Pendekatan Pluralisme Budaya dalam Menangani Konflik di Indonesia – Indonesia merupakan sebuah formasi kepulauan yang terdiri atas aneka macam ragam kebudayaan. Adapun masyarakatnya merupakan penduduk yang multikultural. Banyak pertentangan terjadi di Indonesia mirip masalah Sampit di Kalimantan, pertentangan di Poso dan Ambon, konflik antarsuku di Papua, dan pertentangan-pertentangan lain. Konflik tersebut lebih banyak diakibatkan oleh kemajemukan dalam penduduk , baik secara vertikal maupun horizontal.
Secara sosiologis, penduduk multikultural memiliki kesempatanriskan pertentangan yang disebabkan oleh beberapa aspek, yakni:
1. harga diri dan pujian setiap pihak terganggu;
2. adanya perbedaan kebudayaan yang dimiliki setiap etnis;
3. adanya benturan kepentingan (politik, ekonomi, kekuasaan);
4. pergantian sosial yang terlalu cepat mampu mengganggu keseimbangan metode.
Konflik yang sering terjadi di Indonesia ialah sebuah masalah yang kompleks dan membutuhkan solusi yang menyeluruh dan integratif dari berbagai pendekatan.
Terdapat dua bagian kuat yang sering bergabung dalam konflik internal, mirip halnya yang terjadi di Indonesia, yakni:
1. identitas, yang berkaitan dengan mobilisasi orang dalam kelompok-kelompok identitas komunal yang berdasarkan ras, agama, bahasa, dan seterusnya;
2. distribusi, adalah cara untuk membagi sumber daya ekonomi, sosial, dan politik dalam suatu masyarakat. Ketika distribusi dianggap tidak adil yang berhubungan dengan perbedaan identitas.
Misalnya, sebuah kalangan agama kekurangan sumber daya tertentu yang didapat dari kelompok lain. Kita memperoleh adanya potensi konflik ialah variasi dari faktor besar lengan berkuasa yang didasarkan pada identitas dengan pandangan yang lebih luas ihwal keadilan ekonomi dan sosial yang sering menyalakan pertentangan yang mengakar.
Karakteristik yang mencolokdari konflik internal ialah tingkat ketahanannya sebab pertentangan seperti ini sering didasarkan pada informasi identitas. Istilah yang sering dipakai dalam pertentangan mirip ini ialah konflik etnis. Konflik disebabkan oleh aspek apapun (agama, ras, budaya, keturunan, sejarah) yang dianggap selaku identitas mendasar dan yang menyatukan mereka menjadi sebuah golongan maka merasa berkewajiban untuk melakukan kekerasan demi melindungi identitas mereka yang terancam.
Faktor-aspek yang berhubungan dengan identitas mendasar sering bercampur dengan konflik dalam pendistribusian sumberdaya. Misalnya kawasan, kekuasaan ekonomi, kesempatan lapangan kerja, dan sebagainya. Ketika identitas dan gosip pendistribusian dibaurkan, akan menjadi kesempatan bagi pemimpin yang oportunistik untuk mengeksploitasi dan memanipulasi. Hal ini menjadi potensi pertentangan yang paling tinggi dan banyak terjadi di Indonesia, khususnya sesudah era reformasi hingga sekarang.
Pendekatan pluralisme budaya merupakan sebuah alternatif dalam kaitannya dengan korelasi sosial di antara kalangan-golongan etnis dan kebudayaan. Pendekatan ini dapat dijadikan sebagai seni manajemen pemecahan pertentangan dan pembangunan modal kedamaian sosial. Pluralisme menunjuk pada perilaku penghormatan antara berbagai golongan dalam masyarakat dan penghormatan kaum lebih banyak didominasi terhadap minoritas dan sebaliknya, yang memungkinkan mereka mengekspresikan kebudayaan mereka tanpa praduga dan permusuhan. Daripada berusaha untuk mengeliminasi karakter etnis, pluralisme budaya berjuang untuk memelihara integritas budaya. Pluralisme menyingkir dari penyeragaman, seperti kata Kleden (2000:5), “…penyeragaman ialah kekerasan terhadap perbedaan, pelecehan seksual terhadap bakat, dan terhadap potensi insan.”
Tabel 2.1 memberikan model sederhana mengenai pendekatan pluralisme budaya dalam mengerti dan memecah kan konflik antaretnis. Fokus intervensinya meliputi tiga daerah: mikro, messodan makro yang melibatkan banyak sekali isu personal, interpersonal, dan sosiokultural.
Sekian materi mengenai Pendekatan Pluralisme Budaya dalam Menangani Konflik di Indonesia dari Sosiolog Ada, agar bermanfaat.