Hubungan Antara Konflik dan Terjadinya Integrasi Sosial – Konflik ialah bagian dari proses sosial yang masuk akal dan tidak harus dihindari. Sebenarnya, pertentangan yang terjadi mampu berfungsi sebagai faktor positif atau pendukung bagi tumbuh kembangnya modal kedamaian sosial. Konflik juga mampu bersifat konstruktif (membangun) terhadap keutuhan kelompok dan integrasi sosial penduduk dalam skala yang lebih luas.
Manusia mempunyai keinginan untuk bergaul. Dalam pergaulannya terdapat sebuah hubungan yang saling mensugesti sehingga akan menjadikan sebuah perasaan yang saling membutuhkan. Untuk mengenal upaya manusia yang ialah bab dari penduduk nya, terdapat beberapa sikap yang bekerjasama dengan langkah-langkah dan interaksi sosial sebagai jalan untuk mencapai tujuan manusia selaku makhluk sosial. Selain itu, dalam menjaga segala tindakan dan interaksi sosial, juga terdapat nilai dan norma sosial sebagai tolok ukur evaluasi lazim yang dapat membentuk keteraturan kekerabatan antarmanusia menuju terciptanya integrasi sosial yang mantap.
Dalam pelajaran Sosiologi di Kelas X, Anda sudah mempelajari bentuk-bentuk proses sosial yang muncul akhir adanya interaksi sosial. Di antaranya terdapat proses asosiatif. Proses asosiatif yaitu proses sosial yang mengarah kepada keterpaduan atau integritas sosial. Hal ini dicirikan dengan relasi antara individual atau kalangan yang mengacu kepada adanya kesamaan, keharmonisan, dan keseimbangan. Proses ini meliputi kolaborasi (cooperation), akomodasi (accommodation), dan asimilasi (assimilation). Adanya kerja sama, kemudahan, dan asimilasi dalam kehidupan masyarakat merupakan proses sosial yang mengarah terhadap bentuk-bentuk penduduk yang terintegrasi.
Pada dasarnya, penduduk itu berada dalam keadaan integrasi dalam norma-norma dan nilai-nilai. Integrasi normatif dianggap perlu, alasannya adalah:
1. terwujudnya keselarasan norma, berafiliasi dengan berbagai tingkah laris insan dalam suasana yang berlainan;
2. terwujudnya tingkat kepatuhan yang tinggi antara norma-norma dan tingkah laris warga penduduk yang bahu-membahu. Oleh alasannya itu, akad dan konsensus nilai-nilai ialah asas integrasi sosial dalam suatu penduduk .
Masyarakat merupakan suatu tata cara yang terdiri atas komponenkomponennya. Sebagai suatu metode, penduduk memiliki fungsi integrasi untuk meraih kondisi harmonis, atau relasi serasi di antara bagian-bab dari sebuah metode sosial. Hal ini meliputi identitas penduduk , keanggotaan seseorang dalam masyarakat, dan susunan normatif dari bagian-bagian tersebut.
Sebagai contoh: ada penduduk petani, pedagang, pegawai pemerintah, pejabat, polisi, hakim, dan sebagainya. Semua itu ialah identitas insan dalam penduduk yang mempunyai fungsi antara yang satu dan yang lainnya (saling bergantung). Setiap anggota penduduk tersebut akan berlangsung sesuai hukum-hukum dalam bidang kehidupannya yang dianut selaku nilai-nilai bareng .
Misalnya petani, akan bertingkah selaku petani yang menggarap lahan pertaniannya sampai panen dan mendapatkan hasil berupa bahan pangan. Pedagang akan bertingkah sebagai penjual barang dagangannya. Demikian juga polisi, dia akan mengontrol kemudian lintas atau ketertiban di masyarakat. Semuanya saling bergantung dan tidak mungkin polisi berperilaku sebagai pedagang alasannya adalah hal ini akan menimbulkan ketidakserasian.
Anda niscaya mengetahui melalui sejarah tentang bagaimana para cowok seluruh Indonesia bersatu pada 28 Oktober 1928 di Jakarta. Mereka bantu-membantu berikrar Sumpah Pemuda untuk “satu tanah air satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesia”. Sebuah nilai yang sangat tinggi dijunjung oleh para perjaka atau mungkin kita juga masih mengingat ihwal bagaimana para mahasiswa seluruh Indonesia bersatu untuk menggulingkan pemerintah Orde Baru alasannya membela nasib bangsa dan negara dalam agenda reformasi tahun 1998 lalu. Dari dua pola sejarah tersebut, dibutuhkan Anda mampu mengambil makna dari pentingnya nilai persatuan, kesatuan, dan kebersamaan. Ingatlah sebuah peribahasa “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”.
Asas integrasi sosial tidak cuma dilandaskan sebab adanya saling kebergantungan dalam kebutuhan ekonomi, juga dapat timbul dari efek adanya konflik terlebih dahulu. Konflik yang dimaksud pastinya yaitu yang menumbuhkan perasaan atau solidaritas ke dalam. Sebagai teladan, di Afrika Selatan yang warga masyarakatnya merasakan kehidupan sarat dengan konflik dan paksaan dari orang kulit putih kepada kulit berwarna gelap. Faktor yang mendorong integrasi sosial mereka yakni paksaan politik.
Contoh lain integrasi yang dilandasi pertentangan, contohnya terjadi pertengkaran antara pelajar di dua sekolah, maka untuk mempersatukan dan menumbuhkan integrasi di antara mereka, dapat dilaksanakan lewat penggabungan ke dalam satu tim olahraga, dan setiap sekolah mewakili setengah pemain. Apabila tim sudah terbentuk, dilakukan pertandingan persahabatan. Dengan demikian, kedua sekolah yang terlibat tawuran akan bersatu menjadi pendukung tim olahraga yang sudah dibentuk bareng .
Agar di dalam masyarakat integrasi mampu berlangsung dengan baik, perlu diamati faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kehidupan masyarakat, seperti tujuan yang mau dicapai penduduk , sistem sosial, sistem langkah-langkah, dan sistem sanksi.
Dengan kata lain, aspek-faktor yang memengaruhi proses integrasi sosial adalah:
1. tercapainya sebuah konsensus tentang nilai-nilai dan normanorma sosial;
2. norma-norma yang berlaku konsisten dan tidak berganti-ubah;
3. adanya tujuan bareng yang mau diraih;
4. anggota masyarakatnya merasa saling bergantung dalam mengisi keperluan-kebutuhannya;
5. dilatarbelakangi oleh adanya konflik dalam suatu golongan.
Integrasi sosial juga mampu terwujud karena adanya keteraturan sosial. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi keteraturan sosial; antara lain pengendalian sosial dan wewenang, budbahasa istiadat, norma aturan, prestise, dan kepemimpinan. Untuk menciptakan integrasi sosial dalam rangka merealisasikan keteraturan sosial dibutuhkan upaya-upaya dari banyak sekali komponen penduduk melalui langkah-langkah yang optimal dan berkesinambungan.
Di antara sekian banyak langkah yang mampu dijalankan dalam penanganan sosial budaya menuju integrasi sosial adalah sebagai berikut.
1. Pembangunan Pendidikan
Pendidikan pada hakikatnya ialah proses menemukan identitas seseorang. Proses pendidikan yang benar yakni yang membebaskan seseorang dari berbagai kungkungan, atau penyadaran akan kesanggupan seseorang. Proses pendidikan tidak cuma dilihat selaku suatu proses yang terjadi dalam forum formal seperti sekolah. Lembaga informal pun merupakan sarana yang mampu mendidik seseorang. Sebagai forum sosial, sekolah merupakan bagian dari proses pendidikan yang juga merupakan proses pembudayaan.
Pengembangan sistem pendidikan yang diselenggarakan mesti memikirkan dan mengacu pada prinsip-prinsip berikut.
a. Moral agama. Hal ini berhubungan dengan upaya kenaikan
keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur.
b. Ideologis filosofis. Pelaksanaan proses pendidikan hendaklah berasaskan Pancasila (sebagai dasar serta persepsi hidup berbangsa dan bernegara) yang mengarah pada penguatan integritas nasional.
c. Psikologis, mengupayakan peningkatan atau pencapaian keseimbangan etika, akal, estetika, dan kinestetika.
d. Sosial budaya, berkaitan dengan upaya kenaikan atau pencapaian kepribadian yang mantap dan mandiri serta bertanggung jawab.
e. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak azazi insan, nilai keagamaan, dan nilai kultural, serta kemajemukan bangsa. Tumbuhnya demokrasi dalam proses pendidikan mendorong tumbuhnya pendekatan multikulturalisme dalam pendidikan.
f. Sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna.
g. Sebagai sebuah proses pembudayaan dan pemberdayaan penerima bimbing yang berjalan sepanjang hayat.
h. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan membuatkan kreativitas akseptor didik dalam proses pembelajaran.
i. Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
j. Memberdayakan seluruh unsur penduduk lewat peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian kualitas layanan masyarakat.
Prinsip-prinsip tersebut mampu dijadikan sebagai landasan tata cara pendidikan dengan harapan mampu menawarkan bantuan bagi pencapaian pembangunan nasional. Tentunya dengan mengamati juga pelaksanaan sistem pendidikan yang semesta (terbuka bagi seluruh rakyat dan berlaku di seluruh wilayah negara), menyeluruh (mencakup semua jalur, jenjang, serta keterkaitan antara pendidikan nasional dan perjuangan pembangunan nasional), dan terpadu.
2. Manajemen Konflik
Terdapat banyak konflik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Ross (1993) mengemukakan dua sumber pertentangan yang terjadi dalam suatu organisasi atau kelompok, yakni teori struktur sosial dan teori psychocultural. Teori struktur sosial menekankan persaingan antara pihak-pihak yang berkepentingan sebagai motif utama sebuah pertentangan, sedangkan teori psycocultural lebih menekankan kekuatan psikologi dan kultural.
Kedua sumber konflik tersebut membutuhkan penanganan yang berlawanan. Teori struktural pertanda bahwa strategi manajemen konflik memerlukan perubahan keadaan organisasi pihak tersebut secara mendasar. Kepentingan yang bermacam-macam sungguh susah untuk dijembatani. Adapun teori psycocultural dalam melaksanakan administrasi pertentangan memfokuskan pada proses yang mampu mengganti persepsi atau memengaruhi korelasi antara pihak-pihak kunci. Dalam teori ini, kepentingan lebih bersifat subjektif dan dapat berganti dibandingkan dalam pandangan teori struktural.
Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk menghalangi konflik yang mengarah pada kekerasan ialah lewat administrasi konflik dengan mekanisme dan versi pengelolaan pertentangan. Konflik sosial budaya yang terjadi sebenarnya dapat dinetralisasi dengan membuat konsensus. Konsensus ini pada gilirannya akan dapat mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan antargolongan dalam penduduk . Setiap ketegangan dan penyimpangan yang terjadi akan selalu mampu dicarikan rujukannya lewat konsensus yang sudah disepakati bareng . Dengan demikian, pertentangan yang terjadi tidak akan mempunyai kecenderungan ke arah kekerasan sehingga integrasi sosial budaya akan dapat tercapai.
3. Meningkatkan Modal Sosial
Konsep ini diperkenalkan oleh Robert Putnam ketika meneliti masyarakat Italia tahun 1985. Mereka memiliki kesadaran politik yang tinggi dan setiap individu memiliki minat besar untuk terlibat dalam masalah publik. Hubungan antaranggota penduduk lebih bersifat horizontal karena semua penduduk mempunyai hak dan keharusan yang sama.
Modal sosial adalah norma dan jaringan yang melancarkan interaksi dan transaksi sosial sehingga segala permasalahan bareng dalam penduduk dapat diselenggarakan dengan mudah. Dalam modal sosial menampung kemampuan warga masyarakat untuk mengatasi persoalan publik dalam iklim demokratis. Oleh alasannya adalah itu, terjalin kerja sama antarwarga untuk menciptakan tindakan kolektif.
Pengembangan praktik modal sosial tumbuh dari prinsip seperti kita mesti berbaik sangka pada sesama dan menghindari rasa curiga. Prinsip tersebut sangat baik untuk membangun modal sosial sebab perilaku toleran yang harus dipelihara sehingga tercipta suatu kolaborasi antarindividu atau antarkelompok masyarakat. Modal sosial konkret, mirip arisan, bantu-membantu, dan lainnya dapat digunakan selaku kosmetik akal pembangunan ekonomi.
4. Pembangunan Komunitas
Komunitas mengacu pada kesatuan hidup sosial yang ditandai dengan interaksi sosial yang lebih jelas diketahui dan disadari oleh anggota-anggotanya. Pengertian komunitas tidak selamanya mengacu pada individu dan perkotaan secara keseluruhan. Komunitas bisa tersusun dari kalangan-kalangan permukiman di lingkungan RT, RW, desa, kecamatan. Komunitas juga dapat berbentuk partai politik, organisasi profesi, organisasi swadaya masyarakat yang formal dan asosiasi agama, budaya, kegemaran, atau paguyuban keluarga, dan sebagainya. Ciri yang penting dari komunitas adalah bahwa interaksi antaranggota berjalan dalam intensitas dan frekuensi yang tinggi, saling mengenal, saling menolong, dan kerja sama.
5. Demokratisasi
Secara lazim diyakini bahwa demokratisasi mampu bekerja selaku metode pengelolaan ataupun pencegahan pertentangan. Hal ini terbukti dari beberapa catatan sejarah yang mengangkat demokrasi mempunyai fungsi lebih baik dalam pengelolaan hening bagi konflikkonflik dibandingkan tata cara-tata cara lain. Fakta konkret bahwa negara demokratis lebih kecil kemungkinannya untuk berperang dengan sesama negara demokratis.
Melalui demokratisasi, setiap perselisihan yang timbul diproses, diperdebatkan, dan direspons. Pemerintahan yang demokratis memper bolehkan kekecewaan diekspresikan secara terbuka dan menerima respons. Dengan kata lain, demokrasi bertindak selaku tata cara pengelolaan konflik tanpa kembali terjebak pada kekerasan. Sebagai teladan, sering terjadinya demonstrasi di Indonesia akhirakhir ini setelah kala reformasi adalah wujud dari kebebasan negara dalam menuju demokratisasi. Bandingkan dengan zaman sebelum reformasi, masyarakat dikungkung dan dibungkam kebebasannya dalam berekspresi dan berpendapat tentang ketidakpuasannya.
6. Memberdayakan Pekerjaan Sosial
Pekerjaan sosial ialah sebuah profesi pertolongan kema nusiaan yang fokus utamanya membantu fungsi dari sosial individu, keluarga, dan penduduk dalam melaksanakan tugas-tugas sosialnya. Penanganan pertentangan ataupun pembangunan modal kedamaian sosial dalam perspektif pekerjaan sosial dilakukan melalui tiga arah secara terintegratif, adalah mikro (individu dan keluarga), messo (kelompok dan forum-lembaga swadaya), dan makro (negara). Dalam konteks makro, contohnya, kebijakan publik yang kondusif diyakini sebagai perabotan penting dalam pembangunan modal kedamaian sosial. Di negara-negara Barat, metode kebijakan sosial dan jaminan sosial pada hakikatnya merupakan upaya untuk mereduksi ketimpangan dan keadilan sosial secara melembaga yang pada gilirannya menjadi penopang modal kedamaian sosial.
Model dan peranan pekerja sosial dalam menanggulangi pertentangan bisa dipertimbangkan sebagai masukan bagi pendekatan strategi pembangunan serta integrasi bangsa Indonesia. Ada beberapa tugas yang dapat dikerjakan ketika menangani pertentangan dalam pekerjaan sosial.
Tiga peran berikut adalah mediator, fasilitator, dan broker, sangat relevan dalam proses penanganan konflik dan dapat dijadikan versi bagi para pendamai, terutama bagi mereka yang terlibat dalam aktivitas-acara pembimbingan sosial yang bertugas di lapangan. Peran mediator dijalankan pada tahap berlangsungnya konflik. Adapun tugas fasilitator dan broker biasanya dilaksanakan pada fase “pascakonflik” yang “pertempuran” dan “benturan-benturan fisik” telah menurun.
Dua peran ini sering pula diterapkan pada tahap prakonflik atau pencegahan konflik.
a. Mediator
Peran perantara dilaksanakan pada dikala terdapat perbedaan yang menonjol dan mengarah pada pertentangan fisik antara banyak sekali pihak. Mediator dapat berperan sebagai orang ketiga di antara anggota golongan yang terlibat golongan.
Kegiatan-kegiatan yang mampu dijalankan dalam melakukan tugas mediator mencakup perjanjian perilaku, negosiasi, pendamai pihak ketiga, serta banyak sekali macam penanganan suasana kedaruratan. Dalam mediasi, upaya-upaya yang dikerjakan pada hakikatnya diarahkan untuk meraih “solusi menang-menang” (win-win solution). Hal ini berbeda dengan tugas selaku “pembela” (advocate) yang perlindungan diarahkan untuk mengungguli kasus klien atau menolong klien mengungguli dirinya sendiri.
Beberapa teknik dan kemampuan yang dilakukan tugas perantara:
1) mencari persamaan nilai dari pihak-pihak yang terlibat pertentangan;
2) menolong setiap pihak biar mengakui legitimasi kepentingan pihak lain;
3) menolong pihak-pihak yang bertikai dalam mengidentifikasi kepentingan bersama;
4) hindari suasana yang mengarah pada munculnya keadaan menang dan kalah;
5) berusaha untuk melokalisasi pertentangan ke dalam berita, waktu, dan daerah yang spesifik;
6) membagi konflik ke dalam beberapa gosip;
7) membantu pihak-pihak yang bertikai untuk mengakui bahwa mereka lebih mempunyai faedah jikalau melanjutkan sebuah hubungan ketimbang terlibat terus dalam konflik;
8) memfasilitasi komunikasi dengan cara mendukung mereka supaya mau mengatakan satu sama lain; dan
9) memakai mekanisme-mekanisme persuasi.
b. Fasilitator
Peranan “fasilitator” sering disebut selaku “pemungkin” (enabler). Keduanya bahkan sering dipertukarkan satu-sama lain. Seperti dinyatakan Parsons, Jorgensen dan Hernandez (1994), “The traditional role of enabler in social work implies education, facilitation, and promotion of interaction and action”. Fasilitator bertanggung jawab membantu klien menjadi bisa menanggulangi tekanan situasional atau transisional.
Adapun kerangka pola perihal tugas yang mampu dijalankan oleh seorang fasilitator, antara lain:
1) mendefinisikan keanggotaan atau siapa yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan acara;
2) mendefinisikan tujuan keterlibatan;
3) mendorong komunikasi dan hubungan, serta menghargai pengalaman dan perbedaan-perbedaan;
4) memfasilitasi keterikatan dan kualitas sinergi sebuah metode, mendapatkan kesamaan dan perbedaan;
5) memfasilitasi pendidikan, membangun wawasan dan keahlian;
6) menawarkan model atau pola dan memfasilitasi perjuangan untuk pemecahan problem bareng sehingga mendorong kegiatan kolektif;
7) mengidentifikasi duduk perkara-masalah yang hendak dipecahkan;
8) memfasilitasi penetapan tujuan;
9) merancang solusi-solusi alternatif;
10) mendorong pelaksanaan tugas;
11) memelihara korelasi tata cara; dan
12) memecahkan konflik.
c. Broker
Pada pemahaman biasa , seorang broker membeli dan menjual saham dan surat berguna lainnya di pasar modal. Seorang broker berusaha untuk mengoptimalkan laba dari transaksi tersebut sehingga klien dapat menemukan keuntungan sebesar mungkin. Pada ketika klien menyewa seorang broker, klien meyakini bahwa broker tersebut mempunyai wawasan perihal pasar modal, pengetahuan yang diperoleh terutama menurut pengalamannya sehari-hari.
Dalam konteks penanganan konflik, broker sukarelawan tidak jauh berbeda dengan tugas broker di pasar modal. Seperti halnya di pasar modal, dalam penanganan konflik terdapat “klien” atau “pelanggan”, adalah kelompok-kalangan yang berselisih. Namun, sukarelawan melaksanakan transaksi dalam pasar lain, adalah jaringan pemberian sosial. Selain pengetahuan perihal mutu pelayanan sosial di sekitar lingkungannya, pemahaman dan penghargaan sukarelawan kepada nilai-nilai pluralisme (non-judgemental, individualisation, self determination) sungguh penting untuk menghindari pertentangan kepentingan dan mempertahankan kenetralan.
Dalam proses penanganan pertentangan, ada tiga prinsip utama dalam melakukan peranan sebagai broker, ialah:
1) bisa mengidentifikasi dan melokalisasi sumber-sumber kemasyarakatan yang tepat;
2) mampu menghubungkan konsumen atau klien dengan sumber secara konsisten;
3) bisa menganalisa efektivitas sumber dalam kaitannya dengan kebutuhan-keperluan klien.
Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan makna broker seperti telah dijelaskan di tampang. Peranan selaku broker meliputi “menghubung kan klien dengan barang-barang dan jasa serta mengendalikan mutu barang dan jasa tersebut. Dengan demikian, ada tiga keyword dalam pelaksanaan tugas sebagai broker, yakni: menghubungkan (linking), barang-barang dan jasa (goods and services), dan pengontrolan mutu (quality control).
Parsons, Jorgensen dan Hernandez, mengambarkan ketiga konsep tersebut, yakni selaku berikut.
1) Linking adalah proses menghubungkan orang dengan lembagalembaga atau pihak-pihak yang lain yang mempunyai sumbersumber yang diharapkan. Linking tidak sebatas hanya memberi isyarat terhadap orang tentang sumber-sumber yang ada. Lebih dari itu, ia juga mengaitkan klien dengan sumber referal, mendistribusikan sumber, dan menjamin bahwa barang-barang dan jasa dapat diterima oleh klien, melakukan tindak lanjut.
2) Goods mencakup yang aktual, mirip masakan, uang, busana, perumahan, obat-obatan. Adapun service mencakup keluaran pelayanan lembaga yang dirancang untuk memenuhi keperluan hidup klien. Misalnya, perawatan kesehatan, pendidikan, pelatihan, konseling, dan pengasuhan anak.
3) Quality Control adalah proses pengawasan yang dapat menjamin bahwa produk-produk yang dihasilkan lembaga menyanggupi tolok ukur kualitas yang telah ditetapkan. Proses ini memerlukan monitoring terus-menerus kepada forum dan semua jaringan pelayanan untuk menjamin bahwa pelayanan memiliki kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan setiap ketika.
Anda sebagai bab dari anggota masyarakat perlu kiranya mengerti konflik yang kerap terjadi. Dengan mengerti konflik, diharapkan berkembang sikap dan langkah-langkah toleransi yang tinggi, dapat mengurangi pertentangan, dan merealisasikan integrasi sebagai bentuk kedamaian sosial.
7. Strategi Kebijakan Publik
Secara garis besar, kebijakan-kebijakan publik dapat dikelompokkan ke dalam empat sasaran berikut.
a. Membangun penduduk dalam menolong pencapaian tujuantujuan pemerintah. Peningkatan investasi-investasi sosial dan pendistribusian pelayanan-pelayanan sosial dasar yang lebih luas dan adil.
b. Membantu penduduk dalam menyanggupi keperluan-kebutuhannya. kebijakan dalam kategori ini meliputi desentralisasi pengerjaan keputusan dan peningkatan acara-program pengembangan masyarakat yang mampu meningkatkan kemam puan mereka dalam mewujudkan kepentingankepentingannya.
c. Peningkatan masyarakat madani, meliputi perlindungan hak asasi insan, kebebasan berorganisasi, mengemukakan usulan, dan penetapan struktur-struktur hukum bagi forum-lembaga swadaya masyarakat.
d. Peningkatan partisipasi penduduk . Kebijakan ini ditujukan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat biar mampu menawarkan masukan bagi perumusan kebijakan dan praktikpraktik pemerintahan yang menjamin konsultasi dan pengukuhan hakiki terhadap fungsi organisasi lokal.
Sekian materi mengenai Hubungan Konflik dengan Terjadinya Integrasi Sosial dari , supaya berguna.