Penting bagi setiap manusia untuk menimba ilmu. Karena dengan mempunyai ilmu banyak hal yang bisa kita dapati. Sebagaimana sebuah pepatah Arab.
مَنْ اَرَدَ الّدُ نْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَدَ اْلاَخِرَةِ فَعَلَيْهِ بِالْعِلمِ وَمَنْ اَرَدَ هُمَا مَعًا فَعَلَيهِ بِالْعِلْمِ
Siapa yang ingin dunia (hidup di dunia dengan baik), hendaklah beliau bakir, siapa yang ingin darul baka (hidup di alam baka nanti dengan bahagia) hendaklah ia bakir, siapa yang ingin keduanya, hendaklah bakir
Dalam setiap peluang kita akan dituntut untuk memiliki wawasan. Baik wawasan secara sederhana hingga pengetahuan paling sukar di dunia.
Contoh saja untuk kehidupan sehari-hari. Kita hidup butuh makan, jikalau kita tidak tahu bagaimana ilmunya mengolah makanan apa kita bisa makan? Lalu dari mana kita bisa menerima bahannya. Kita perlu duit.
Sedang duit bagaimana kita menerimanya? Tentu kita mesti kerja. Ketika kita ingin bekerja maka otomatis kita perlu ilmu untuk pilihan kerja yang kita tempati. Kesimpulannya di manapun dan apapun yang kita lakukan kita harus tahu ilmunya dahulu. Sabda Nabi SAW;
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَي كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut ilmu itu wajib atas tiap-tiap muslim. (HR Bukhari dan Muslim)
Di sini akan dipaparkan sedikit tentang pemahaman ilmu dan pentingnya menunutut ilmu untuk muhasabah diri.
Pengertian Ilmu
Ilmu telah menjadi kata bahasa Indonesia sehari- hari, menurut kamus besar bahasa Indonesian ilmu adalah pengetahuan atau kepandaian baik yang tergolong jenis kebatinan maupun yang berkenaan dengan kondisi alam dan sebagainya.
Kata ilmu diambil dari bahasa Arab, berasal dari kata jadian ‘alima- ya’lamu- ‘ilman (عَلِمَ يَعْلَمُ عِلْماً ). ‘Alima sebagai kata kerja yang mempunyai arti mengetahui. Quraish shihab menjelaskan, kata ilmu dengan berbagai bentuknya dalam Quran terulang 854 kali.
Selanjutnya menurut Quraish shihab makna ilmu dari sisi bahasa memiliki arti “kejelasan” dari semua kata bentukan dari akar katanya mempunyai makna kejelsan. Ilmu yaitu wawasan yang jelas tetntang segala sesuatu, sekalipun demikian kata ilmu berlainan dengan ‘arafa (mengenali), ‘akil (yang mengenali), dan ma’rifah (pengetahuan). Dalam Quran Allah SWT tidak dinamakan ‘Arif, tetapi ‘Alim yang berkata kerja ya’lamu (beliau mengetahui) dan lazimnya Alquran memakai kata terserebut untuk Allah SWT yang mengetahui sesuatu yang mistik, tersembunyi dan belakang layar. Kaprikornus ilmu secara lughawi adalah mengetahui sesuatu secara dalam , sampai menjadi jelas.
Dalam persepsi Al-Alquran, ilmu ialah keutamaan yang menyebabkan insan unggul terhadap makhluk- makhluk lain guna melaksanakan fungsi kekhalifahan. Hal ini tercermin dari dongeng kejadian manusia pertama dalam Al Alquran surat Al-Baqarah ayat 31-32 :
Dan Dia mengajarkan terhadap Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya terhadap Para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah terhadap-Ku nama benda-benda itu jikalau kamu mamang benar orang-orang yang benar!” mereka menjawab: “Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang sudah Engkau ajarkan terhadap kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengenali lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah : 31-32)
Menurut Al-Alquran, manusia memiliki kesempatanuntuk menjangkau ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Karena itu bertebaran ayat yang menyuruh manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan betapa tinggi kedudukan orang yang berpengetahuan. Sebagai mana firman Allah dalam surat Al-Mujadalah ayat 11: Hai orang-orang beriman jika kamu dibilang kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, Maka lapangkanlah pasti Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan jika dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu wawasan beberapa derajat. dan Allah Maha mengenali apa yang kau kerjakan. (QS. Al-Mujadalah : 11)
Menurut pandangan Alquran seperti yang diisyaratkan oleh wahyu pertama ilmu terdiri dari dua macam. Pertama, ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia, dinamai ilmu laduni, mirip diinformasikan antara lain dalam Quran surat Al kahfi ayat 65:
Lalu mereka berjumpa dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang sudah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. (QS. Al-Kahfi : 65)
Kedua, ilmu yang diperoleh sebab perjuangan insan dinamai ilmu kasbi, ayat- ayat ilmu kasbi jauh lebih banyak dari pada yang berbicara ihwal ilmu laduni. Pembagian ini berdasarkan shihab disebabkan alasannya adalah dalam pandangan Alquran terdapat hal- hal yang ada namun tidak mampu dikenali lewat upaya manusia sendiri.
Dengan demikian objek ilmu meliputi bahan dan non bahan, fenomena dan non fenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, dimengerti oleh insan pun tidak.
Pentingnya Menuntut Ilmu (Belajar)
Nabi Saw bersabda kepada Abu Dzar Al Ghifari
لأَنْ تَغْدُوَ فَتَعَلَّمَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ تُصَلِّىَ مِائَةَ رَكْعَةٍ
Bahwa sebetulnya engkau pergi untuk mempelajari suatu ayat dari kitab Allah ialah lebih baik ketimbang engkau melakukan shalat seratus raka’at. (HR. Ibnu Majah)
Imam Al-Ghazali juga menatap bahwa mencar ilmu atau menimba ilmu adalah sangat penting serta menganggap selaku aktivitas yang terpuji. Untuk pertanda keutamaan mencar ilmu tersebut Imam Al-Ghazali mengutip beberapa ayat Al-Qur’an, hadits Nabi serta atsar. Di antara ayat , hadits dan atsar yang dikutip tersebut, yakni :
Allah berfirman : Tidak sepantasnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap kelompok di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka perihal agama dan untuk memberi perayaan kepada kaumnya jika mereka telah kembali kepadanya, agar mereka itu dapat mempertahankan dirinya. (QS. At-Taubah : 122)
Nabi saw. bersabda: “Barang siapa menjalin sebuah jalan untuk berguru, maka dianugerahi Allah kepadanya jalan ke surga.” (HR. Muslim)
Nabi saw. bersabda pula: “Sesungguhnya malaikat itu membentangkan sayapnya terhadap penuntut ilmu tanda rela dengan usahanya itu” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Al-Hakim dari Shafwan bin Assal)
Nabi saw. bersabda: “Bahwa bahu-membahu engkau berlangsung pergi mempelajari suatu bab dari ilmu yakni lebih baik baginya dari dunia dan isinya” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Abdul-Birri dari Al-Hasan Al-Bashari)
Abu Darda’ra. berkata: “Lebih suka aku mempelajari satu problem dibandingkan dengan beribadah satu malam.”
Dan ditambahnya pula: “Orang yang berilmu dan menimba ilmu berserikat pada kebajikan dan insan lain yakni kolot tidak ada kebajikan kepadanya.”
Atha’ berkata: “Majelis ilmu wawasan itu, menutupkan tujuh puluh majelis yang tidak berguna.”
Imam Asy-Syafi’i berkata: “Menuntut ilmu itu yakni lebih utama daripada berbuat ibadah sunnah.”
Abu Darda’ berkata: “Barang siapa berpendapat bahwa pergi menuntut ilmu bukan jihad, maka adalah dia orang yang kurang fikiran dan akal.”
Belajar atau menuntut ilmu mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Dengan belajar orang menjadi bakir, ia akan mengetahui terhadap segala sesuatu yang dipelajarinya. Tanpa menuntut ilmu orang tidak akan mengetahui sesuatu apapun.
Di samping berguru dapat untuk menambah ilmu wawasan baik teori maupun praktik, belajar juga dinilai selaku ibadah kepada Allah. Orang yang belajar betul-betul disertai niat lapang dada beliau akan menemukan pahala yang banyak. Belajar juga dinilai sebagai tindakan yang mampu menghadirkan ampunan dari Allah SWT. Orang yang belajar dengan niat lapang dada kepada Allah diampuni dosanya.
Demikian pentingnya berguru dan manfaatnya dalam kehidupan ini sehingga dihargai sebagai jihad fisabililah yaitu pahalanya sama dengan orang yang pergi berperang dijalan Allah untuk membela kebenaran agama.
Sumber :
[1] Al- Ghazali, Ihya’ Ulumuddinjilid 1,terj.Prof.Taman Kanak-kanak.H.Ismail Yakub MA.SH ”Ihya’ Al- Ghazali jilid 1, cet VI (Semarang :CV Faizan, 1979)
[2] Sofiyah Ramadhani, E. S, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung).
[3] Dr. M. Ramli Hs., M.Ag.,dkk, Mengenal Islam, (Semarang : Unnes, 2007)
[4] Departemen Agama RI, Quran Dan Terjemah, (Bandung :Piponegoro : 2000)
[5] Dr. Hj. Nur Uhbiyati, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 2003)