Makalah Wacana Abortus Sterilisasi Dan Menstrual Regulation Pengguguran

Aborsi, kata yang sungguh dekat relevansinya dengan wanita. Dalam hal ini wanita mampu ditimbang selaku pelaku, bisa juga sebagai korban. Aborsi dikerjakan karena beberapa alasan, contohnya hamil di luar nikah, keterbatasan ekonomi, si ibu mengidap sakit yang membahayakan dan sebagainya. Oleh karena itu, sekiranya penulis mengambil tema Makalah Tentang Abortus Sterilisasi dan Menstrual Regulation Aborsi, selaku materi presentase.

Makalah ini adalah makalah revisi dari goresan pena sebelumnya yang juga memungut aborsi selaku tema untuk dikaji ulang. Dibawah ini aku paparkan beberapa pembahasan yang dibahas dalam tema pengguguran yang sudah saya revisi ulang

Definisi Aborsi : Seringkali penduduk mengartikan pengguguran dengan suatu istilah yang mengandung makna konotasi, ialah aborsi kandungan baik secara paksa ataupun tidak. Kata aborsi kandungan menjadi terlihat mempunyai arti konotasi, hal ini dikarenakan banyaknya praktek pengguguran illegal di negara Indonesia.

Aborsi ialah berakhirnya kehamilan yang dapat terjadi secara spontan balasan kelainan fisik wanita atau akhir penyakit biomedis internal atau mungkin disengaja lewat campur tangan manusia. Abortus menurut Sardikin Ginaputra (Fakultas Kedokteran UI), pengguguran yakni pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup diluar kandungan. Dan menurut Maryono Reksodopura (Fakultas Hukum UI), pengguguran yakni pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum lahir secara alamiah).

Beberapa Metode Yang Dipakai Aborsi:
a. Curattage dan Dilatage (C&D).
b. Dengan alat khusus, lisan rahim dilebarkan, lalu janin dikiret dengan alat mirip sendok kecil.
c. Aspirasi, adalah penyedotan isi rahim dengan pompa kecil.
d. Hysterotomi (lewat operasi).

Aborsi Ada Beberapa Macam, Diantaranya:
a. Aborsi impulsif / alamiah atau abortus spontaneus.
Peristiwa pengguguran ini murni, ialah matinya kehamilan tanpa langkah-langkah apapun. Aborsi spontan biasanya disebabkan alasannya kurang baiknya mutu sel telur dan sel sperma, misalnya sebab penyakit sifilis, kencing anggun, sering terkejut , terpukul, dan sebagainya.
b. Aborsi buatan
Aborsi buatan/sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 ahad atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai sebuah akhir tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana pengguguran (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak). Adapun yang tergolong dalam pengguguran bikinan ialah;
1. Aborsi terapeutik / medis atau abortus provocatus therapeuticum.
Aborsi terapeutik yakni pengguguran kandungan produksi yang dilaksanakan atas indikasi medik. Sebagai teladan, kandidat ibu yang sedang hamil tetapi memiliki penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak terburu-buru .
2. Abortus provocatus criminalis.
Aborsi ini tergolong jenis pengguguran yang dilarang oleh negara Indonesia. Karena biasanya jenis praktek aborsi ini dilakukan sebab adanya bagian kepentingan tertentu. Misalnya malu alasannya hamil di luar nikah, kekurangan ekonomi, dll. Abortus provocatus criminalis ini masuk dalam langkah-langkah criminal yang barang siapa mempraktekkannya akan mendapat eksekusi/sangsi sesuai dengan aturan yang berlaku di negara Indonesia.

2. Aborsi Menurut Hukum di Indonesia
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 299, 346, 348 dan 349, Negara melarang abortus, sanksi hukumnya sangat berat, bahkan hukumannya tidak cuma ditujukan kepada perempuan yang bersangkutan, namun juga siapa pun yang terlibat dalam kejahatan ini dapat dituntut, seperti dokter, dukun bayi, tukang obat dan sebagainya.

Dibawah ini beberapa pasal kitab undang-undang hukum pidana yang berkaitan dengan hukum abortus;
a. Pasal 299
(1) “Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan impian, bahwa alasannya adalah pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana paling lama empat tahun”.
(2) “Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari laba, atau menyebabkan perbuatan tersebut selaku pencaharian atau kebiasaan, atau jikalau dia seorang tabib, bidan, atau juru obat; pidananya dapat ditambah sepertiga”.
(3) “Jika yang bersalah, meleakukan kejahatan tersebut dalam melakukan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melaksanakan pencaharian itu”.
b. Pasal 346
“ Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling usang empat tahun”.
c. Pasal 347
(1) “Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling usang dua belas tahun”.
(2) “Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
d. Pasal 348
(1) “Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling usang lima tahun enam bulan”.
(2) “Jika perbuatan itu menyebabkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana paling lama tujuh tahun”.
e. Pasal 349
“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat ,embantu melakukan kejahatan tersebut pasal 346, atau pun melaksanakan dan menolong melaksanakan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan mampu dicabut hak untuk melakukan pencaharian dalam mana kejahatan dijalankan.
3. Aborsi Menurut Islam
Seluruh ulama fiqh bersepakat bahwa aborsi janin sehabis diberi nyawa yakni haram dan merupakan suatu tindakan criminal. Kesepakatan ini didasari oleh hadist berikut;
Kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, lalu dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, lalu dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, lalu ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].

Pendapat ini dikuatkan dengan beberapa ayat al-Qur’an selaku berikut;
“Dan janganlah kau membunuh bawah umur kamu alasannya kemiskinan. Kami akan memperlihatkan rizki kepada mereka dan kepadamu.”(Qs. al-An’aam [6]: 151).
“Dan janganlah kau membunuh belum dewasa kau alasannya takut miskin. Kami akan memberikan rizki terhadap mereka dan kepadamu.” Qs. al-Isra` [17]: 31).
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (argumentasi) yang benar (berdasarkan syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33).
“Dan bila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya alasannya dosa apakah dia dibunuh.” (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)

Dengan demikian kita ketahui bahwa para ulama telah setuju mengenai haramnya menggugurkan bayi setelah proses ditiupkannya ruh (4 bulan).
Akan tetapi tentang aturan aborsi bayi dibawah 4 bulan (sebelum peniupan ruh), ulama berlainan pertimbangan . Ada ulama yang mengizinkan abortus sebelum peniupan ruh, ialah Muhammad Ramli (meninggal tahun 1596) dalam kitab Al-Nihayah, dengan argumentasi alasannya adalah belum ada makhluk yang bernyawa. Sedangkan ulama yang mengharamkan aborsi )sebelum peniupan ruh) yaitu Ibnu Hajar (wafat tahun 1567) dalam kitabnya Al-Tuhfah dan al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin.
“Dan janganlah kau membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33)
Imam al-Ghazali membedakan antara mencegah kehamilan dengan aborsi kandungan. Ia berkata “menangkal kehamilan tidak sama dengan pengguguran dan pembunuhan. Sebab apa yang disebut pembunuhan atau aborsi, ialah sebuah langkah-langkah criminal terhadap insan yang sudah wujud, sedang wujud anak itu sendiri sedikit demi sedikit. Tahap pertama adalah bersarangnya sperma dalam rahim ibu dan bercampur dengan air perempuan dan beliau siap menghadapi kehidupan. Merusaknya bermakna sebuah tindak criminal. Jika sperma ini sudah menjadi darah, maka tindakan criminal dalam hal ini lebih kejam. Jika sudah ditupkan ruh dan sudah sempurna kejadiannya, maka tindak criminal dalam soal ini lebih kejam lagi. Sikap paling keji dalam soal criminal ini, adalah jika si anak tersebut sudah lahir dan dalam kondisi hidup

Tetapi kalau aborsi itu dikerjakan alasannya betul-betul terpaksa demi menyelamatkan si ibu, maka Islam membolehkan, bahkan mewajibkan, alasannya adalah eksistensi si ibu lebih diutamakan ketimbang janin yang belum lahir tersebut. Hal ini alasannya adalah ibu merupakan tiang dan pokok keluarga, hidupnya pun sudah dapat ditentukan, ia mempunyai hak kebebasa hidup. Dia memiliki hak dilindungi oleh aturan. Justru tidak rasional kalau kita korbankan ia guna menyelamatkan janin yang belum pasti hidupnya dan belum memperoleh hak dan kewajiban.

Pengguguran kandungan yang sering diistilahkan dengan abortus dalam prakteknya mampu dijalankan dengan dua cara : pertama, Sterilisasi, sel janin tidak berjumpa dengan sel betina umumnya dilakukan dengan teknik pemasangan alat kontrasepsi. Kedua, Menstrual regulation yakni dengan mengambil pembuahan yang telah terjadi pada rahim.

Abstraksi makalah : Dua masalah yang menggelisahkan pedoman banyak orang, dan setiap waktu mereka mengunjungi para mahir syari’at dan ahli agama (ulama) dalam rangka mencari hukum-aturan Allah ihwal kedua hal tersebut.

Permasalahan pertama: Menggelisahkan terutama ajaran kaum ibu yang sedang hamil, dan menimbulkan dalam diri mereka harapan yang mendesak – dengan aneka macam pertimbangan – melangsungkan kehamilan dan membiarkannya sehingga sempurna waktunya secara alamiah, mereka dapat melahirkan manusia yang mampu hidup dan berzakat, baik bernuansa syukur maupun kufur. Menghadapi hal yang demikian, mereka bertanya: Apakah boleh menggugurkan kandungan setelah yakin (adanya janin tersebut)?

Permasalahan kedua: yang muncul dari waktu ke waktu, di kalangan kaum pria dari banyak sekali budaya dan kecenderungan, mereka membahas hal tersebut, dan terjadi adu argumentasi serta perbedaan usulan, persoalan tersebut ialah perihal pembatasan keturunan (KB, Keluarga Berencana).

Pengguguran Kandungan Sesudah Ditiupkan Ruh
Adapun ihwal masalah aborsi kandungan, maka para fuqaha telah membicarakannya, dan seluruhnya sepakat bahwa menggugurkan setelah ditiupkan ruh di dalamnya – yang berdasarkan banyak orang hal itu terjadi setelah empat bulan – yakni haram dan ialah langkah-langkah kriminal, tidak halal bagi setiap muslim untuk melakukannya alasannya hal itu merupakan tindak kriminal melakukan yang telah sempurna ciptaannya dan kehidupannya. Mereka berkata: Jika janin dalam keadaan hidup digugurkan, maka wajib mengeluarkan uang “diyat”. Akan namun, bila janin itu dalam keadaan meninggal hukuman finansial dalam aborsi itu lebih minim.

Akan tetapi mereka berkata: Apabila ditentukan dengan cara yang mampu dipertanggungjawabkan bahwa kelangsungan hidup janin menjadikan maut sang ibu, maka syari’ah – dengan kaidah umum – memerintahkan mengambil yang paling ringan di antara dua madharat. Jika niscaya menyebabkan akhir hayat ibu, maka demi menyelamatkan (nyawa)nya dibenarkan menggugurkan (kandungan). Pengguguran kandungan dalam hal ini dibolehkan, dan ibu tidak dikorbankan demi keamanan janin, sebab (ibu) ialah asal (kehidupan janin). Sedangkan kehidupan ibu telah pasti, dan beliau memiliki hak dan kewajiban. Lebih dibandingkan dengan itu, ibu ialah tulang punggung keluarga. Tidak logis mengorbankannya (mengorbankan nyawa ibu) demi kehidupan janin yang belum memiliki kehidupan yang niscaya (berdikari), dan janin tersebut belum memiliki hak dan keharusan.

(Pengguguran Kandungan) Sebelum Ditiupkan Ruh
Adapun pengguguran kandungan sebelum ditiupkannya ruh – yakni sebelum tepat empat bulan sebagaimana orang-orang mengatakannya – (para ulama) bertikai pendapat di dalamnya. Sebagian berpendapat boleh dan tidak haram, (sebab) dianggap tidak ada kehidupan dan bukan merupakan perbuatan tindakan melawan hukum, maka tidak haram. Sedangkan pendapat yang lain adalah haram atau (sedikitnya) makruh, sebab janin itu hidup (di dalam rahim ibunya), berkembang (meningkat ) dan mempunyai potensi. Sedang Imam al-Ghazâli telah memecahkan duduk perkara ini, dan membedakan antara masalah tersebut dengan persoalan “pencegahan kehamilan”, berikut ini ungkapannya: dan ini (pencegahan kehamilan) tidak seperti pengguguran (menguburkan bayi hidup-hidup), alasannya hal tersebut ialah tindakan melawan hukum terhadap wujud yang faktual, baginya (janin) ialah fase kehidupan, dan permulaan fase kehidupan itu ialah sejak bercampurnya sperma dan ovum dalam rahim perempuan, dan siap menerima kehidupan, merusak itu ialah merupakan suatu tindakan melawan hukum. Jika nuthfah berkembang menjadi ‘alaqah itu maka tindak pidananya lebih keji. Jika ditiupkan di dalamnya ruh dan sempurna kejadiannya, maka bertambahlah perbuatan jinayat yang lebih keji lagi. Puncak kekejian dalam perbuatan jinayat ialah setelah jelas kehidupannya (sang janin telah lahir dari kandungan ibunya).

Di antara kecermatan persepsi (al-Ghazâli) dalam hal ini, bahwa percampuran sperma dan ovum diserupakan dengan îjâb dan qabûl (yaitu ‘aqad). Barangsiapa melaksanakan îjâb lalu menariknya sebelum qabûl tidak berdosa atas ‘aqad itu, dan saat bersambung qabûl dengan îjâb, kemudian menawan kembali (îjâbnya) setelah tersambung keduanya (antara îjâb dan qabûl, dan itu yakni ‘aqad), mengangkat ‘aqad ialah rusak dan terputus (tali perkawinannya), ini adalah merupakan penganalogian.

Para Ahli Fiqh Mengakui Kehidupan Materi yang Dikawinkan
Pendapat al-Ghazali dan orang-orang yang setuju dengannya dalam mengharamkan pengguguran kandungan setelah bercampurnya sperma dengan ovum (sel telur), bahwa pendapat ulama syari’ah sama dengan pertimbangan para dokter – namun berlainan dalam hal redaksinya – bahwa bahan (sperma) yang dikawinkan mempunyai kehidupan tersendiri, dia bergerak di medannya dan berjuang untuk meraih maksudnya, adalah ovum, sehingga dia bersatu dengannya dan mengusir yang yang lain. Kehidupan seperti ini menimbulkan terjadinya hukum-aturan, di antaranya penjaminan kepada yang memecahkan telur buruan yang tidak mampu ditentukan, alasannya adalah menurut orang-orang sel telur dan materinya (sperma) yakni asal kehidupan.

  Nutrisi Untuk Pengobatan Patah Tulang

Adapun kehidupan yang terjadi sebelum empat bulan, maka yang dimaksud yakni kehidupan yang nyata, yang dicicipi oleh ibu lewat gerak janin yang diungkapkan oleh hadits perihal peniupan roh.

Pertemuan Pandangan Syari’ah dan Pandangan Kedokteran
Para ulama yang meniadakan kehidupan sebelum ditiupkannya ruh, mereka menginginkan kehidupan yang aktual ini (al-hayât al-zhâhiriyyah), dan mereka tidak mengingkari bahwa bahan itu hidup, dan bahwa kehidupannya memungkinkannya untuk berjumpa dengan ovum. Dari sini kita bisa memutuskan bahwa perbedaan pertimbangan ulama dalam mengijinkan pengguguran di awal kehamilan didasarkan pada ketidaktahuan mereka wacana hal yang rumit ini, atau bahwa pengharaman aborsi dalam kondisi mirip itu tidaklah seperti pengharamannya ketika sudah sempurna kejadiannya. Kalau begitu, masalah ini disepakati oleh mereka bahwa penguguran itu diharamkan pada kala kehamilan (baik di awal maupun di final). Kemudharatan yaitu hukum dan hukumnya juga pada setiap kehamilan (baik di awal maupun di akhir). Dengan demikian, jelaslah adanya konferensi antara persepsi ulama dengan persepsi dokter, cukup bagi orang-orang yang beriman Allahlah yang melaksanakan pertempuran (yang mematikan).

PEMBAHASAN TENTANG ABORSI MENSTRUAL REGULATION
A. Seluk-Beluk Aborsi
1. Pengertian Aborsi
Kata aborsi berasal dari bahasa Latin abortus. Dalam bahasa Inggrisnya abortion yang mempunyai arti expulsion of the foetus from the womb during the first 28 weeks of pregnancy (pengeluaran dengan paksa atau aborsi fetus/janin dari kandungan atau rahim sebelum 28 minggu abad kehamilan). Menggugurkan kandungan dalam bahasa Arabnya ijhâdh, ialah bentuk mashdar dari ajhadha, artinya wanita yang melahirkan anaknya secara paksa dalam kondisi belum tepat penciptaannya, atau lahirnya janin alasannya adalah dipaksa, atau sebab lahir dengan sendirinya. Sedangkan makna gugurnya kandungan, menurut para fuqahâ’ tidak keluar jauh dari makna lughawinya, akan namun kebanyakan mereka mengungkapkan istilah ini di beberapa tempat dengan istilah Arab; isqâth (manjatuhkan), tharh (mencampakkan), ilqâ’ (melempar) dan imlâsh (melahirkan dalam keadan mati).

Dalam istilah aturan, memiliki arti pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum mampu lahir secara alamiah). Ada juga pengguguran diartikan selaku “kondisi di mana terjadi pengakhiran atau ancaman pengakhiran kehamilan sebelum fetus hidup di luar kandungan”.

Perhitungan waktu 28 minggu merupakan tamat kelangsungan hidup fetus ada kemungkinan dapat berubah dalam beberapa tahun kemudian menjadi 24 atau bahkan 20 minggu, namun pada tahun 1982 hingga kini ukuran perhitungan 28 ahad masih tetap merupakan kelangsungan hidup secara aturan. Istilah pengguguran diartikan juga untuk semua kehamilan yang berakhir sebelum abad vitabilitas janin, ialah yang berakhir sebelum berat janin 500 gram.

2. Teknik atau Terjadinya Aborsi
Teknis atau terjadinya pengguguran sangat bermacam-macam, dan masing-masing memiliki ungkapan tersendiri. Misalnya: aborsi completus, aborsi habitualis, pengguguran incompletus, aborsi diinduksi, aborsi insipiens, aborsi terinfeksi, missed abortion, aborsi septik, aborsi impulsif, pengguguran terapeutik, dan pengguguran iminens.

Aborsi completus, yaitu keluarnya seluruh hasil konsepsi sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu. Aborsi habitualis, terjadinya tiga atau lebih aborsi impulsif berturut-turut. Aborsi incompletus, yakni keluarnya sebagian tidak seluruh hasil konsepsi sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu. Aborsi diinduksi, yakni penghentian kehamilan lengkap 20 ahad, dapat bersifat terapi atau non-terapi. Aborsi insipiens, yakni kondisi pendarahan dari intrauteri yang terjadi dengan dilatasi serviks kontinu dan progresif, tetapi tanpa pengeluaran hasil konsepsi sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu. Aborsi terinfeksi, adalah pengguguran yang dibarengi bengkak organ genital. Missed Abortion, adalah pengguguran yang embrio atau janinnya meninggal dalam uterus sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu, namun hasil konsepsi tertahan dalam uterus selama 8 minggu atau lebih. Aborsi septik, adalah pengguguran yang terinfeksi dengan penyebaran mikro organisme dan produknya ke dalam sirkulasi sistemik ibu. Aborsi spontan, yakni pengeluaran hasil konsepsi tak disengaja sebelum umur kehamilan lengkap 20 ahad. Aborsi terapeutik, ialah penghentian kehamilan sebelum umur kehamilan lengkap 20 ahad, alasannya indikasi yang diakui secara medis. Sedangkan pengguguran iminens (mengancam), ialah kondisi di mana pendarahan berasal dari intrauteri yang timbul sebelum umur kehamilan lengkap 20 ahad, dengan atau tanpa kolik uterus, tanpa pengeluaran hasil konsepsi dan tanpa dilatasi serviks. Dari beberapa teknik atau terjadinya aborsi tersebut, secara garis besar pengguguran berdasarkan para ahli medis terbagi dua macam, adalah:
a. abortus spontaneus, ialah aborsi yang terjadi secara spontan, atau tidak disengaja. Abortus spontaneus bisa terjadi sebab salah satu pasangan berpenyakit kelamin, kecelakaan, dan sebagainya.
b. abortus provocatus, adalah pengguguran yang disengaja. Abortus provocatus ini terdiri atas dua jenis, yakni:

1) abortus artificialis therapicus atau abortus provocatus medicinalis
Abortus artificialis therapicus ialah pengguguran yang dikerjakan oleh dokter atas dasar indikasi medis, ialah bila langkah-langkah pengguguran tidak diambil bisa membahayakan jiwa ibu.
2) abortus criminalis
Sedangkan abortus provocatus criminalis, yaitu pengguguran yang dilaksanakan tanpa dasar indikasi medis. Misalnya, pengguguran yang dijalankan untuk melenyapkan janin dalam kandungan akhir relasi seksual di luar ijab kabul atau mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki.

3. Dorongan/Motivasi Melakukan Aborsi
Dalam beberapa kajian, langkah-langkah aborsi dapat termotivasi oleh beberapa faktor, antara lain, alasannya adalah indikasi sosial, misalnya: status sosial (ekonomi yang rendah), tingkat pendidikan ibu yang rendah dan balasan perkosaan, alasannya indikasi medis, aborsi dilaksanakan kalau kehamilan dapat menenteng akhir hayat bagi wanita (ibunya sang janin), antara lain dalam keadaan: menderita penyakit jantung, terjangkitnya penyakit paru-paru, menderita penyakit ginjal dan hipertensi, diabetis mellitus, dan lain-lain. Tindakan pengguguran juga dapat dijalankan alasannya adalah beberapa indikasi lain, adalah indikasi psychiatris, di mana kehamilan akan memberatkan penyakit jiwa yang diderita oleh ibu, antara lain: depresi, perjuangan bunuh diri, dan lain-lain. Juga karena kemungkinan kelainan congenital atau karena indikasi eugenetik, adalah sebab aspek teratogenik, mirip penyakit virus, obat-obatan atau irradiasi

Kajian Hukum Islam wacana Aborsi
Selanjutnya, bagaimana kajian hukum Islam tentang pengguguran kandungan atau pengguguran tersebut?
1. Proses Kejadian Manusia
a. Menurut al-Qur’ân
Di dalam al-Qur’ân terdapat beberapa ayat yang pertanda perihal proses kejadian insan, di antaranya:
1) Menurut Surat al-Hajj ayat 5, sebagai berikut:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ وَنُقِرُّ فِي اْلأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلاً ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلاَ يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا وَتَرَى اْلأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ (الحج: 5).
“Hai insan, kalau kau dalam keraguan ihwal kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sebenarnya Kami telah menimbulkan kamu dari tanah, lalu dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, lalu dari segumpal daging yang tepat kejadiannya dan yang tidak tepat, supaya Kami jelaskan kepada kamu dan Kami menetapkan dalam rahim, apa yang Kami inginkan hingga waktu yang sudah ditentukan, lalu Kami keluarkan kau sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kau sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kau ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kau yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengenali lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kau lihat bumi ini kering, lalu bila sudah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan banyak sekali macam berkembang-tanaman yang indah” (QS. 22/al-Hajj: 5).

2) Di dalam Surat al-Mu’minûn ayat 12-14, dikemukakan sebagai berikut:
وَلَقَدْ خَلَقْنَا اْلإِنْسَانَ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ. ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا ءَاخَرَ فَتَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ (المؤمنون: ١٢-١4).
“Dan sebenarnya Kami telah menciptakan insan dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam kawasan yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, kemudian tulang belulang itu Kami kemasan dengan daging. Kemudian Kami jadikan beliau makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik” (QS. 23/al-Mu’minûn: 12-14).
3) Sebagaimana Terdapat dalam Surat al-Sajdah ayat 7-8:
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ اْلإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ. ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلاَلَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ (السجدة: ۷-۸).
“Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan Yang mengawali penciptaan manusia dari tanah. Kemudian Dia menimbulkan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani)” (QS. 33/al-Sajdah: 7-8).
4) Juga Disebutkan dalam Surat al-Insân ayat 2, selaku berikut:
إِنَّا خَلَقْنَا اْلإِسَانَ مِنْ نُطْفَةٍ أَمْشَاجٍ نَبْتَلِيهِ فَجَعَلْنَاهُ سَمِيعًا بَصِيرًا (الإنسان: ۲).
“Sesungguhnya Kami telah membuat manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), sebab itu Kami jadikan ia mendengar dan menyaksikan” (QS. 76/al-Insân: 2).
Yang dimaksud dengan bercampur pada ayat tersebut, ialah terjadinya konsepsi (percampuran antara benih laki-laki dan benih wanita).
5) Tersebut dalam Surat al-Thâriq ayat 5-7:
فَلْيَنْظُرِ اْلإِنْسَانُ مِمَّ خُلِقَ. خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ. يَخْرُجُ مِنْ بَيْنِ الصُّلْبِ وَالتَّرَائِبِ (الطارق:5-7).
“Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan? Dia diciptakan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang shulbi dan tulang dada” (QS. 86/al-Thâriq: 5-7).
Dari ayat-ayat di atas, Huzaemah T. Yanggo mengetahui proses kejadian insan tersebut ialah sebagai berikut:
a) Dari tanah (من طين).
b) Dari air hina (من ماء مهين), yaitu dari air mani dan sperma.
c) Dari air yang terpancar (من ماء دافق) yang dalam buku-buku sex diketahui ungkapan orgasme.
d) Dari setetes mani yang ditumpahkan ke dalam rahim wanita (من منى يمنى ) yang dalam embryologi diketahui bahan pancaran sperma ke dalam rahim lewat vagina masuk ketuba pallopi guna berjumpa dengan ovum.
e) Dari setetes mani yang terpancar (من نطفة امشاج). Hal ini berdasarkan embryologi ialah tahap awal pembuahan, yang mana sperma telah berjumpa dengan ovum sehingga menjadi bersatu, atau dengan kata lain penyatuan gemit dari laki-laki dan wanita.
f) Saripati air mani yang disimpan di daerah yang kuat/rahim (نطفة فى قرار مكين). Nutfah berdasarkan Sayyid Quthub ialah setetes air mani yang keluar dari shulbi (tulang belakang) seorang laki-laki kemudian bersarang di rahim perempuan. Hal ini berdasarkan embryologi, zygote berbentuk blastokel dan bersarang di selaput lendir rahim.
g) Segumpal darah (علقة). Menurut Sayyid Quthub, hal ini terjadi saat benih pria dan telur wanita bersatu dan melekat pada dinding rahim. Sedang menurut embryologi, blastokista manusia dalam ahad kedua terbenam dalam lendir rahim.
h) Segumpal daging (مضغة). Hal ini menurut embryologi merupakan awal deferensiasi zygote sehabis terbenam di lendir rahim.
i) Tulang belulang (عظاما), segumpal daging di atas membentuk tulang.
j) Daging (لحما), tulang tadi dikemas dengan daging.
k) Makhluk lain (خلقا أخر), ini yaitu insan yang memiliki ciri-ciri istimewa yang siap untuk meningkat. Di dalam Tafsir Ruh al-Bayan disebutkan: خلقا أخر: ينفخ الروح فيه Makhluk lain: artinya peniupan ruh ke dalamnya.
b. Menurut Hadits
إِنَّ اَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ اُمِّهِ اَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسِلُ اِلَيْهِ الْمَلَكَ وَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ (متفق عليه واللفظ لمسلم)
“Bahwasanya salah seorang kamu dihimpun dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk air mani. Kemudian selama 40 hari selanjutnya dalam bentuk segumpal darah. Kemudian dalam 40 hari berikutnya dalam bentuk segumpal daging. Kemudian Malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh” (HR. Muttafaq ‘alaih, dengan lafazh dari Muslim).
عَنْ أَبِى عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ حَدَّثَنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوقُ إِنَّ اَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ اُمِّهِ اَرْبَعِيْنَ يَوْمًا نُطْفَةً ثُمَّ يَكُونُ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ يُرْسَلُ اِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوحُ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَاَجَلِهِ وَعَلِهِ وَشَقِيٌّ اَوْ سَعِيْدٌ فَوَا اللهِ الَّذِى لاَ اِلهَ غَيْرُهُ إِنَّ اَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ اَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا وَاِنَّ اَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا (رواه متفق عليه).
“Dari Abi ‘Abdirrahman ‘Abdillah bin Mas’ud Ra. berkata: Rasulullah SAW menceritakan terhadap kami: Sesungguhnya seseorang dari kamu kejadiannya dikumpulkan di dalam perut ibunya selama empat puluh hari berbentuknuthfah (mani), lalu menjadi ‘alaqah (segumpal darah) selama seperti tadi, lalu Malaikat dikirimkan kepadanya (mudghah), kemudian meniupkan roh ke dalamnya dan diperintahkan untuk melaksanakan empat kalimat, adalah mencatat rezekinya, amal perbuatannya, beliau celaka atau senang. Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya, sesungguhnya seseorang dari kamu akan melakukan amal penghuni nirwana, sehingga tidak ada di antara dia dan ia (nirwana) melainkan satu dzira’ (hasta), maka yang menang apa yang tercatat, sehingga dia berbuat perbuatan penghuni neraka, kemudian ia masuk ke dalamnya (neraka). Dan sebenarnya seseorang dari kau akan berbuat perbuatan penghuni neraka, sehingga tidak ada dia dan ia (neraka) melainkan satru dzira’ (hasta), maka yang menang apa yang tercatat, sehingga ia melakukan amal penghuni nirwana, lalu dia masuk ke dalamnya (surga)” (HR. al-Bukhâry dan Muslim).
عَنْ أَبُو الطَّاهِرِ اَحْمَدُ بْنُ عَمْرِو بْنِ شَرْحٍ اَخْبَرَنِى عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ عَنْ اَبِى الزُّبَيْرِ الْمَكِّيِّ عَنْ عَامِرَ بْنِ وَاثِلَةَ حَدَّثَهُ اَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللهِ بْنَ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَقُولُ: اَلشَّقِيُّ مَنْ شَقِيَ فِى بَطْنِ اُمِّهِ وَالسَّعِيْدُ مَنْ وُعِظَ بِغَيْرِهِ، فَأَتَى رَجُلاً مِنْ اَصْحَابِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَالُ لَهُ حُذَيْفَةُ بْنُ أَسِيْدٍ الْغِفَارِيِّ فَحَدَّثَهُ بِذَلِكَ مِنْ قَوْلِ بْنِ مَسْعُوْدٍ فَقَالَ: وَكَيْفَ يَشْقَى رَجُلٌ بِغَيْرِ عَمَلٍ؟ فَقَالَ لَهُ الرَّجُلُ: اَتَعْجَبُ مِنْ ذَلِكَ؟ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: إِذَا مَرَّ بِالنُّطْفَةِ ثِنْتَانِ وَارْبَعُونَ لَيْلَةً بَعَثَ اللهُ اِلَيْهَا مَلَكًا، فَصَوَّرَهَا وَخَلَقَ سَمْعَهَا وَبَصَرَهَا وَجِلْدَهَا وَلَحْمَهَا وَعِظَامَهَا، ثُمَّ قَالَ: يَا رَبِّ اذْكَرٌ اَوْ اُنْثَى؟ فَيَقْضِى رَبُّكَ مَاشَاءَ وَيَكْتُبُ الْمَلَكُ، ثُمَّ يَقُولُ: يَا رَبِّ اَجَلُهُ؟ فَيَقُوْلُ رَبُّكَ مَاشَاءَ وَيَكْتُبُ الْمَلَكُ، ثُمَّ يَقُوْلُ: يَارَبِّ رِزْقُهُ؟ فَيَقْضِى رَبُّكَ مَاشَاءَ وَيَكْتُبُ الْمَلَكُ، ثُمَّ يَخْرُجُ الْمَلَكُ بِالصَّحِيْفَةِ فِى يَدِهِ فَلاَ يَزِيْدُ عَلَى اَمْرٍ وَلاَ يَنْقُصُ (رواه مسلم).
“Dari Abu al-Thâhir Ahmad bin Amr bin Syarh menceritakan kepada aku, bahwa ‘Amr bin al-Harits dari Abi Zubair al-Makky bahwa ‘Amr bin Watsilah menceritakan kepadanya, bahwa ia mendengar ‘Abdullah bin Mas’ud berkata: Yang celaka adalah yang celaka di dalam perut ibunya dan yang bahagia adalah yang memberi nasehat terhadap orang lain. Kemudian seorang pria dari teman Rasul SAW yang bernama Khudaifah bin Asid al-Ghifari tiba dan menceritakannya yang demikian dari perkataan ibni Mas’ud, maka ‘Amr berkata: Apabila nuthfah sudah melewati empat puluh hari, Allah mengutus Malaikat untuk membentuk rupanya, menimbulkan pendengarannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya, kemudian Malaikat bertanya: Wahai Tuhanku, apakah dijadikan pria atau perempuan? Lalu Allah memilih apa yang dikehendakinya, lalu Malaikat menulisnya. Kemudian Malaikat bertanya lagi: Wahai Tuhanku, ajalnya? Maka Tuhanmu menyampaikan apa yang Dia harapkan, lalu Malaikat menulisnya. Kemudian Malaikat bertanya lagi: Wahai Tuhanku, rezekinya? Maka Allah memutus apa yang Dia inginkan, lalu Malaikat menulisnya. Kemudian Malaikat itu keluar menjinjing lembaran catatan di tangannya, tidak ditambah dan tidak dikurangi” (HR. Muslim).

  Infodatin: Kusta

Dari hadits pertama dan kedua, yang diriwayatkan oleh al-Bukhary dan Muslim memperlihatkan bahwa proses kejadian manusia dalam rahim ibu berbentuknuthfah selama 40 hari, berbentuk ‘alaqah selama 40 hari, dan berbentuk mudghah selama 40 hari sampai menjadi makhluk berbentuk insan lengkap, baru lalu ditiupkan ruh ke dalamnya. Sedang hadits ketiga riwayat Muslim, kita memperoleh informasi bahwa setelah hari ke-42 sejak terjadinya konsepsi (pembuahan), mengalami proses pembentukan diri yang dalam al-Qur’an disebutkan sebagai proses sesudah menjadi mudghah (segumpal daging).

Menurut embryologi, selama perkembangan mudghah dalam ahad keempat dan ahad kedelapam sudah terbentuk semua alat-alat tubuh dan susunan alat-alat badan utama – atau dengan kata lain – selama bulan kedua mudghah banyak berganti dengan bertambah angkuh dan pembentukan anggota tubuh, paras , telinga, hidung, dan mata. Dengan mengamati hadits riwayat Muslim tersebut di atas, nampaknya sejalan dengan ilmu kedokteran (embryologi).

Masalah peniupan roh yang disebut dalam hadits Bukhary dan Muslim tersebut sering digunakan untuk penafsiran ayat “khalqan âkhar” dalam surat al-Mu’minun yang menurut tafsir Ruh al-Bayan diartikan peniupan roh kepadanya. Menurut ulama berpendapat bahwa roh itu terpisah dari roh ibu, tidak berjalan di dalam badan seperti pendapat Imam al-Ghazali dan lain-lain. Peniupan roh itu merupakan perkataan kiasan ihwal dijadikannya roh melekat pada badan. Yang eksklusif melekatkannya yaitu Malaikat yang diserahi tugas persoalan rahim. Sedangkan berdasarkan ulama yang menilai bahwa roh itu merupakan benda halus, peniupan roh itu adalah menurut arti yang bantu-membantu

2. Pandangan Ulama Klasik maupun Kontemporer tentang Hukum Aborsi
Para ulama (utamanya mahir fiqh) setuju bahwa aborsi kandungan yang sudah berusia 4 bulan (120 hari), haram hukumnya. Akan tetapi mereka berlawanan usulan dalam hal aborsi kandungan yang kurang dari empat bulan. Secara garis besar kalangan yang berlawanan pertimbangan itu terbagi empat kalangan. Pertama, para mahir fiqh dari kalangan Zaidiyah dan sebagian golongan Hanafiyah, berpendapat bahwa aborsi kandungan yang belum berusia empat bulan dibolehkan, alasannya sebelum usia tersebut janin belum memiliki “ruh”. Sedang hebat fiqh dari golongan Syafi’iyah berlainan pendapat perihal hal ini, ada di antara mereka mengijinkan, dan ada pula yang mengharamkannya. Al-Ghazali tergolong ulama dari golongan Syafi’iyah yang mengharamkannya. Kedua, dari golongan madzhab Hanbali dan sebagian madzhab Syafi’i, bahwa pengguguran dibolehkan apabila ada udzur. Udzur yang mereka maksudkan ialah mengeringnya air susu ibu dikala kehamilan sudah kelihatan, sementara sang ayah tidak bisa membiayai anaknya untuk menyusu terhadap perempuan lain jika lahir nanti. Ketiga, dari sebagian golongan Malikiyah berpendapat bahwa pengguguran sebelum ditiupkannya ruh hukumnya makruh secara mutlak. Keempat, menyampaikan bahwa haram melakukan pengguguran sekalipun ruh belum ditiupkan, alasannya adalah air mani kalau sudah menetap di dalam rahim walaupun belum melalui era 40 hari dihentikan dikeluarkan. Pendapat keempat ini dianut oleh Jumhur Ulama madzhab Maliki dan madzhab al-Zhahiri.

Kelihatannya, perbedaan pendapat di kelompok mahir fiqh itu disebabkan adanya dalil, baik al-Qur’ân maupun al-Hadîts yang menerangkan proses peristiwa manusia sebagaimana disebutkan di atas. Ayat dan hadits di atas dimengerti oleh mereka selaku dalil wacana batas dimulainya kehidupan insan, yakni kalau usia janin telah genap empat bulan atau 120 hari. Jadi, kala “peniupan ruh” seperti yang tertulis dalam hadits di atas dijadikan tafsir terhadap kata “khalqan âkhar” yang terdapat dalam ayat tersebut.

Berikutnya perihal hukuman hukum kepada pelanggaran pelaku aborsi, berdasarkan usulan para ulama yakni selaku berikut:
Sanksi aturan bagi perempuan yang mengugurkan kandungan setelah ditiupkan ruh menurut janji hebat fiqh yaitu berkewajiban membayar ghurrah (budak laki-laki maupun perempuan). Demikian juga bila yang melakukannya adalah orang lain, dan sekalipun suaminya sendiri. Di samping mengeluarkan uang ghurrah, sebagian ulama fiqh di antaranya madzhab al-Zhahiri berpendapat bahwa pelaku pengguguran juga dikenai sanksi hukum kafarah, ialah memerdekakan budak dan jika tidak bisa wajib berpuasa dua bulan berturut-turut, dan apabila masih tidak mampu juga, wajib memberi makan fakir miskin sebanyak 60 orang. Pembayaran kafarah ini didasarkan atas ajaran bahwa aborsi dalam hal ini telah termasuk dalam pembunuhan dengan sengaja terhadap manusia yang diancam dengan eksekusi qishash atau dengan diyat apabila dimaafkan. Alasan madzhab al-Zhahiri dalam memutuskan sanksi aturan ini yakni firman Allah dalam surat 4/al-Nisâ’ ayat 92, selaku berikut:
… فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللهِ … (النساء: 92).
“… barangsiapa yang tidak memperolehnya (budak), maka hendaklah beliau (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai cara tobat kepada Allah …” (QS. 4/al-Nisâ’: 92).
Sedangkan di kelompok ulama kekinian, sebagaimana dikemukakan oleh ulama al-Azhar-Kairo (Mahmûd Syaltût), bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum, maka pengguguran yaitu suatu kejahatan dan haram hukumnya sekalipun janin belum diberi nyawa, dikarenakan telah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami perkembangan dan antisipasi untuk menjadi makhluk gres yang bernyawa, berjulukan insan, yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Makin jahat dan semakin besar dosanya bila aborsi dilaksanakan setelah janin bernyawa, terlebih sangat besar dosanya jika sampai dibunuh atau dibuang bayi yang gres lahir dari kandungan. Selanjutnya, dia menyampaikan akan tetapi apabila aborsi itu dijalankan sebab sungguh-sungguh terpaksa demi melindungi atau menyelamatkan si ibu, maka dibolehkan hukumnya, bahkan mengharuskannya.

Abul Fadl Mohsin Ebrahim berpendapat agak kontraversi. Dengan tegasnya beliau mengharamkan upaya aborsi kandungan yang dikerjakan dengan faktor kesengajaan, tetapi dikala menyatakan pendapatnya wacana gadis berusia 14 tahun yang diperkosa oleh cowok (16 tahun), beliau bersikap ambivalen, di satu sisi ia mengijinkan upaya aborsi kandungan demi menyelamatkan dari kemungkinan menjadi orang tua sebelum waktunya dan memperlihatkan potensi nantinya terhadap gadis itu untuk menikah dengan seseorang dan memulai kehidupan berkeluarga. Tetapi beliau meragukan akan timbul dilema baru, apakah secara budbahasa benar baginya untuk merahasiakan perkosaan dan pengguguran dari suaminya yang kini?

Keraguan Abul Fadl atas perlakuan pengguguran balasan perkosaan, pada satu sisi condong untuk menganjurkan aborsi pada tahap awal kehamilan, hal mana akan menjamin era depan yang lebih baik bagi gadis tersebut supaya nanti dapat memasuki lembaga pernikahan yang suci pada ketika sampaumur. Tetapi, di sisi lain aturan (pembolehan aborsi) ini akan menawarkan contoh yang jadinya dapat disalah-gunakan.

Ahmad Azhar Basyir mengemukakan bahwa melakukan aborsi sebelum atau sehabis empat bulan (120 hari) hukumnya tetap haram. Beliau berpendapat bahwa semenjak terjadinya pembuahan (pertemuan sperma dengan ovum) sudah merupakan kehidupan bagi janin. Sedangkan argumentasi yang dikemukakan oleh ia yakni bahwa yang dimaksud dengan nuthfah dalam ayat 13-14 surat al-Mu’minûn yaitu tahapan pertama dari insiden insan, bukan cairan kental yang menyembur dari kelamin laki-laki saat terjadi ejakulasi, sebab jikalau nuthfah diartikan selaku cairan kental dari kelamin pria atau air mani saja, hal tersebut tidak menunjukkan tahapan kejadian insan. Oleh sebab itu, pemahaman nuthfah yang sempurna yaitu hasil pembuahan sehabis terjadinya konferensi sperma dan ovum di dalam rahim. Demikian pula ‘alaqah diartikan selaku segumpal darah pada tahapan kedua dari proses penciptaan insan. ‘Alaqah dalam arti asalnya sejalan dengan hasil pengusutan dalam ilmu embriologi, yaitu tahap buah melekat kemudian bersarang pada dinding rahim. Sedangkan mudghah selaku tahapan ketiga dari proses peristiwa insan, lebih sempurna diartikan sebagai embrio yang berproses menjadi kandidat bayi yang lengkap anggota tubuhnya, bukan sekedar segumpal daging.

Selanjutnya, Muhammadiyah selaku organisasi sosial keagamaan yang bergerak di bidang tajdid, melalui forum Majlis Tarjihnya juga memiliki pandangan yang sudah maju dalam masa zaman sekarang ini, terutama dalam persoalan pandangannya terhadap pengguguran tersebut.

Muhammadiyah sudah menggunakan analisis ilmu wawasan modern di bidang ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lainnya, tergolong filsafat. Berdasarkan pengertian yang multi disipliner itu, Muhammadiyah berpendapat bahwa pengguguran kandungan sejak pembuahan hukumnya haram. Hal ini bermakna bahwa usia kandungan empat bulan (120 hari) mirip dikemukakan hadits di atas tidak dianggap sebagai batas kehidupan manusia. Oleh karena itu, Muhammadiyah tidak sependapat kepada makna teks dalam hadits Nabi SAW tentang “peniupan ruh” itu selaku awal kehidupan. Dengan kata lain, Muhammadiyah tidak menerima pertimbangan bahwa ruh dalam hadits itu memiliki arti nyawa yang mengakibatkan janin menjadi hidup. Alasan yang dikemukakannya yaitu realita memperlihatkan bahwa pembuahan itu sendiri sudah dinyatakan hidup, lalu berkembang menjadi ‘alaqah, dan selanjutnya menjadi mudghah hingga usia 120 hari. Selain itu, berdasarkan Muhammadiyah ruh yang ditiupkan oleh Malaikat ke dalam janin yang telah berusia empat bulan itu bukanlah ruh hayati, melainkan ruh insani.

Selanjutnya, dalam merespon perkembangan ilmu kedokteran, Muhammadiyah beropini bahwa abortus provocatus criminalis sejak terjadinya pembuahan hukumnya haram. Namun, abortus artificialis therapicus atau abortus provocatus medicinalis mampu dibenarkan dalam keadaan darurat, terutama adanya kegundahan atas keamanan ibu waktu mengandung.

Pemahaman dan akal budi seperti ini menarik untuk dianalisis lebih lanjut. Kelihatannya, akal sehat Muhammadiyah dalam hal ini sudah dipengaruhi oleh pemikiran hebat filsafat Islam dan hebat kedokteran. Dalam filsafat Islam, jiwa itu bukanlah hayat. Manusia dalam konsep filsafat Islam berisikan tiga unsur: badan, hayat dan jiwa Dengan demikian, hayat itu sudah ada semenjak terjadinya pembuahan, bukan sehabis janin berusia empat bulan.

Sedangkan berdasarkan pandangan ulama di kelompok NU (Nahdhatul ‘Ulama) sebagaimana hasil pelatihan dan lokakarya Pimpinan Fatayat NU, pada tanggal 27-28 April 2001, merumuskan selaku berikut:

Hukum aborsi yakni haram, kecuali dalam kondisi darurat. Indikator darurat antara lain:
a. Indikator medis, seperti terancamnya nyawa ibu kalau tidak melaksanakan pengguguran.
b. Indikator sosial ekonomi, dalam hal ini berhubungan eksklusif kehidupan seseorang yang sangat berat.
c. Indikator politik, di mana kekuasaan negara yang menyebabkan wanita tidak mempunyai pilihan lain kecuali aborsi.
d. Indikator psikologis, yakni menempatkan wanita sungguh-sungguh dalam keadaan terpaksa melakukan pengguguran, seperti perkara perkosaan.

  Syarat – Syarat Rumah Sehat

Selanjutnya, dalam rumusan itu ditambahkan:
Sebagai satu catatan yang mesti diamati yakni bahwa cuma pada indikator pertama yang boleh melaksanakan aborsi ketika janin berusia 120 hari, sedang untuk indikator sosial-ekonomi, politik, dan psikologis boleh dilakukan sebelum janin berusia 120 hari (sebelum ditiupkan ruh).

Paham NU ternyata lebih berani, sehingga masalah yang berkenaan dengan indikator sosial-ekonomi dan politik dibolehkan, asalkan dalam kondisi darurat. Berbeda dengan persepsi ulama kebanyakan, walaupun dalam keadaan darurat tergolong keadaan ekonominya, melakukan pengguguran hukumnya tetap diharamkan.

Sementara itu, MUI (Majlis Ulama Indonesia) memfatwakan:
a. Bahwa hukum menggugurkan kandungan (aborsi) sebelum terjadinya nafkh al-ruh (usia empat bulan kehamilan) ialah haram, kecuali bila ada alas an medis atau argumentasi lain yang dibenarkan oleh agama Islam.
b. Bahwa pembersihan kandungan yang dilaksanakan akhir terjadinya keguguran yang tidak disengaja yakni dibolehkan karena tidak tergolong pengguguran yang diharamkan.
c. Mengharapkan terhadap Pemerintah agar melarang aborsi, baik dikerjakan dengan cara penyedotan dan pengurasan kandungan (menstrual regulation) dengan memasukkan alat penyedot, penguras dan pembersih (vaccum aspirator) ke dalam rahim perempuan maupun dengan cara yang lain, serta mengambil tindakan tegas terhadap pelakunya.

Fatwa MUI ini merupakan rumusan dari berbagai pertimbangan sesudah mengamati berbagai pandangan ulama yang bermacam-macam. Secara garis besarnya MUI berpendapat aborsi diharamkan walaupun belum ditiupkannya ruh. Argumen yang dikembangkan oleh MUI janin sudah dianggap hidup sesudah terjadinya pembuahan (pertemuan antara sperma dan ovum) di dalam rahim wanita.
Menurut beberapa usulan ulama di atas, terutama yang mengemukakan diharamkannya aborsi sejak terjadinya pembuahan dan dibolehkannya melaksanakan aborsi dalam keadaan darurat dikemukakan landasan dalilnya selaku berikut:

… وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ … (البقرة: 195).
” … dan janganlah kau menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan …” (QS. 2/al-Baqarah: 195).

… وَلاَ تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا (النساء: 29).
” … dan janganlah kamu membunuh dirimu; bahwasanya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. 4/al-Nisa’: 29).

… فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلاَ إِثْمَ عَلَيْهِ … (البقرة: 173).
” … maka barangsiapa dalam kondisi terpaksa (memakannya) sedang beliau tidak menginginkannya dan tidak (pula) melebihi batas, maka tidak ada dosa baginya …” (QS. 2/al-Baqarah: 173).
Selain ayat al-Qur’an di atas, para ulama juga menggunakan qa’îdah fiqhiyyah, sebagai berikut:

اَلضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ.
“Keadaan memaksa menimbulkan bolehnya yang terlarang”.

إِذَا تَعَارَضَتْ مَفْسَدَتَانِ رُعِيَ اَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا.
“Jika berbenturan antara dua mafsadat, maka harus diamati yang terbesar madharatnya dengan cara melakukan yang paling ringan madharatnya”.

Berdasarkan argumentasi di atas, dapat dibilang bahwa menyelamatkan ibu yang eksistensinya sudah terperinci dan sudah memiliki hak dan keharusan, mesti didahulukan dibandingkan dengan menyelamatkan janin yang belum dilahirkan. Kematian janin dengan sengaja terang merupakan madharat, tetapi ajal ibu disebabkan menyelamatkan janin juga ialah madharat. Bahkan madharat yang kedua jauh lebih besar daripada madharat yang pertama. Kematian ibu akan membawa imbas yang tidak baik terhadap keluarga yang ditinggalkannya. Dalam hal ini, Islam mentolerir terjadinya madharat yang paling ringan, adalah menggugurkan kandungan.

Apabila aborsi dilakukan sebab alasannya-alasannya adalah lain, yang serupa sekali tidak terkait dengan kondisi darurat, seperti untuk menghindarkan rasa malu atau alasannya adalah faktor ekonomi, maka hukumnya haram. Landasan dalil yang dipakai yaitu:

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِاْلأُنْثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ. يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِنْ سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلاَ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (النحل: 58-59).
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan ia sangat murka. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya gosip yang disampaikan kepadanya. Apakah beliau akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka menetapkan itu” (QS. 16/al-Nahl: 58-59).

Dalam ayat tersebut, Allah SWT menceritakan kebiasaan orang Arab Jahiliyah yang merasa aib menerima anak perempuan, sehingga mereka hingga hati untuk menguburkannya hidup-hidup cuma karena merasa aib. Ulama fiqh menganalogikan apa yang dijalankan oleh orang-orang jahiliyah ini dengan pengguguran kandungan sebab merasa aib dengan alasannya apapun, termasuk akibat korelasi di luar akad nikah. Demikian juga langkah-langkah aborsi sebab pertimbangan faktor ekonomi dikecam oleh Allah SWT, sebagaimana dikemukakan dalam ayat berikut:

وَلاَ تَقْتُلُوا أَوْلاَدَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلاَقٍ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا (الإسراء: 31).

“Dan janganlah kau membunuh anak-anakmu alasannya adalah takut kemiskinan. Kamilah yang hendak memberi rezki terhadap mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah sebuah dosa yang besar” (QS. 17/al-Isrâ’: 31).

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي اْلأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ (هود: 6).
“Dan tidak ada suatu hewan melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengenali kawasan berdiam hewan itu dan kawasan penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang kasatmata (Lauh Mahfuzh)” (QS. 11/Hûd: 6).

C. Aborsi Menurut Hukum Positif Indonesia
Selanjutnya, dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia Bab XIV, wacana kejahatan kepada kesusilaan pasal 299 ayat (1) dikatakan bahwa tindakan aborsi yang disengaja atau perbuatan sendiri atau minta dukungan terhadap orang lain dianggap selaku tindakan pidana yang diancam dengan hukuman paling lama empat tahun penjara. Ayat (2) pasal 299 tersebut melanjutkan bahwa bila yang bersalah dalam melakukan pengguguran tersebut yakni pihak luar (bukan ibu yang hamil) dan perlakuan itu dijalankan untuk tujuan ekonomi selaku mata pencaharian, maka hukumannya mampu ditambah sepertiga eksekusi pada ayat (1) di atas, dan bila selama ini perbuatan itu dijalankan sebagai mata pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan mata pencaharian tersebut. Kemudian pada pasal 346 dikatakan bahwa perempuan yang dengan sengaja menggugurkan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk melakukan hal itu diancam eksekusi penjara paling lama empat tahun. Pada pasal 347 ayat (1) disebutkan orang yang menggugurkan kandungan atau mematikan kehamilan seorang wanita tanpa kesepakatan perempuan itu diancam hukuman paling usang 12 tahun penjara, dan selanjutnya ayat (2) menyebutkan jika dalam menggugurkan kandungan tesebut berakibat pada hilangnya nyawa wanita yang mengandung itu, maka pihak pelaku dikenakan hukuman penjara paling usang 15 tahun. Dalam pasal 348 ayat (1) disebutkan bahwa orang yang dengan sengaja menggugurkan kandungan seorang wanita atas kesepakatan perempuan itu diancam eksekusi paling lama 15 tahun penjara, dan ayat (2) melanjutkan, bila dalam tindakan itu menjadikan perempuan itu meninggal, maka pelaku diancam hukuman paling lama 17 tahun penjara.

Dengan demikian, perbuatan aborsi di Indonesia termasuk tindakan kejahatan yang diancam dengan eksekusi yang terperinci.

KESIMPULAN
Dari uraian tersebut di atas, maka mampu disimpulkan wacana pengguguran dalam perspektif hukum Islam, sebagai berikut:
1. Para ulama sepakat bahwa mengugurkan kandungan setelah usia kehamilan di atas empat bulan yakni haram hukumnya. Sedangkan perbedaan ulama dalam hal aborsi kandungan di bawah usia empat bulan antara pembolehan (dengan alasan bahwa sebelum masuknya ruh berarti janin berstatus belum dianggap hidup) dan pengharaman (dengan alasan bahwa ruh yang ditiupkan setelah empat bulan itu bukan ruh hayati, namun ruh insani, yang berarti janin telah dianggap hidup sejak dimulainya pembuahan), lebih condong terhadap pengharaman, sebab sang janin walaupun belum mempunyai ruh pada hakikatnya terus berkembang dan berkembang, bermakna dalam kondisi hidup. Membunuh suatu kehidupan tanpa argumentasi yang dapat dipertanggungjawabkan haram hukumnya.
2. Sejalan dengan pengetahuan medis dan andal kedokteran, tindakan pengguguran atau abortus yang disebabkan secara impulsif (keguguran) tidak dipermasalahkan, namun aborsi yang dilakukan dengan faktor kesengajaan tanpa indikasi medis (abortus provocatus criminalis) haram hukumnya, sedangkan abortus provocatus medicinalis (aborsi yang dijalankan dengan indikasi medis) mampu dibenarkan alasannya terhitung dalam keadaan darurat demi menyelamatkan si ibu yang telah terperinci kehidupannya.

3. Pengguguran kandungan yang dijalankan kepada perempuan akibat tindak perkosaan mampu dibenarkan (dibolehkan) demi menjaga nama baik perempuan tersebut serta tidak terbebani kehidupannya di kurun mendatang alasannya menjadi seorang ibu yang tidak dikehendakinya, namun langkah-langkah aborsi yang sudah dilakukannya dilarang disembunyikan atau ditutup-tutupi terhadap suaminya yang sah di lalu hari, dan dianggap sebagai sebuah petaka yang mesti diterimanya dengan tabah.
4. Tindakan pengguguran atau abortus yang disebabkan karena aspek-faktor tertentu, contohnya karena aib akibat hubungan bebas di luar pernikahan, atau karena status ekonomi rendah (ketidakmampuan dalam pesalinan dan kehidupan kelak) tidak dapat ditolerir, termasuk haram hukumnya.

5. Sanksi hukum terhadap pelanggar langkah-langkah aborsi yaitu memerdekakan budak (pria atau wanita), atau berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi makan 60 orang fakir miskin. Di Indonesia mampu dikenakan sanksi tahanan kurungan penjara atau berupa denda selaku suatu tindakan melawan hukum, yang lama waktu dan besarnya beaya diputuskan oleh putusan sidang di Pengadilan Negeri, yang berlandaskan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia.

C. PENUTUP
Aborsi merupakan aborsi kandungan atau proses mematikan janin sebelum janin tersebut lahir. Ada dua macam aborsi; pengguguran alamiah, aborsi bikinan (abortus terapeutik/medis dan abortus provocatus criminalis). Diantara dua macam pengguguran tersebut, pengguguran provocatus criminalis termasuk klasifikasi langkah-langkah criminal ditinjau dari KUHP yang ada di Indonesia, ini dilandasi oleh beberapa pasal dalam kitab undang-undang hukum pidana, ialah; pasal 299,346, 347, 348 dan 349.

Sedangkan aborsi menurut pandangan ulama, mengenai janin yang telah dilimpahi ruh ulama bersepakat “haram” untuk melaksanakan aborsi. Akan tetapi ulama berbeda pertimbangan perihal janin yang belum dilimpahi ruh. Diantara ulama yang mengijinkan aborsi tersebut yaitu Muhammad Ramli dalam kitab al-Nihayah, sedangkan Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin tetap mengharamkan pengguguran semenjak bertemunya sel sperma dengan sel ovum dalam rahim insan, alasannya dalam sel-sel tersebut terkandung unsure kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

al-Ahqâf, Wizârah, al-Maushû’ah al-Fiqhiyyah, Kuwait: al-Maushû’ah al-Fiqhiyyah, 1988.

al-Alûsi, Rûh Ma’âni fî Tafsîr al-Ahkâm wa al-Sab’u al-Matsâni, Beirut: Ihyâ’ Turâts al-‘Arabi, T. Th.
Anshor, Maria Ulfah (et.al.), Aborsi dalam Perspektif Fiqh Kontemporer, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002.
Basyir, Ahmad Azhar, “Abortus Ditinjau dari Syari’at Islamiyah”, Makalah, disampaikan dalam Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII, di Malang: 1989.
Berita Resmi Muhammadiyah, nomor khusus, “Tanfizh Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII, Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1990.
Chamberlain, Geoffrey & John Dewhurt, Obstetri dan Ginekologi Mudah, alih bahasa R.F. Maulany, Jakarta: Widya Medika, 1994.
Dahlan, Abdul Aziz, et.al., Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, 1997.
Djamil, Fathurrahman, Metode Ijtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta: Logos Publishing House, 1995.
Ebrahim, Abul Fadl Mohsin, “Biomedical Issues: Islamic Perspective”, terjemah Sari Meutia, Isu-isu Biomedis dalam Perspektif Islam, Jakarta: Mizan, 1997.
al-Fayumi, Ahmad bin Muhammad bin ‘Ali al-Muqri, al-Mishbâh al-Munîr fi Gharîbi Syarh al-Kabîr li al-Râfi’i, Juz II, T. Tempat: T. Terbit, T. Th.
Hornby, A.S., sc., The Advanced Learner’s Dictionary of Current English, New York: Oxford University Press, 1974.
Khallâf, ‘Abd al-Wahhâb, ‘Ilm Ushûl al-Fiqh, Jakarta: al-Majlis al-A’lâ al-Indonisi li al-Da’wah al-Islâmiyyah, 1392 H.
al-Khâzin, Lubâb al-Ta’wîl fî Ma’âni al-Tanzîl, Kairo: Mathba’ah al-Taqaddum al-‘Ilmiyyât, 1331 H.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta: Sekretariat Negara RI.
Madkûr, Salâm, al-Janîn wa al-Ahkâm al-Muta’alliqât bihi fî Fiqh al-Islâm, Kairo: Dâr al-Nahdât, 1969.
Muslim, Shahîh Muslim, T. Tempat: Dar al-Fikr, T. Th.
Nasution, Harun, “Konsep Manusia dalam Islam dikaitkan dengan Hayat dan Maut”, dimuat dalam Lembaga Penelitian IAIN Jakarta, Kajian Islam tentang Berbagai Masalah Kontemporer, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1988.
Prawirohardjo, Sarwono, Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka, 1976.
al-Qur’ân al-Karîm.
Rasyid, M. Hamdan (Ed.), Fiqh Indonesia: Himpunan Fatawa-anutan Aktual, Jakarta: P.T. al-Mawardi Prima, 2003.

Soewarto, Soetomo, “Abortus Dipandang dari Segi Ilmu Kedokteran”, Makalah, disampaikan dalam Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII, di Malang: 1989.
Syaltût, Mahmûd, al-Fatâwâ, T. Tempat, Dâr al-Qalam, T. Th.
Taber, Ben-zion, Kapita Selekta Kedaruratan Obstetri dan Ginekologi, alih bahasa Teddy Supriyadi dan Johanes Gunawan, Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 1995.
UNPAD, Teknik Keluarga Berencana, Bandung: Elstar Offset, 1980.
Yanggo, Huzaemah Tahido, “Dialog Aborsi dalam Perspektif Agama Islam”, dalam Maria Ulfah Anshor (et.al.), Aborsi dalam Perspektif Fiqh Kontemporer, Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002.
_______, Masail Fiqhiyah: Kajian Hukum Islam Kontemporer, Bandung: Angkasa, 2005.
Yasin, M. Nu’aim, Fikih Kedokteran, Jakarta:Pustaka al-Kautsar, 2001.
Zuhdi, Masyfuk, Masailul Fikhiyah, Jakarta: CV Haji Masagung, 1988.
Fadl, Abul. 1997. Aborsi, Kontrasepsi, dan Mengatasi Kemandulan. Bandung: Mizan.

Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3.Qaradhawi, Yusuf. 2007. Halal dan Haram. Bandung: Jabal.