Pajak tangguhan adalah pajak yang kewajibannya ditunda sampai waktu yang ditentukan atau diperbolehkan.
Ketentuan peraturan perundang-ajakan perpajakan tidak sekadar intstrumen pentransfer sumber daya (fungsi budgeter), akan tetapi kadang kala pula dipakai untuk tujuan memepengaruhi perilaku wajib pajak untuk investasi, kemakmuran dll (fungsi mengontrol) yang kadang kala ialah argumentasi untuk membenarkan penyimpangan dari patokan akuntansi keuangan.
Pajak penghasilan yang dihitung berbasis pada penghasilan yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah, disebut selaku “PPh terutang-income tax payable atau income tax liability,”sedangkan pajak penghasilan yang dijumlah berbasis penghasilan sebelum pajak, disebut selaku “beban pajak penghasilan-income tax expense/ profision for income taxes”.
Beban Pajak Tangguhan dan Pendapatan Pajak Tangguhan
Beban PPh terdiri atas beban pajak sekarang dan beban pajak tangguhan atau pemasukan pajak tangguhan.
Pajak sekarang ( current tax ) ialah jumlah PPh terutang atas Penghasilan Kena Pajak pada suatu masa. Pajak Penghasilan diperlakukan sebagai ongkos bagi perusahaan.
Beban pajak tangguhan akan mengakibatkan kewajiban pajak tangguhan sedangkan pendapatan pajak tangguhan menimbulkan aset pajak tangguhan.
Aset Pajak Tangguhan
Aset pajak tangguhan muncul bila beda waktu yang menjadikan terjadinya koreksi faktual sehingga beban pajak berdasarkan akuntansi lebih kecil dibandingkan dengan beban pajak menurut peraturan perpajakan.
Aset pajak tangguhan adalah jumlah PPh terpulihkan pada abad mendatang selaku akhir adanya perbedaan temporer yang boleh di kurangkan dan sisa kompensasi kerugian.
Kewajiban Pajak Tangguhan
Kewajiban pajak tangguhan muncul alasannya adalah adanya perbedaan waktu yang menimbulkan terjadinya koreksi negative sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih besar daripada beban pajak berdasarkan peraturan perpajakan.
Kewajiban pajak tangguhan yaitu jumlah PPh terutang untuk periode mendatang selaku akhir adanya perbedaan temporer kena pajak.
Baik Kewajiban Pajak Tangguhan maupun Aset Pajak Tangguhan dapat terjadi dalam hal- hal selaku berikut :
- Apabila Penghasilan sebelum Pajak lebih besar dari Penghasilan Kena Pajak, maka Beban Pajak pun akan lebih besar dari Pajak Terutang, sehingga akan menghasilkan Kewajiban Pajak Tangguhan.
- Sebaliknya jika Penghasilan Sebelum Pajak lebih kecil dari Penghasilan Kena Pajak, maka Beban Pajaknya akan juga lebih kecil dari Pajak Terutang, sehingga akan menghasilkan Aktiva Pajak Tangguhan.
Prinsip – Prinsip Alokasi Pajak
Pada dasarnya Alokasi Pajak Penghasilan bagi perusahaan sebagai wajib pajak bias mencakup 2 hal, yaitu:
1. Interperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan antar kurun tahun buku yang satu dengan era- masa tahun buku berikut atau sesudahnya. Alokasi pajak penghasilan antar periode tahun buku ini diperlukan alasannya adanya perbedaan terhadap jumlah laba kena pajak dan laba akuntansi.
2. Intraperiod Allocation
Yaitu proses alokasi pajak penghasilan dalam sebuah kala akuntansi karena adanya perbedaan tarif pajak yang dikenakan terhadap tiap- tiap komponen keuntungan atau pemasukan ( Misalnya, tarif pajak untuk keuntungan sebelum pos hebat berbeda dengan tarif pajak untuk keuntungan atau rugi luar biasa ).
Karena Undang – Undang Perpajakan di Indonesia tidak mengenal diskriminasi tarif yang diberlakukan terhadap tiap – tiap bagian laba atau pemasukan, maka dilema Intraperiod Allocation mudah tidak pernah ditemui, sehingga pembahasan lebih dititikberatkan pada persoalan Interperiod Allocation.
Metode Alokasi Pajak Interperiode
Metode alokasi pajak digunakan untuk mempertanggungjawabkan imbas – efek pajak dan bagaimana efek- imbas tersebut harus di suguhkan dalam laporan keuangan. Ada tiga metode untuk mengalokasikan pajak yaitu :
- Deferral Method ( Metode Pajak Tangguhan )
- Liability Method ( Metode Kewajiban )
- Net – of – Tax Method ( Metode Pajak Neto )
1. Deferral Method ( Metode Pajak Tangguhan )
Dalam metode ini memakai pendekatan keuntungan rugi yang menatap perbedaan perlakuan antara akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang laporan laba rugi, ialah kapan sebuah transaksi diakui dalam laporan laba rugi baik dari segi komersial maupun fiscal. Pendekatan ini mengenal ungkapan perbedaan waktu dan perbedaan permanen.
Hasil perhitungan dari pendekatan ini ialah pergerakan yang hendak diakui sebagai Pajak Tangguhan pada laporan keuntungan rugi. Metode ini lebih menekankan Matching Principle pada kala terjadinya perbedaan tersebut.
Keunggulan dan Kelemahan dari metode ini yaitu :
- Metode pajak tangguhan lebih menekankan pada pengukuran berapa besar pengematan pajak kini akibat perbedaan temporer tersebut yang dialokasikan pada masa mendatang. Sedangkan di lain pihak, sistem keharusan tekanannya pada berapa besar pengeluaran kas yang mau dijalankan di masa mendatang untuk kebutuhan pajak penghasilan terutang.
- Metode pajak tangguhan lebih obyektif kalau dibandingkan dengan sistem kewajiban, karena tidak memakai perhitungan atau perkiraan berkenaan dengan waktu pemulihan penhasilan kena pajak kini maupun pada kurun pemulihan atau tarif pajak.
- Baik sistem pajak tangguhan maupun metode kewajiban mengungkapkan secara terpisah berkenaan dengan pajak tangguhan di neraca dan keuntungan-rugi perusahaan dan tidak tergabung dalam nilai individu asset atau kewajiban, penghasilan atau biaya, seperti halnya pada tata cara pajak netto.
- Kelemahan yang serius pada sistem pajak tangguhan yaitu tidak terdapatnya konsep mendasar atau teori yang rasional yang mempermasalahkan kredit paja tangguhan. Kredit tersebut tidak memiliki atribut yang lazimnya sebagai utang berdasarkan akuntansi, dan malahan. Seolah-olah ialah klaim pemilik atas asset perusahaan. Para direksi lebih memfokuskan pada dilema laporan laba-rugi dan obyektivitas pengukuran beban pajak dalam tata cara pajak tangguhan, ketimbang perhatiannya terhadap neraca perushaan dan konstitensi teori kredit pajak tangguhan dengan ekuitas yang lain.
2. Liability Method ( Metode Kewajiban )
Metode ini memakai pendekatan neraca (balance sheet approach) yang menekankan pada kegunaan pembukuan keuangan dalam memeriksa posisi keuangan dan memprediksi pedoman kas pada periode yang hendak tiba. Pendekatan neraca menatap perbedaan perlakuan akuntansi dan perpajakan dari sudut pandang neraca, ialah perbedaan antara saldo buku berdasarkan komersial dan dasar pengenaan pajaknya.
Pendekatan ini mengenal perumpamaan perbedaan temporer dan non temporer.
Beban pajak tangguhan di laporkan di keuntungan rugi bab taksiran PPh sebagai komponen pajak tangguhan, sedangkan penghasilan pajak tangguhan mesti dilaporkan di keuntungan rugi sebagai bagian negative dari beban pajak tangguhan.
Daftar Isi
Baca Juga
3. Net – of – Tax Method ( Metode Pajak Neto )
Pada sistem ini tidak ada pajak tangguhan yang diakui. Konsekuensi dari pajak atas perbedaan temporer tidak dilaporkan secara terpisah, sebaliknya diperlakukan sebagai penyesuian atas niali aktiva atau keharusan tertentu dan penghasilan atau beban yang terkait. Dalam metode ini, beban pajak yang disuguhkan dalam laporan keuntungan rugi sama dengan jumlah pajak penghasilan yang terutang menurut SPT Tahunan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan ( PSAK 46 ) di antara ketiga tata cara tersebut, hanya Deferral Method ( Metode Pajak Tangguhan ) yang diperkenankan digunakan.
Terpilihnya metode pajak tangguhan untuk dipakai dalam penyusunan pembukuan keuangan, sebab secara biasa mampu dikatakan bahwa tata cara ini memasukkan alokasi perbedaan temporer yang komprehensif dan bukan alokasi perbedaan temporer yang parsial
Selain itu keunggulan dan kelemahan dari metode ini ialah : sistem pajak tangguhan lebih menekankan pada pengukuran berapa besar penghematan pajak sekarang akhir perbedaan temporer tersebut yang dialokasikan pada era mendatang.Sedangkan di lain pihak, sistem kewajiaban tekanannya pada berapa besar pengeluaran kas yang akan dilaksanakan di periode mendatang untuk keperluan pajak penghasilan terutang.
Perbedaan Permanen Dan Perbedaan Waktu
Perbedaan Permanen
Pada dasarnya, perbedaan permanen tersebut muncul, disebabkan oleh budi ekonomi atau disebabkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang mengharapkan penghapusan ketentuan peraturan perundang-usul perpajakan yang memberatkan salah satu sub sector dari sub sector perekonomian.
Perbedaan permanen tersebut dapat terbentuk :
- Penghasilan tertentu, baik sebagian maupun seluruhnya dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan
- Kelompok wajib pajak tertentu, baik sebagian maupun seluruhnya dibebaskan dari pembayaran pajak.
- Pengurangan khusus yang diberikan terhadap wajib pajak atau penghematan secara pilih-pilih yang diberlakukan terhadap wajib pajak tertentu.
Dengan demikian akan terjadi perbedaan selaku berikut :
- Bagian akuntansi keuangan ialah penghasilan, tetapi bagi akuntansin pajak pengahsilan tersebut bukan ialah penghasilan (tidak objek pajak) atau ialah penghasilan yang diotangguhkan pengenaan pajaknya.
- Bagian akuntansi keuangan sudah merupakan pengeluaran, tetapi bagi akuntansin pajak pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai ongkos.
- Bagian akuntansi keuangan tidak atau belum merupakan ongkos, tetapi bagia akuntansi pajak pengeluaran tersebut dapat dikurangkan sebagai biaya.
Perbedaan Waktu atau Sementara
Beda waktu tujuannya secara keseluruhan beban atau pemasukan akuntansi maupun perpajakan bantu-membantu sama, tetapi berlawanan alokasi setiap tahunnya. Beda waktu mampu berasal dari perbedaan akrual dan realisasi, penyusutan, amortisasi, dan kompensasi keruagian fiscal antara akuntansi dan perpajakan. Laba yang dihasilkan oleh perusahaan merupakan obyek pajak penghasilan. Beda waktu akan menjadikan asset atau keharusan pajak tangguhan. Perbedaan tersebut mampu dibagi dalam 4 kalangan :
- Penghasilan yang didasarkan pada akuntansi pajak sudah ialah penghasilan yang sudah dapat dikenakan pajak, namun berdasarkan akuntansi keuangan, merupakan penghasilan yang masih akan diterima.
- Penghasilan yeng menurut akuntansi pajak telah merupakan penghasilan yang sudah dikenakan pajak, tetapi menurut akuntansi keuangan, ialah penghasilan yang diterima dimuka.
- Beban atau pengeluaran yang berdasarkan akuntansi pajak telah mampu dikurangkan selaku ongkos, namun menurut akuntansi keuangan merupakan beban atau pengeluaran yang dibayar dimuka.
- Beban atau pengeluaran yang berdasarkan akuntansi pajak telah dapat dikurangkan selaku ongkos, tetapi menurut akuntansi keuangan ialah beban atau pengeluaran yang masih akan dibayar.
Pencatatan dan Penyajiannya
Pengakuan aset dan kewajiban Pajak Tangguhan dilaksanakan kepada rugi fiscal yang masih mampu dikompensasikan dan beda waktu antara laporan keuangan komersial dengan pembukuan keuangan fiscal yang dikenakan pajak, dikalikan dengan tarif pajak yang berlaku. Karena tarif Pajak Penghasilan berubah – ubah dari waktu ke waktu, maka diharapkan sebuah metode alokasi supaya diperoleh kepastian dan perlakuan yang konsisten terhadap pajak penghasailan tersebut beserta penyajiannya dalam Laporan Keuangan. Dalam aplikasinya, tarif pajak maksimum PPh 30% digunakan karena argumentasi kemudahan.
Pencatatan
Jurnal untuk mencatat timbulnya asset pajak tangguhan adalah
Aset pajak tangguhan (D)
Pendapatan pajak tangguhan (K)
Jurnal untuk mencatat timbulnya kewajiban pajak tangguhan ialah
Beban pajak tangguhan (D)
Kewajiban pajak tangguhan (K)
Penyajian pajak tangguhan
- Aset pajak dan kewajiban pajak mesti disuguhkan terpisah dari aset dan kewajiban lainnya dalam neraca.
- Aset dan kewajiban pajak tangguhan mesti dibedakan dari aset pajak sekarang (tax receivable/prepaid tax) dan keharusan pajak sekarang (tax payable).
- Aset atau kewajiban pajak tangguhan tidak boleh disuguhkan selaku aset atau keharusan lancar.
- Aset pajak kini mesti dikompensasikan (offset) dengan keharusan pajak kini dan iumlah netonya disuguhkan dalam neraca.
- Beban (penghasilan) pajak yang bekerjasama dengan laba atau rugi dari acara normal harus dihidangkan tersendiri pada laporan keuntungan rugi.
- Aset pajak tangguhan dihidangkan terpisah dengan akun tagihan restitusi PPh dan kewajiban tangguhan juga dihidangkan terpisah dengan utang PPh 29.
- PPh simpulan:
- Apabila nilai tercatat aset atau keharusan yang berhubungan dengan PPh selesai berlainan dari Dasar Pengenaan Pajaknya, maka perbedaan tersebut dilarang diakui sebagai aset atau kewajiban pajak tangguhan.
- Atas penghasilan yang sudah dikenakan PPh selesai, beban pajak diakui proporsional dengan jumlah pemasukan menurut akuntansi yang diakui pada kala berlangsung.
- Selisih antara jumlah PPh selesai yang terutang dengan jumlah yang dibebankan sebagai pajak sekarang pada perkiraan laba rugi diakui sebagai Pajak Dibayar di Muka dan Utang Pajak.
- Akun PPh selesai dibayar di tampang harus disajikan terpisah dari PPh tamat yang masih mesti dibayar.
Perlakuan akuntansi untuk hal khusus:
- Jumlah komplemen pokok dan denda pajak yang ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak mesti dibebankan sebagai pemasukan atau beban lain-lain pada Laporan Laba Rugi masa berjalan.
- Apabila diajukan keberatan dan atau banding, pembebanannya ditangguhkan.
- Apabila terdapat kesalahan mendasar, perlakuan akuntansinya mengacu pada PSAK 25 wacana Laba atau Rugi Bersih untuk era berjalan, kesalahan fundamental, dan pergeseran kebijakan akuntansi.
Penyajian dalam pembukuan keuangan
Laba sebelum PPh xxx
PPh:
• PajakKini xxx
• Pajak Tangguhan xxx (xxx)
Laba Setelah PPh xxx
Contoh Soal
Contoh 1:
Laba sebelum pajak tahun 2006 = Rp 900.000.000. Koreksi fiscal atas keuntungan tersebut yakni:
a. Pendapatan bunga deposito Rp 60.000.000.
b. Beban jamuan tanpa daftar nominatif Rp 40.000.00
c. Penyusutan fiskal lebih kecil Rp 15.000.000 daripada penyusutan komersial.
Angsuran PPh 25 Rp 20.000.000 per bulan.
Pertanyaan:
a. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
b. Tentukan PPh Kurang/Lebih Bayar.
c. Tentukan aset atau keharusan pajak tangguhan.
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya.
Jawab:
a. Laba sebelum pajak Rp 900.000.000
Koreksi beda tetap:
-/- Pendapatan bunga deposito(Rp 60.000.000)
+/+ Beban jamuan Rp 40.000.000 (Rp 20.000.000)
Total beda tetap Rp 880.000.000
Koreksi beda waktu :
Total beda tetap Rp 880.000.000
+/+ Penyusutan (Rp 15.000.000)
Total beda waktu Rp 895.000.000
b. Pajak terutang 10% x Rp 50.000.000 = Rp 5.000.000
15% x Rp 50.000.000 = Rp 7.500.000
30% x Rp 795.000.000 = Rp 238.500.000
Rp 251.000.000
Kredit PPh 25 (Rp 240.000.000)
PPh Kurang Bayar (PPh 29) Rp 11.000.000
c. Aset Pajak Tangguhan: 30% x Rp 15.000.000 = Rp 4.500.000
d. Jurnal:
Penyajian :
Laba sebelum pajak Rp 900.000.000
Pajak Kini Rp 251.000.000
Pajak Tangguhan (Rp 4.500.000)
(Rp 246.500.000)
Laba Bersih Rp 653.500.000
Contoh 2:
Laba sebelum pajak tahun 2006 = Rp 700.000.000. Koreksi fiskal atas laba tersebut yaitu:
a. Pendapatan sewa bangunan Rp 50.000.000.
b. Beban bunga pajak Rp 10.000.000.
c. Beban santunan sembako Rp 40.000.000.
d. Penyusutan komersial Rp 10.000.000 lebih tinggi dan penyusutan fiskal.
e. Pendapatan jasa giro Rp 20.000.000.
f. Beban PPh Rp 5.000.000.
g. Amortisasi fiskal Rp 15.000.000 lebih tinggi dan amortisasi komersial.
Kredit Pajak:
a. PPh 22: Rp 10.000.000
b. PPh 23: Rp 100.000.000
c. PPh 24: Rp 25.000.000
d. PPh 25: Rp 15.000.000
Pertanyaan:
a. Tentukan Penghasilan Kena Pajak.
b. Tentukan pajak Kurang/Lebih Bayar.
c. Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan.
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya.
Baca Juga
Jawab:
a. Laba sebelum pajak Rp 700.000.000
Koreksi beda tetap:
-/- Pendapatan sewa bangunan (Rp 50.000.000)
-/- Pendapatan jasa giro (Rp 20.000.000)
+/+ Beban bunga pajak Rp 10.000.000
+/+ Beban bantuan sembako Rp 40.000.000
+/+ Beban PPh Rp 5.000.000 (Rp 15.000.000)
Total beda tetap Rp 685.000.000