Sastra Sunda Karya Para Menak Sunda

Perkembangan Sastra Sunda  Pengaruh agama dalam karya sastra yang ditulis oleh kaum menak  Sastra Sunda Karya Para Menak  Sunda
Perkebunan teh Gambung, Ciwidey 1889

Perkembangan Sastra Sunda
Pengaruh agama dalam karya sastra yang ditulis oleh kaum menak (ningrat), mampu dilihat dalam karangan-karangan Haji Hasan Mustapa, Hoofd Penghulu Bandung. Ia yakni salah seorang sastrawan menak yang bisa menulis dangding berbau tasawuf, baik dalam bahasa Sunda maupun dalam bahasa Jawa. Ia juga menulis buku-buku agama. 

Bupati Garut, R.A.A. Muhamad Musa Suryakartalegawa, dalam masa pensiunnya juga menulis beberapa buku agama dan menerjemahkan Al- Alquran dari kitab berbahasa Belanda. Pengaruh Barat lebih terperinci lagi pada dekade kedua /bad ke-20 dikala visi Bupati-sentris atau Menak-tris mulai ditinggalkan. 

Pada tahun 1914 Daeng Kanduruan Ardiwinata menulis suatu roman berjudul Baruang kanu Ngarora (Racun untuk kaum muda) yang warnanya lepas dari lingkungan kehidupan kabupaten dan antren yang selama satu periode lebih menjadi tema karya sastra atau karya sastra sejarah yang ditulis oleh kaum menak.

Pengarang yang lain, adalah Juhana, menulis Carita Acih dan Rusiah Nu Goreng Patut. Selain itu, buku saduran dari karya sastra Barat juga bermunculan, Tristan dan Isolde yang disadur oleh Raden Memed Hadiprawira, Graaf De Monte Cristo (karya Alexander Dumas) yang disadur oleh Raden Satjadibrata. Peranan lektur (Balai Pustaka) dalam penerbitan buku-buku amat besar. Sumber Sejarah Tatar Sunda.2003. Oleh Nina H.Lubis.dkk.


  Tokoh Sastra Sunda