close

Penanganan Tindakan Melawan Hukum Perikanan Oleh Ppns Perikanan Di Era Pandemi Covid-19

World Health Organization (WHO) pada tanggal 11 Maret sudah menginformasikan status pandemi global untuk Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)[1], sebulan kemudian pada tanggal 13 April 2020 pemerintah Indonesia memutuskan Covid-19 selaku tragedi nasional melalui Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2020.  Upaya yang ditempuh oleh pemerintah dalam mencegah penularan dan penyebaran Covid-19, dikerjakan lewat kampanye social distancing dan physical distancing, yang selanjutnya disertai dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di banyak sekali kawasan. Hal ini tentunya mempunyai efek pada sektor sosial, ekonomi, dan tentunya penegakan aturan.
Respon cepat kemudian dilakukan oleh beberapa kementerian/forum (K/L) dengan mengeluarkan berbagai kebijakan di sektor aturan untuk pencegahan pandemi Covid-19 ini namum proses peradilan tetap mesti berlangsung, setidaknya ada tiga forum yang terlibat dalam proses peradilan cepat menyikapi hal ini adalah :

Pertama, Mahkamah Agung menerbutkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 yang diterbitkan tanggal 23 Maret 2020, edaran dimaksud menjadi dasar pi­jakan bagi lem­baga peradi­lan kai­tan­nya dalam proses pene­gakan aturan  pi­dana, yang kemudian pada tanggal 26 Maret 2020 Badan Peradilan Umum MA mengeluarkan Memorandum Nomor 72/DJU/PS.003/2020 terkait sidang pidana secara telekonfrensi;
Kedua, Kementerian Hukum dan HAM mempublikasikan Surat Menteri Hukum dan HAM kepada Ketua MA, Jaksa Agung dan Kapolri nomor M.HH.PK.01.01.01-04 tanggal 24 Maret 2020 tentang Penundaan Sementara Pengiriman Tahanan ke Rutan/Lapas di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM selaku Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19, yang memberikan bahwa terhitung mulai tanggal 18 Maret 2020, acara pelayanan kunjungan, penerimaan tahanan baru dan aktivitas sidang ditangguhkan sampai tenggat waktu yang akan diberitahukan lalu serta dimohon semoga dilaksanakan penundaan pengiriman tahanan ke Rutan/Lapas di lingkungan Kemenkumham; dan
Ketiga, Kejaksaan Agung mengeluarkan surat yang ditandatangani oleh Jaksa Agung wacana Optimalisasi Pelaksanaan Tugas, Fungsi, dan Kewenangan di tengah Upaya Mencegah Covid-19, yang salah satu poinnya mengupayakan sidang pidana menggunakan video conference/live streaming. Dan dipertegas dengan dikeluarkannya Instruksi Jaksa Agung Nomor Tahun 2020 ihwal Kebijakan Kejaksaan RI. Serta diterbitkan Surat Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri seluruh Indonesia nomor B-1271/E/EJP/03/2020 tanggal 24 Maret 2020 wacana Penanganan Perkara Tindak Pidana Umum dalam masa tanggap darurat Covid-19, yang memberikan untuk melakukan kerjasama dengan jajaran Kepolisian, Kanwil Kemenkumham/Kalapas dan Pengadilan Tinggi maupun Pengadilan Negeri untuk melakukan penundaan pelimpahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) dan kalau mendesak dalam hal abad tahanan habis, tahap II tetap mampu dikerjakan dengan ketentuan penyidik bersedia mendapatkan penitipan tahanan tersebut, serta melaksanakan persidangan sesuai jadwal.
Kebijakan-kebijkan dimaksud di atas menunjukkan spirit dari asas hukum salus populi suprema lex esto bahwa keselamatan rakyat merupakan hukum yang tertinggi. Hal ini mampu dinilai bahwa petinggi dari K/L dimaksud yang mengambil kebajikan secara filosofi menempatkan hukum yang bagus yaitu hukum yang memberi kemaslahatan bagi masyarakat ter­ma­suk bagi para pene­gak hukum itu sendiri dan selaras den­gan tu­juan aturan itu sendiri.
Proses penanganan tindakan melawan hukum yang diketahui dengan criminal justice system (CJS) melibatkan banyak sekali unsur penegak aturan, yang pada prosesnya memerlukan tahapan yang berjenjang dan waktu yang cukup lama karena melibatkan banyak pihak baik warga negara sebagai pelapor, kuasa aturan, tersangka dan/atau saksi, penyidik, penuntut lazim, dan pengadilan. Dampak dari situasi pandemik Covid-19 dan aneka macam kebijakan yang dikeluarkan terkait proses peradilan, dampaknya dialami oleh penyidik sebagai hulu dari CJS.
Dampak keadaan dan kebijakan yang dimaksud terkait dengan proses penyidikan, yang pastinya penyidik akan berinteraksi dengan tersangka dan/atau saksi dan juga dengan adanya kebijakan dari Jampidum untuk melaksanakan penundaan pelimpahan tersangka dan barang bukti (Tahap II). Terkhusus PPNS Perikanan dimana ada interaksi dengan awak kapal asing pelaku tindak kriminal perikanan (TPP), serta keterbatasan waktu masa penyidikan, masa penahanan tersangka, dan ketersediaan Rumah Penampungan Sementara (RPS) milik Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) untuk memuat para awak kapal yang diduga melakukan tindakan melawan hukum perikanan.

Fenomena Penanganan Tindak Pidana Perikanan di Masa Pandemi Covid-19
Tingkat kriminalitas selama kurun pandemi Covid-19 yang dilansir oleh Liptutan6.com berkembang11,8 % selama abad PSBB di Jakarta dan beberapa tempat. Kabarharkam Polisi Republik Indonesia menyatakan naiknya tingkat kriminalitas salah satunya disebabkan banyak orang yang terdampak secara ekonomi di tengah pandemi dan adanya pemanfaatan suasana PSBB yang menciptakan lingkungan sepi[1]. Bagaimana dengan kejahatan yang terjadi di maritim ? utamanya terkait tindak kriminal perikanan ! Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan selama era pandemi Covid-19 agresi pencurian ikan oleh kapal-kapal asing di perairan Indonesia dalam tren meningkat. Sebanyak 70% penangkapan kapal ajaib terjadi selama 1,5 bulan[2].
Berdasarkan data Direktorat Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP dalam abad waktu Januari hingga dengan April 2020 tercatat ada 44 perkara tindakan melawan hukum perikanan yang dikerjakan oleh PPNS Perikanan, selangkapnya ditampilkan pada grafik di bawah.
Grafik 1. Data Penanganan TPP oleh PPNS Perikanan Tahun 2020

Sumber: Dit. Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP, 8 Mei 2020
Pada abad Januari-Februari 2020 sebelum virus Covid-19 ditetapkan selaku pandemi ada 7 kasus, lalu di bulan Maret 15 perkara yang selanjutnya pada bulan April naik menjadi 22 masalah, dengan total masalah selama abad pandemi di bulan Maret dan April ada 37 perkara, dapat disimpulkan secara persentase di tahun 2020 kasus tindak kriminal perikanan naik 428,5 % selama periode pandemi Covid-19.
Penanganan tindak pidana perikanan terhadap 37 masalah ialah hasil operasi  Kapal Pengawas Perikanan sebanyak 28 kasus penangkapan kapal perikanan, dengan 6 perkara diproses secara splitsing. Sedangkan 3 perkara hasil operasi pengawasan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan tempat terkait penangkapan ikan dengan memakai materi peledak dan materi kimia. Adapun rekapitulasi masalah-perkara dimaksud dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 di bawah ini.
Tabel 1. Data Penanganan TPP Hasil Operasi Kapal Pengawas Tahun 2020 di Masa Pandemi Covid-19 (Maret-April)
No.
Nama Kapal / GT /Kebangsaan Kapal
Jumlah Awak/ Kewarganegaraan
Posisi Tertangkap
1
KM KG 94376 TS/ 103,42 GT/ Vietnam/ Pair Trawl
21 Orang WN Vietnam
Perairan ZEEI Laut Natuna
2
KM PAF 4696/ – GT/ Vietnam/ Pair Trawl
6 Orang WN Vietnam
Perairan ZEEI Laut Natuna
3
KM PAF 4837/ 100,06 GT/ Vietnam/ Pair Trawl
20 Orang WN Vietnam
Perairan ZEEI Laut Natuna
4
KM KG 94654 TS/ 100 GT/ Vietnam/ Pair Trawl
6 Orang WN Vietnam
Perairan Laut Natuna
5
KM KG 95786 TS/ 100 GT/ Vietnam/ Pair Trawl
16 Orang WN Vietnam
Perairan Laut Natuna
6
KM PKFB 422/ 50,64 GT/ Malaysia/ Trawl
5 Orang WN Myanmar
Perairan Selat Malaka
7
KM BV 93128 TS/ 65 GT/ Vietnam/ Trawl 
3 Orang WN Vietnam
Perairan Laut Natuna Utara
8
KM BV 92475 TS/ 75 GT/ Vietnam/ Trawl
3 Orang WN Vietnam
Perairan Laut Natuna Utara
9
KM SLFA 2030/ 51, 74 GT/ Malaysia/ Pair Trawl
5 Orang WN Myanmar
Perairan Selat Malaka,
10
KM SLFA 4429/ 49,77/ Malaysia/ Pair Trawl
5 Orang WN Myanmar
Perairan Selat Malaka
11
KM PK 3853 F/ – GT/ Malaysia/ Trawl
4 Orang WN Myanmar
Perairan Selat Malaka
12
KM BD 30942 TS/ 20 GT/ Vietnam/ Purse Seine
6 Orang WN Vietnam
Perairan Laut Natuna Utara
13
KM BD 30919 TS/ 20 GT/ Vietnam/ Purse Seine
6 Orang WN Vietnam
Perairan Laut Natuna Utara
14
KM BD 92039 TS/ 20 GT/ Vietnam/ Jaring Cumi
2 Orang WN Vietnam
Perairan Laut Natuna Utara
No.
Nama Kapal / GT /Kebangsaan Kapal
Jumlah Awak/ Kewarganegaraan
Posisi Tertangkap
15
KM PKFB 776/ 54.28 GT/ Malaysia/ Trawl
6 Orang WN Myanmar
Perairan Selat Malaka
16
KM PKFB 1099/ 46.69 GT/ Malaysia/ Trawl
5 Orang WN Myanmar
Perairan Selat Malaka
17
KM PKFB 423/ 51,44 GT/ Malaysia/ Trawl
4 Orang WN Indonesia
Perairan Selat Malaka
18
KM KG 93012 TS/ – GT/ Vietnam/ Pair Trawl
5 Orang WN Vietnam
Perairan Laut Natuna Utara
19
KM KG 93811 TS/ – GT/ Vietnam/ Pair Trawl
17 Orang WN Vietnam
Perairan Laut Natuna Utara,
20
KM Arif Wijaya Perkasa/ – GT/ Indonesia/ Cantrang
1 Orang WN Indonesia
Perairan Laut Jawa
21
KM Dwi Manunggal Makmur – III/ – GT/ Indonesia/ Cantrang
1 Orang WN ndonesia
Perairan Laut Jawa
22
KM Puji Laksana HD/ 29 GT/ Indonesia/ Cantrang
1 Orang WN Indonesia
Perairan Laut Jawa
23
KM Sumber Alif Jaya Makmur/ 44 GT/ Indonesia/ Cantrang
1 Orang WN Indonesia
Perairan Laut Jawa
24
KM Berlian Jaya A 02/ 39,57 GT/ Filipina/ Hand Line
14 Orang WN Filipina
Perairan ZEEI Laut Sulawesi
25
KM FB. Makmur 13/ 43,22 GT/ Filipina/ Hand Line
14 Orang WN Filipina
Perairan ZEEI Laut Sulawesi
26
KM FBCA Sallin 02/ 12,18 GT/ Filipina/ Hand Line
6 Orang WN Filipina
Perairan ZEEI Laut Sulawesi
27
KM FBCA Quadro Ocho – 8888/ 29 GT/ Filipina/ Hand Line
7 Orang WN Filipina
Perairan ZEEI Laut Sulawesi
28
KM Sheng Teng Chun No. 66/ 29,26 GT/ Taiwan/ Long Line
1 Orang WN Taiwan dan 9 Orang WN Filipina
Perairan ZEEI Laut Sulawesi
Sumber: Dit. Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP, diolah Penelaah, 9 Mei 2020
Tabel 2. Data Penanganan TPP Hasil Operasi Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Tahun 2020 di Masa Pandemi Covid-19 (Maret-April)
No
Dugaan TPP
Pelaku
Posisi Tertangkap
1
Penangkapan ikan memakai materi peledak
3 Orang WN Indonesia
Perairan Desa Bomba, Teluk Tomini
2
Penangkapan ikan  mennggunakan bahan kimia
1 Orang WN Indonesia
Perairan Pantai Desa Labuhan Bajo, Kec. Utan, Kab. Sumbawa
3
Penangkapan ikan memakai bahan peledak
5 Orang WN Indonesia
Perairan Desa Padei Laut, Kec. Menui Kepulauan, Kab. Morowali, Sulawesi Tengah
Sumber: Dit. Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP, dimasak Penelaah, 9 Mei 2020
Berdasarkan pada Tabel 1, ada 12 kapal berkebangsaan Vietnam, 7 kapal kebangsaan Malaysia, 4 kapal kebangsaan Filipina, 4 kapal kebangsaan Indonesia, dan 1 kapal kebangsaan Taiwan. Untuk lokasi penangkapan 12 kapal di Laut Natuna, 7 kapal di Selat Malaka, 5 kapal Di Laut Sulawesi, dan 4 kapal di Laut Jawa. Sedangkan pada Tabel 2, menunjukan semua pelaku tindakan melawan hukum perikanan berkewarganegaraan Indonesia dengan lokasi penangkapan di Teluk Tomini, Pantai Labuhan, dan Perairan Desa Padei Laut.  Dengan maraknya Kapal Ikan Asing (KIA) yang ditangkap menjadi tantangan bagi PPNS Perikanan sebab tentunya akan berinteraksi dengan awak kapal berkewarganegaraan abnormal yang berpotensi menularkan virus Covid-19, disamping itu ada beberapa kalangan masyarakat di banyak sekali kawasan yang menolak kapal gila bersandar di pelabuhan dan dermaga.
Untuk materi perbandingan lainnya, ditampilkan perbandingan tindak kriminal perikanan di bulan Maret-April 2019 dengan Maret-April 2020 di abad pandemi Covid-19 dengan asumsi kondisi yang sama pada aspek isu terkini penangkapan, arah angin dan intensitas operasi pengawasan.
Grafik 2 Perbandingan Penanganan Kasus TPP Maret-April 2019 dan 2020
Sumber : Direktorat Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP, dimasak Penelaah, 9 Mei 2020
Grafik 2 di atas menunujukkan adanya tren penurunan tindak pidana perikanan, pada Maret-April 2019 total kasus ada 40, sedangakan pada Maret-April 2020 total kasus sebanyak 37. Secara persentase di kurun pandemi Covid-19 dibandingkan kurun wajar di Maret-April 2019 mengalami penurunan sebesar 7,5%.
Adanya dua perbandingan mampu menghasilkan dua kesimpulan yang berbeda, hal ini tergantung dari sudut pandang mana kita melihat angka dimaksud, jika melihat persentase penanganan masalah di tahun 2020 maka ada tren peningkatan kasus di abad pandemi Covid-19 sebesar 428,5%, namun jikalau menyaksikan perbandingan dengan tahun 2019 maka ada tren penurunan perkara di abad pandemi Covid-19 sebesar 7,5%.
Tren penurunan penanganan masalah tindak kriminal perikanan di masa pendemi Covid-19 tidaklah signifikan yang hanya selisih 3 perkara dari tahun sebelumnya, tetapi yang pantas diapresiasi ialah tren kenaikan penanganan tindakan melawan hukum perikanan di periode pandemi yang signifikan sebesar 428,5% dari dua bulan sebelumnya di tahun 2020.
Ada beberapa faktor yang menghipnotis tren peningkatan, dan jika menyimpulkan bahwa tren kenaikan tersebut ialah disebabkan oleh kurun pandemi Covid-19 yang dijadikan peluang bagi pelaku illegal fishing, maka hal itu perlu dilakukan penelitian dan pembuktian lebih lanjut. Tetapi, bila melihat fenomena dan data-data yang disampaikan di atas, maka kondisi pandemi Covid-19 akan memiliki potensi terjadi kerawanan yang mampu dimanfaatkan oleh pelaku ilegal fishing.
Dengan banyaknya kapal pelaku tindak kriminal perikanan yang ditangkap pada periode pendemi Covid-19, berimbas terhadap penanganan awak kapal pelaku tindak kriminal perikanan yang penanganannya dijalankan di RPS.  Hal ini mampu dijadikan perhatian dalam fenomena penanganan tindak pidana perikanan di kala pandemi Covid-19 yaitu terkait kapasitas RPS yang belum memadai bila diberlakukan sesuai protokol pencegahan penularan dan penyebaran Covid-19.
Ditjen PSDKP mempunyai beberapa RPS, yang berfungsi selaku tempat penampungan sementara bagi pelaku tindak kriminal perikanan, yang tersebar di beberapa UPT PSDKP di tempat. RPS yang paling besar dalam skala kapasitas adalah berada di Pangkalan PSDKP Batam dengan kapasitas penampungannya mencapai 100 orang. Dalam keadaan pandemi Covid-19, sesuai dengan protokol pencegahan penularan dan penyebaran Covid-19 yaitu dengan mencegah berkumpulnya massa dan memberi jarak 1,5 – 2 Meter untuk setiap kawasan tidur di RPS, tentu hal ini akan mereduksi kesanggupan daya tampungnya, sehingga kapasitas penampungannya menjadi kurang dari 100 orang. Hal ini mengakibatkan pada bulan April 2020, RPS Pangkalan PSDKP Batam mengalami over capacity, tercatat ada 122 awak kapal yang ditampung, terdiri dari 102 orang WN Vietnam, 19 orang WN Myanmar dan 1 orang WN Rusia.
Merespon hal ini, Ditjen PSDKP telah melakukan pemulangan awak kapal bukan tersangka ke negara asalnya masing-masing dan menyerahkan awak kapal ke Ditjen Imigrasi, Rutan/Lapas, dan Kejaksaan. Berikut rekapitulasi data penanganan awak kapal sampai dengan 30 April 2020.
Tabel 3 Rekapitulasi Data Penanganan Awak Kapal TPP Tahun 2018-2020
Tahun Tangkapan
Jumlah Awak Kapal
Status Awak Kapal
Dipulangkan
Proses Penanganan
PSDKP
Imigrasi
Kejaksaan/
Rutan/Lapas
Tersangka
Non Justitia
2020
249
39
30
144
27
9
2019
544
181
14
250
99
2018
884
405
1
334
144
TOTAL
1.677
625
31
158
611
252
Sumber : Direktorat Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP, 9 Mei 2020
Data di atas mampu dijelaskan bahwa, sejak tahun 2018 sampai dengan April 2020, awak kapal bukan tersangka yang telah dipulangkan dan diserahkan kepada Ditjen Imigrasi, Rutan/Lapas maupun Kejaksaan sejumlah 1.646 orang. Sedangkan, awak kapal yang hingga saat ini masih ditangani/berada tersebar di UPT PSDKP sejumlah 189 orang, yang berisikan tersangka sebanyak 31 orang dan bukan tersangka/non justitia sebanyak 158 orang.

Quo Vadis Penyidikan Tindak Pidana Perikanan di Masa Pandemi Covid-19
Fiat justitia rua caelum, artinya hendaklah keadilan ditegakkan walaupun langit akan runtuh. Ungkapan aturan dimaksud mampu ditafsirkan bahwa apapun kondisinya aturan mesti tetap ditegakkan. Dengan kondisi pandemi Covid-19 dihubungkan dengan proses CJS yang panjang dan melibatkan banyak pihak, hal ini akan memperbesar potensi penyebaran virus Covid-19. Untuk itu perlu dipikirkan tawaran-ajuan so­lusi agar proses CJS yang pan­jang, tetap da­pat di­kerjakan den­gan men­jamin ke­se­la­matan pi­hak-pi­hak yang terkait di dalam­nya serta dalam rangka memu­tus mata rantai penye­baran virus Covid-19.
Salah satu proses dimaksud yakni tahapan penyidikan, pada era pendemi Covid-19 pastinya akan menghadapi aneka macam tantangan, diidentikasi ada tiga hal yang menjadi persoalan dalam proses penyidikan khususnya penyidikan tindak kriminal perikanan, yaitu:
Permasalahan Pertama, pada ketika proses penanganan awak kapal pelaku tindakan melawan hukum perikanan berdasarkan data Tabel 1 memberikan KIA dan awak kapal berkewarganegaraan aneh mendominasi pelaku tindakan melawan hukum perikanan. Penanganan dimaksud disini berkaitan dengan pada saat penerimaan, penampungan, perawatan, penjagaan, dan pengeluaran awak kapal.
Permasalahan Kedua, pada ketika proses investigasi saksi dan tersangka awak kapal pelaku tindak pidana perikanan, dalam keadaan wajar tentunya ada interaksi antara penyidik dengan saksi dan tersangka. Proses investigasi saksi dan tersangka di tengah keadaan pandemi Covid-19 menjadi tantangan untuk penyidik. Hal ini yang menjadi dasar adanya opini penyidikan online yang disampaikan oleh Didik Farkhan, Kepala Pusat Data Statistik Kriminal dan Teknologi Informasi Kejaksaan Agung[1].
Permasalahan Ketiga, adanya penghentian sementara pengiriman tahanan dan pembatasan dalam hal pelimpahan barang bukti dan tersangka (penyerahan tahap II). Kebijakan ini dikeluarkan oleh Kemenkumham dan Jampidum yang tentunya akan menghipnotis proses penyidikan.

Selain ketiga problem di atas, adanya refocusing anggaran 2020 menurut Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2020, yang memprioritaskan percepatan penanganan Covid-19, dimana dilaksanakan sejumlah penghematan dan pemotongan di beberapa pos budget, tergolong juga budget penanganan tindak kriminal perikanan, turut andil menjadi urusan yang harus dihadapi oleh Penyidik di era pandemi Covid-19 ini.
Dengan tiga permasalahan teknis ditambah satu masalah klasik terkait anggaran ditengah keadaan pandemi Covid-19, tentunya akan menjadi pertanyaan “mau dibawa kemana penyidikan tindak pidana perikanan ?!”.
Seurut dari urusan dimaksud di atas, disediakan penyelesaian-penyelesaian sebagai berikut:
Pertama, problem penanganan awak kapal pelaku tindakan melawan hukum perikanan dapat direspon dengan menawarkan mitigasi dan edukasi yang komperhensif kepada PPNS Perikanan atau petugas RPS untuk menghadapi situasi pandemi Covid-19, untuk itu sebaiknya Ditjen PSDKP mempublikasikan Surat Edaran terkait mekanisme penanganan awak kapal dalam keadaan tertentu. Pada awal April, tanggapancepat ditunjukkan oleh Direktorat Penanganan Pelanggaran yang sudah mengajukan desain prosedur penanganan awak kapal di era pandemi Covid-19. Selain itu dalam penyusunan pergeseran Perdirjen perihal Penanganan Awak Kapal sudah dimasukkan mekanisme penanganan awak kapal dalam kondisi tertentu.
Kedua, dijelaskan bahwa KUHAP secara implisit sudah menawarkan ruang” dilakukannya penyidikan online. Jadi, tidak hanya sebab ada pandemi. Dalam Pasal 113 KUHAP mengontrol “jika tersangka atau saksi yang diundang memberi alasan yang patut dan wajar tidak bisa tiba, penyidik itu tiba ke tempat kediaman tersangka/saksi”. Hal ini dimaknai dapat dimaknai bahwa KUHAP terperinci mengijinkan saksi/tersangka diperiksa di luar kantor penyidik. Bisa di kediaman saksi/tersangka atau bisa dimaknai tempat lain. Sehingga jikalau dihubungkan dengan pemeriksaan melalui telekonferensi, saksi/tersangka yang berada di tempat lain diperbolehkan.
Praktek pemeriksaan secara telekonfrensi dalam tahapan penyidikan sudah dijalankan oleh PPNS Perikanan Pangkalan PSDKP Lampulo di abad pandemi Covid-19 terhadap dua tersangka yang berkewarganegaraan Myanmar dari dua KIA berkebangsaan Malaysia, praktek ini memakai jasa penerjemah yang berdomisili di provinsi yang berlainan, sehingga penyidik karenanya melaksanakan telekonferensi agar hal tersebut tidak menghambat proses penyidikan yang berjalan. Untuk itu seharusnya Ditjen PSDKP mempublikasikan Surat Edaran terkait mekanisme pelaksanaan proses penyidikan secara telekonfrensi.
Ketiga, kebijakan Kemenkumham terkait penghentian sementara pengiriman tahanan tidaklah terlalu berefek dalam proses penyidikan tindak kriminal perikanan, sebab pelaku tindakan melawan hukum perikanan ditempatkan di RPS atau Tempat Penampungan Sementara contohnya di Kapal yang dalam pengawasan PPNS Perikanan. Selain itu mayoritas ancaman pidananya dibawah 5 tahun yang dihubungkan dengan ketentuan Pasal 21 ayat (4) KUHAP menyebutkan penahanan hanya mampu dijalankan kepada pelaku tindakan melawan hukum dengan ancaman penjara 5 tahun atau lebih. Selain hal dimaksud persoalan ini dapat diatasi dengan mengikuti ketentuan Pasal 22 KUHAP yang menunjukkan opsi tahanan rumah dan tahanan kota.
Dalam hal penyerahan tahap II, sesuai dengan kebijakan dari Kejaksaan bahwa penyerahan tahap II tetap dapat dilakukan apabila penyidik bersedia mendapatkan penitipan kembali tersangka atau terdakwa. Selama ini, banyak masalah tindakan melawan hukum perikanan yang tersangka atau terdakwanya dititipkan kembali terhadap PPNS Perikanan dan hal dimaksud dimungkinkan sesuai Juknis Penanganan Tindak Pidana Perikanan yang menjadi referensi PPNS Perikanan. Tetapi kebijakan dimaksud akan mempunyai pengaruh terhadap beberapa hal yakni:
      Keterbatasan jumlah RPS yang dimiliki oleh Ditjen PSDKP.
Untuk dikala ini, tidak seluruh UPT PSDKP mempunyai RPS. Sebagai pola UPT PSDKP yang tidak mempunyai RPS yakni Pangkalan PSDKP Jakarta dan Stasiun PSDKP Tarakan, dikhawatirkan bila dititipkan kembali ke penyidik yang tidak memiliki RPS, tersangka akan rawan melarikan diri.
      Ketidakpastian waktu penitipan kembali tersangka kepada Penyidik.
Apabila tersangka/terdakwa tersebut dijatuhi pidana kurungan atau tahanan, maka pelaksanaan hukuman pidananya akan menunggu berakhirnya abad pandemi Covid-19 berakhir, dan itu tidak mampu ditentukan waktunya. Selain itu, ada kekhawatiran ketika periode pandemi Covid-19 selsai, maka antrian terpidana-terpidana lain untuk dikerjakan eksekusi ke Rutan/Lapas akan menumpuk, sehingga pelaksanaan hukuman tersangka/terdakwa/ terpidana yang dititipkan kembali tidak akan langsung dapat dijalankan.
      Penanganan Barang Bukti TPP akan berlarut-larut.
Selain berefek pada penanganan tersangkanya, dapat dimungkinkan berimbas pula pada penanganan barang buktinya. Sebagaimana kita pahami, barang bukti dalam tindak pidana perikanan paling banyak berbentukkapal perikanan yang penyimpanannya dilakukan di dermaga. Dan, nyaris di masalah tindak kriminal perikanan, barang bukti yang sudah diserahkan tanggung jawabnya ke Penuntut Umum (Penyerahan Tahap Kedua) akan dititipkan kembali ke penyidik.
      Pengeluaran Biaya.
Dengan ketidakpastian waktu penitipan kembali tersangka terhadap penyidik dan penanganan barang bukti yang beralarut-larut mampu berimplikasi kepada pengeluaran budget.
Beberapa pengaruh yang diidentifikasi dari kebijakan pembatasan dalam hal pelimpahan tersangka dan barang bukti, merupakan sudut pandang selaku PPNS Perikanan, untuk itu diharapkan sinergi antar pegawanegeri penegak aturan agar ada keharmonisan dalam memutuskan aneka macam kebijakan aturan untuk menanggapi kondisi pandemi Covid-19 dengan menimbang-nimbang kepastian aturan setiap masalah tindakan melawan hukum.
Kesimpulan
Berdasarkan data yang disajikan, penanganan kasus tindak pidana perikanan oleh PPNS Perikanan di masa pendemi Covid-19 sebanyak 37 kasus yang pertanda adanya tren kenaikan kasus sebesar 428,5% dari dua bulan sebelumnya di tahun 2020 yang ada hanya 7 perkara. Hal ini selaku bukti janji dan konsistensi Ditjen PSDKP dalam penegakan aturan tindakan melawan hukum perikanan, yang selaras dengan semangat Menteri Kelautan dan Perikanan untuk tidak merenggangkan pengawasan perikanan dalam keadaan apapun tergolong adanya pendemi Covid-19[1].
Sedangkan penanganan kepada awak kapal di tahun 2020 sebanyak 249 orang, sebanyak 39 orang telah dipulangkan ke negara/tempat asalnya, 27 orang diserahkan ke Ditjen Imigrasi dan 9 orang diserahkan ke Kejaksaan/Rutan/Lapas. Total sampai dengan April 2020 yang masih dikerjakan/berada tersebar di UPT PSDKP sejumlah 189 orang, yang terdiri dari tersangka sebanyak 31 orang dan bukan tersangka/non justitia sebanyak 158 orang. Penanganan kepada awak kapal dikerjakan sesuai dengan protokol pencegahan penularan dan penyebaran Covid-19.
Berkaca pada situ­asi pandemi Covid-19, selayaknya kita pertimbangkan ke­mu­ngk­i­nan versi penanganan tindak pi­dana perikanan dalam kondisi daru­rat, dengan menerbitkan beberapa Surat Edaran terkait penanganan awak kapal perikanan dan pelaksanaan proses penyidikan secara telekonfrensi supaya ada keseragaman dalam pelaksannya yang kedepannya akan dituangkan dalam isyarat teknis penanganan tindak pidana perikanan.
Untuk masalah penghentian sementara pengantaran tahanan dan pembatasan dalam hal pelimpahan barang bukti dan tersangka (penyerahan tahap II), diharapkan untuk secepatnya melakukan konferensi Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana di Bidang Perikanan yang beranggotakan komponen-komponen pegawanegeri penegak hukum supaya mampu menunjukkan solusi yang sempurna di tengah kondisi pandemi serta menyepakati secara gotong royong persoalan dimaksud demi terwujudunya kepastian aturan yang berorientasi pada salus populi suprema lex esto. Selanjutnya, hasil dari konferensi forum koordinasi dimaksud disampaikan terhadap PPNS Perikanan, baik di UPT PSDKP maupun Dinas Kelautan dan Perikanan, sebagai anutan serta mampu memperbesar kepercayaan diri dalam menanggulangi perkara TPP di kala pandemic Covid-19.

Jakarta, 10 Mei 2020
Penelaah,
Sherief Maronie, SH. MH.                                         Rangga Dwi Wahyuputra, SH.

  Prosedur Pemulangan Nelayan Indonesia Pelintas Batas Yang Ditangkap Di Mancanegara