close

Sejarah Syria

 Sejarah Syria, https://nationalinterest.org
Kata Pengantar
Assalamu’alaykum wr.wb. dengan mengucapkan puji syukur terhadap Allah SWT alasannya adalah atas berkat-Nya lah kita masih diberikan kesehatan sampai mampu menuntaskan makalah ini dengan tepat waktu. Sholawat serta Salam juga kirimkan untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW alasannya dia lah yang menenteng kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang penih dengan ilmu pegetahuan. Alhamdulillah makalah ini telah simpulan, saya selaku penulis mengucapkan terima kasih terhadap seluruh pihak yang menolong menyelesaikan makalah ini.
Yogyakarta, 14 Februari 2019
penulis
Daftar Isi
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
BAB I 3
PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan 4
BAB II 5
PEMBAHASAN 5
A. Keadaan Geografis Syria 5
B. Sejarah Suriah Pra-Kemerdekaan 6
C. Revolusi Druze dan Kemerdekaan Suriah 8
BAB III 11
PENUTUP 11
A. Kesimpulan 11
B. Saran 11
Daftar Pustaka 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut sejarah, Islam dibagi kedalam tiga fase. Fase pertama adalah kurun klasik yang dimulai pada kurun ke-7  M hingga periode ke-13 M atau sekitar tahun 1258. Kemudian, fase kedua adalah  masa pertengahan, era ini dimulai dari runtuhnya Dinasti Abbasiyah hingga penghujung kala ke-18. Periode ketiga yakni periode terbaru, era ini ditandai dengan bangkitnya rasa nasionalisme umat Islam dalam melepaskan diri dari jajahan bangsa Barat yang terjadi sekitar kala ke-18 sampai ke-20. 
Setiap kala Islam, selalu membahas negara-negara yang ikut mewarnai dari proses usaha umat muslim. Namun dalam makalah ini, pemakalah akan membahas sejarah umat Islam pada periode modern tepatnya di negara Syria. 
Syria ialah suatu negara di Asia Barat yang orangnya 90% beragama Islam dan 10% beragama Kristen. Syria ialah salah satu negara yang memilki tanah yang subur dan berada pada titik yang strategis, sehingga banyak bangsa lain yang memperebutkannya dan pada risikonya Syria diduduki oleh bangsa abnormal. Dalam pendudukan tersebut, Syria berupaya memperjuangkan hak atas wilayahnya. Untuk itu dalam makalah ini akan diterangkan bagaimana sejarah umat Islam di Syria pada era modern.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi geografis di Syria atau Suriah?
2. Bagaimana sejarah pra-kemerdekaan Syria atau Suriah?
3. Bagaimana sejarah revolusi Druze dan kemerdekaan Syria atau Suriah?
C. Tujuan
1. Dapat mengenali keadaan geografis di Syria atau Suriah
2. Dapat mengenali dan mengetahui sejarah pra-kemerdekaan Syria atau Suriah
3. Dapat mengetahui dan mengetahui sejarah revolusi Druze dan kemerdekaan Syria atau Suriah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Keadaan Geografis Syria 
Secara geografis Syria atau Suriah tergolong salah satu negara di Timur Tengah atau Asia Barat Daya. Letak Syria atau Suriah memiliki batas dengan Turki di sebelah Utara, Irak di sebelah timur, Yordania di sebelah Selatan dan Israel, Lebanon serta Laut Tengah di sebelah barat. Luas Suriah sekitar 185. 180 km2. Syria atau Suriah beribukota di Damaskus dan bahasa resmi yang digunakan adalah bahasa arab.
Dataran pantai paling barat yakni kawasan  pertanian terbaik dan pemukiman penduduk paling besar di Syria atau Suriah.  Syria atau Suriah mempunyai dua pelabuhan utama, adalah Pelabuhan Tartus dan al-Ladhigiyah. Pelabuhan ini berada pada garis pantai di maritim tengah yang panjangnya sekitar 180 KM , diapit oleh Turki dan Lebanon. Barisan pegunungan dan beberapa lembah subur  yang ditempati beberapa kota besar, menjadi pembatas sebagian besar dataran pantai dan pedalaman. Selanjutnya, dataran tinggi dan gurun pasir berbatu terletak di sebelah timur pegunungan. Gurun pasir ini meliputi lebih dari setengah wilayah negara Suriah. Luas dari gurun pasir membentang sampai ke Yordania, Irak bab barat dan Saudi Arabia bab utara.  
Selain itu, gurun pasir Suriah juga memiliki batas dengan berbatasan dengan daerah subur di utara yang dialiri Sungai Efrat. Sebuah bendungan dibangun di sungai ini untuk menyuplai hampir 35% keperluan listrik Suriah.
B. Sejarah Suriah Pra-Kemerdekaan
Pada permulaan kurun ke-20 atau tepatnya sebelum tahun 1918, Suriah masih menjadi salah satu wilayah Turki Utsmani yang ketika itu sedang mengalami abad kemunduran. Di tengah suasana yang makin terdesak oleh negara-negara Barat, posisi Suriah menjadi kian penting bagi Utsmani. Ketika itu diupayakan agar Suriah menjadi basis ekonomi yang penting di bidang pertanian dan perindustrian.
Akan tetapi, kondisi berubah pasca kekalahan Turki Utsmani di Perang Dunia I. Banyak daerah Utsmani hasilnya menjadi kawasan jajahan negara-negara Barat, tergolong Suriah. 
Seperti halnya negara Timur Tengah yang lain, Suriah menyimpan cadangan minyak di gurun pasirnya. Selain itu Suriah juga ialah kawasan penting bagi Suez. Untuk itu, banyak negara-negara Barat memperebutkan Suriah pada kala menjelang keruntuhan Utsmani. 
Pada 16 Mei 1916 atau menjelang kekalahan Turki Utsmani di Perang Dunia I yang sudah diprediksi. Inggris, Rusia dan Perancis mengesahkan kontrakSykes-Picot yang membagi kawasan-daerah Utsmani untuk mereka. Inggris akan mendapatkan daerah di antara Laut Mediterania dan Sungai Yordan yang mencakup Yordania, Irak Selatan dan tambahan beberapa kawasan kecil termasuk pelabuhan Haifa dan Arce Palestina. Perancis akan menemukan Turki Tenggara, Irak Utara, Suriah dan Lebanon. Sementara Rusia akan menemukan Istanbul, Selat Turki dan Armenia.
Pada 5 Oktober 1918, Perancis menyerbu Suriah dan merebut Beirut. Turki yang di tengah kehancuran, membalasnya dengan menyerang Mudros pada 30 Oktober 1918. Setelah serangan Turki, Inggris dan Perancis pada 8 November 1918 prospektif kemerdekaan terhadap Suriah. Janji itu mengakibatkan berkobarnya nasionalisme Arab di Suriah. Faisal, putra dari Syarif Husain yang ingin berkuasa di Suriah menjadi pemimpin gerakan itu.
Faisal bersama T.E Lawrence (Lawrence of Arab) pergi ke London untuk memperjuangkan kemerdekaan Suriah di dalam sidang perdamaian Versailes tanggal 6 Februari 1919 M. Perjanjian Versailles menetapkan untuk mengirimkan panitia yang hendak menilik kesiapan Suriah menjadi negara merdeka. Panitia ini terdiri dari dua orang, adalah H. C king dan CH. R. Crane . Setelah diadakan pengusutan di Suriah, King dan Crane menyarankan supaya Suriah di tempatkan di bawah mandat Perancis dengan Faisal selaku rajanya. Usulan itu ditolak oleh Perancis, kesannya bangsa Arab di Suriah menjadi membenci Perancis dan semakin berkobar semangat nasionalisme Arab.
Situasi yang memanas, perkumpulan al-Fatat sebuah organisasi mahasiswa-mahasiswa arab di Perancis, berubah menjadi menjadi partai kemerdekaan Arab dan memimpin gerakan nasionalisme Suriah. Mereka juga menuntut penggunaan bahasa Arab sebagai bahasa resmi di samping bahasa Turki. 
Pada tanggal 9 Juli 1919 di Damaskus, diadakanlah Kongres Nasional yang menuntut kemerdekaan Suriah. Salah satu hasil kongres menyebutkan, bila kemerdekaan Suriah tidak mungkin dicapai maka lebih baik Suriah berada di bawah mandat Inggris atau Amerika. Sejak dikala itu, gerakan nasiolisme Suriah secara membisu-diam memperoleh tunjangan dari Inggris. Tuntutan kemerdekaan makin bergelora di Suriah, hal ini menyebabkan peperangan-pertempuran antara bangsa Arab melawan pasukan Perancis tidak mampu dihindarkan. 
Pada 11 Maret 1920, Faisal diangkat menjadi raja Suriah oleh Kongres Nasional Suriah di Damaskus. Akan tetapi pada 25 Juli 1920, Liga Bangsa-Bangsa (LBB) memutuskan Suriah berada di bawah mandat Perancis. Meskipun keputusan LBB sudah keluar, Faisal masih tetap ingin mempertahankan kekuasaannya. Disisin lain, Perancis makin muak dengan gerakan nasionalisme yang dipimpin Faisal. Akibatnya, Perancis menyerang Suriah dan merebut Damaskus. Faisal diturunkan takhta dan kesannya beliau melarikan diri.
Pasca insiden tersebut, perancis mulai mengendalikan pemerintahan di Suriah. Untuk menopang manajemen yang efektif dan untuk menghalangi perkembangan gerakan kemerdekaan, pihak Perancis membagi kawasan menjadi beberapa daerah etnis dan agama. 
Pada tahun 1920, wilayah Suriah dibagi menjadi 4 Negara bab yang bergabung dalam satu federasi. Empat negara bab itu yaitu Damaskus, Aleppo, Alawi, dan Lebanon Raya. Sementara di daerah Jabal al-Druze dibagian selatan suriah dan kawasan jazirah, dataran rendah dibagian utara suriah dan wilayah efrat, diberi hak otonomi regional.
Dengan demikian Perancis sudah membentuk framework sebuah negara Suriah terbaru, bahkan telah memaksakan pembagian etnis dan agama negeri ini sehingga menjadi kendala bagi pembentukan masyarakat nasional yang memungkinkan melakukan sebuah resim merdeka.
Meskipun demikian, bangsa Arab tetap menghendaki kemerdekaan Suriah dan nasionalisme Arab tidak dapat dipadamkan begitu saja. Usaha yang dikerjakan Perancis justru mengakibatkan semakin banyaknya gerakan nasional yang bermunculan. Dilain pihak, Perancis pun terus berusaha membendung gerakan nasionalisme dengan mengadakan pemerintahan dan kebijakan yang berubah-ubah.
C. Revolusi Druze dan Kemerdekaan Suriah
Istilah Druze berasal dari nama pemimpin mereka Mohammad al-Darazi salah seorang murid Khalifah al-Hakim (985-1021) dari Dinasti Fatimiyyah di Mesir. Sebagian orang syiah tersebut kemudian membentuk sekte tersendiri berjulukan Druze. Mereka mulai mendiami Jabal al-Druze sejak kala ke-18 M. 
Pada tahun 1923, para pemimpin Jabal al-Druze telah mencapai janji mengenai otonomi dengan otoritas Perancis. Mereka berharap menemukan tingkat otonomi yang serupa mirip saat berada dibawah pemerintahan Utsmani. 
Masyarakat Druze diperintah oleh dewan tokoh, yang disebut majelis. Majelis menentukan satu diantara mereka untuk menduduki jabatan eksekutif terbatas secara tradisional tugas ini sudah didominasi oleh keluarga al-Trash sejak tahun 1860 M. Akan tetapi tidak usang sesudah komitmen dengan Perancis dibuat, Selim al-Atrash mengundurkan diri dari jabatan tersebut. 
Kekosongan kekuasaan menimbulkan perpecahan dalam keluarga al-Atrash, alasannya adalah mereka saling merebut untuk menduduki posisi yang ditinggalkan Selim al-Atrash. Konflik internal menyebabkan majelis menentukan orang luar untuk menduduki jabatan itu untuk sementara, dengan menunjuk seorang perwira Perancis bernama Kapten Charbillet. Meskipun awalnya beliau hanya ditunjuk untuk memimpin selama tiga bulan, namun pada perkembangannya jabatannya diperpanjang tanpa tenggat waktu. 
Kapten Charbillet memulai kepemimpinannya dengan melakukan modernisasi diberbagai bidang. akan namun dalam prosesnya beliau mempesona pajak secara penuh, melucuti persenjataan penduduk, dan menggalakan kerja paksa terhadap tahanan dan petani. Tentu saja kebijakan tersebut sangat memberatkan rakyat. 
Sementara itu, Sultan Pasha al-Atrash anggota paling ambisius dari keluarga al-Atrash, mengirimkan utusan ke Beriut. Delegasi ini diutus untuk mengumumkan terhadap komisaris tinggi perancis, jendral Maurice Sarrail, bahwa kebijakan Kapten Carbillet bertentangan dengan sebagian besar masyarakatDruze. Laporan itu tidak membuat Jendral bergeming, dia justru memenjarakan utusan tersebut. Setelah kabar ini tersebar, penduudk Druze kembali mengalihkan pemberian mereka terhadap keluarga al-Atrash yang pada tiutik ini mendukung Sultan al-Atrash dan memberontak melawan Perancis dan Majelis.
Pada tanggal 23 Agustus 1925, Sultan Pasha al-Atrashsecara resmi mendeklarasikan revolusi melawan Perancis. Ia mengundang aneka macam etnis dan komunitas agama Suriah untuk melawan dominasi orang gila di tanah mereka. Sultan Pasha al-Atrash sukses meminta bantuan dari sebagian besar gerakan pemberontakan di suriah, yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Hasan al-Kharrat, Nasib al-Bakri, Abd al-Rahman shah bandar dan fauzi al-Qawuqji.
Meskipun demikian pertempuran bahwasanya telah dimulai sejak 22 Juli 1925, dengan ditandai meletusnya pertempuran al-Kafr. Kemudian pertempuran al-Mazra’a pada 2-3 Agustus 1925 dan dilanjutkan pertempuran salkhd, al-Musayfirah dan Suwayda.
Setelah serangkaian kemenangan pemberontakan, perancis mengantarribuan tentara ke suriah dan lebanon dari maroko dan senegal, yang dilengkapi dengan persenjataan modrn. Hal ini secara dramatis mengganti hasil dan memungkinkan perancis untuk merebut kembali banyak meskipun perlawanan sengit berlansung hingga trend semi 1927.
Perancis menjatuhkan hukuman mati kepada Sultan al-Atrash dan para pemimpin nasional lainnya. akan tetapi sultan al-Atrash dan beberapa pemberontak melarikan diri ke Trans-Yordan yang akhirnya mereka di ampuni.
Memasuki abad 1929-1930, perancis kembali memecah kawasan suriah pada 23 Mei 1929 Lebanon berubah menjadi Republik Lebanon dan pada 22 Mei 1930 suriah bermetamorfosis Republik Suriah. Kebijakan ini membuat suriah terpecah menjadi dua Republik, Lebanon dengan ibu kotanya di Beirut dan Suriah ibu kotanya di Damaskus. 
Dimulai pada tahun 1930-an dan terus berlanjut sampai kurun kemerdekaan, elitkonservatif Suriah mendapatkan perlawanan dari perwira meliter muda dari latar belakang kelas menengah, berpendidikan sekolah tinggi militer di Homs. Selain dari perwira militer, mereka juga memperoleh perlawanan dari kalangan intelektual dan politisi berpendidikan Barat.
Ekspresi kalangan muda yang paling kuat yakni Harakat al-Ba’ath al-Arabi (Partai Kebangkitan Arab). Partai ini didirikan pada tahun 1940 oleh Michel Aflq dan Salah al-Din Bitar, dua guru sekolah dasar suriah yang pernah belajar di paris pada dekade 1930-an. Mereka berbagi iktikad kesatuan Arab, keadilan sosial, demokrasi anti-kolonialis dan keleluasaan. Selain itu mereka juga menyebarkan perasaan religius Arabisme untuk menyegarkan semangat kebangsaan Arab.
Pada tahun 1949, mereka bergabung dengan Akram al-Hawrani, seorang agitator sosial dan aktivis sejumlah pemberontakan di Homs. Selain itu, dia juga merupakan konspirator yang mempunyai jaringan di badan militer. 
Konflik antara generasi tua dan elit pejabat militer baru dan golongan intelegensia makin memanas pada final 1940-an. Serangkaian kekalahan Perancis pada perang dunia II alhasil mengirimkan pada pembentukan sebuah rezim Suriah yang merdeka pada 24 Oktober 1945. Seiring dengan kemerdekaan suriah pasukan perancis juga meninggalkan wilayah itu. Pasukan terakhir Perancis meninggalkan Suriah pada 17 April 1946. keluarnya Perancis dari Suriah menjadi penunjukmerdekanya rakyat dari pendudukan bangsa Barat yang diakui secara internasional.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Syria atau diketahui juga dengan nama Suriah ialah negara yang berada di Timur Tengah atau Asia Barat. Bahasa resmi yang dipakai yakni bahasa Arab yang orangnya mayoritas Islam. Syria atau Suriah ialah negara yang strategis dan suatu negara yang subur. Sehingga sepanjang sejarah, Syria atau Suriah di perebutkan oleh negara-negara Barat. 
B. Saran 
Pemakalah menyadari bahwa dalam makalah ini masih mempunyai banyak kelemahan, baik dari sisi penulisan dan tumpuan yang digunakan. Untuk itu diharapkan agar para pembaca atau sobat-sobat sekalian memberi masukan yang membangun, sehingga mampu kami jadikan bahan acuan dalam memperbaiki karya selanjutnya.
Daftar Pustaka
Abdurrahman, Dudung. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta : Lesfi, 2002
https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Suriah
https://en.m.wikipedia.org/wiki/Syrian_Arab_Republic