbatas dan menyeluruh
Wewenang terbatas merupakan wewenang yang tidak mencakup semua bidang kehidupan, melainkan cuma terbatas pada bidang-bidang tertentu saja. Sedangkan wewenang menyeluruh ialah wewenang yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang kehidupan tertentu.

Ideologi merupakan sebuah rangkaian konsep harapan yang diemban dan diidamkan oleh sebuah kalangan, suatu golongan, sebuah gerakan, atau sebuah negara. Di dalam sebuah ideologi terdapat sistem desain yang dijadikan landasan dalam menunjukkan arah dan tujuan demi mempertahankan kelancaran hidup.
Sistem politik dan ideologi yang terdapat dalam mengadakan kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia senantiasa mengalami pembaharuan. Setiap pemimpin negara telah berbuat yang terbaik di zamannya. Meskipun demikian, dalam perkembangannya dijalankan beberapa langkah korektif demi melaksanakan pembaharuan pada tahap selanjutnya. Pemerintah Orde Lama mendapat koreksi dari pemerintah Orde Baru. Demikian juga selanjutnya, pemerintah Orde Baru mendapat koreksi dari pemerintah yang sekarang. Pemerintah kini juga masih direpotkan oleh aneka macam kritik dan koreksi agar terus melakukan pembenahan.
Penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara telah barang tentu harus diubahsuaikan dengan suasana dan kondisi yang berkembang di kalangan rakyat. Pada zaman Orde Lama, hal mana tingkat pendidikan rakyat Indonesia secara lazim masih sangat minim, maka demokrasi yang diterapkan condong bersifat otoriter. Hal tersebut lebih disebabkan sebab ketersediaan sumber daya insan bermutu yang sangat sedikit. Pada zaman Orde Baru kehidupan demokrasi sedikit mengalami peningkatan yang ditandai dengan penyelenggaraan pemilu setiap lima tahun sekali. Namun demikian, pada kurun Orde Baru kehidupan kepartaian tidak sebebas sekarang dengan alasan untuk menjaga stabilitas keselamatan nasional.
Belakangan ini sangat gencar terdengar berita-gosip demokratisasi. Sebagian masyarakat menginginkan pelaksanaan demokrasi yang ideal, sebagaimana yang terjadi di negara-negara barat. Secara sederhana dapat dibilang bahwa demokrasi merupakan pemerintahan yang didasarkan atas kekuasaan rakyat atau yang populer dengan istilah goverment by rule by the people. Meskipun demikian, dalam pelaksanaannya demokrasi ialah tata cara pemerintahan yang mengikutsertakan rakyat dalam penyelenggaraan pemerintahan negara.
Pelaksanaan demokrasi yang ideal harus disokong oleh mutu sumber daya manusia yang ideal juga. Mengingat, pengambilan keputusan dalam tradisi demokrasi sering diwarnai oleh suara yang terbanyak bukan bunyi yang bermutu. Pengambilan keputusan mirip itu bisa jadi akan menjerumuskan. Sebagai ilustrasi, pertimbangan yang tiba dari seratus orang buta huruf akan dianggap lebih memilih daripada usulan yang datang dari tiga puluh orang pakar. Padahal, secara rasional pendapat para pakarlah yang lebih baik meskipun jumlahnya tidak sebanyak yang lainnya. Itulah sebabnya, kehidupan demokrasi dalam metode politik di Indonesia mengalami berulang kali perubahan, yakni demokrasi parlementer atau dikenal juga dengan demokrasi liberal (terjadi antara tahun 1945-1959), demokrasi terpimpin (terjadi antara tahun 1959-1966), dan demokrasi Pancasila (terjadi antara tahun 1966-kini).
Pada kurun demokrasi parlementer atau demokrasi liberal, pemerintahan sering mengalami jatuh bangkit sebagai balasan dari terlalu dominannya dewan perwakilan rakyat (dewan perwakilan rakyat) dalam menentukan pemerintahan. Pemerintahan tidak dapat bekerja secara efektif selaku balasan dari adanya kontradiksi yang terjadi dalam badan partai politik sehingga Presiden Soekarno merasa perlu melakukan dekrit. Sementara itu, pada era demokrasi terpimpin terdapat beberapa penyimpangan kepada Pancasila dan UUD 1945 hingga mencapai puncaknya, yakni terjadinya bencana nasional yang berupa G30S/PKI.
Pemerintah Orde Baru melaksanakan beberapa langkah pembaharuan, yaitu dengan menerapkan format demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila dapat didefinisikan selaku sebuah demokrasi yang dijiwai dan didasari oleh falsafah Pancasila. Semangat yang dibangun dalam demokrasi Pancasila yaitu semangat kekeluargaan. Penyelesaian duduk perkara politik dilaksanakan melalui lobi yang intensif untuk menghindarkan diri dari pertentangan pertimbangan dan perpecahan. Wakil-wakil rakyat diseleksi setiap lima tahun sekali melalui penyeleksian umum yang dikerjakan secara eksklusif, lazim, bebas, dan belakang layar. Kemajuan yang dicapai oleh pemerintah Orde Baru yakni terbentuknya negara kesatuan Republik Indonesia yang tertib dan dinamis menurut ideologi Pancasila. Perkembangan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara di Indonesia mesti disikapi sebagai suatu upaya untuk mencari format atau model demokrasi yang tepat bagi metode perpolitikan Indonesia, mengingat usia bangsa Indonesia yang relatif masih muda.
Sekitar bulan Mei 1998, terjadi gejolak rakyat berupa agresi demonstrasi yang dijalankan secara besar-besaran untuk menuntut penyelenggaraan tata cara politik yang lebih demokratis. Aksi tersebut telah berhasil mendesak Presiden Soeharto untuk lengser. Para pengganti Presiden Soeharto, baik B.J. Habibie, K.H. Abdulrachman Wahid, maupun Megawati terus berusaha melaksanakan pembaharuan. Pembaharuan-pembaharuan tersebut sudah barang tentu tidak akan pernah selsai mengingat problem bangsa dan negara yang selalu meningkat . Pembaharuan dalam bidang politik mesti dijalankan secara terjadwal dan sistematis mengingat tantangan yang ada pada masa global dan masa isu yang makin berat.
Sekian materi perihal Modernisasi Bidang Politik dan Ideologi Indonesia dari , agar berfaedah.