Mengenal Ajaran Kaum Sufi Tentang Keesaan Tuhan Dizaman Modern>>Kita hidup pada masa ketika sains dan teknologi telah menenteng umat insan tidak cuma maju dalam bidang material, tetapi juga terhadap sinisme yang tajam atas agama dan faktor-faktor spiritual dari kehidupan.
Pada segi lain, keberhasilan tata cara sains telah menetapkan batasan-batasan yang diperhitungkan untuk menjadi bidang studi yang berkhasiat dan mudah. Kita sudah diajarkan (dicekoki) untuk percaya bahwa cuma yang bersifat bahan, fisik dan lahiriah saja yang bisa diterima, dan cuma anggapan rasional yang dapat menganalisa dan pantas disebut selaku kebenaran.
Namun pada sisi yang lain, kita sangat gampang menjadi dikecewakan oleh berbagai agama yang mengklaim bahwa mereka telah mengakses kebenaran dan kebaikan yang diktatorial, sementara klaim-klaim ini jarang diaktualisasikan melalui pengalaman dan adab yang luhur.
Orang-orang Sufi mengakui bahwa Tuhan itu Satu, Sendiri, Tunggal, Kekal, Abadi, Berpengetahuan, Berkuasa, Hidup, Mendengar, Melihat, Kuat, Kuasa, Agung, Besar, Dermawan, Pengampun, Bangga, Dahsyat, Tak Berkesudahan, Pertama, Tuhan, Rabb, Penguasa, Pemilik, Pengasih, Penyayang, Berkehendak, Berfirman, Mencipta, Menjaga.
Bahwa Dia diberi sifat dengan segala gelar, yang dengan itu Dia telah memberi sifat pada diri-Nya sendiri; dan Dia diberi nama yang dengan itu pula Dia telah memberi nama pada diri-Nya sendiri; bahwa alasannya adalah sifat-Nya yang baka maka demikian pula nama-nama dan sifat-sifat-Nya sama sekali tak sama dengan makhluk-makhluk-Nya. Esensi-Nya tidak sama dengan esensi-esensi lain, tak pula sifat-Nya sama dengan sifat-sifat lain; tak satu pun dari ungkapan-perumpamaan yang diterapkan pada makhluk-makhluk ciptaan-Nya dan yang mengacu pada penciptaan mereka dari waktu ke waktu, menjinjing dampak atas-Nya; bahwa Dia tak henti-hentinya menjadi Pemimpin, Terkemuka di hadapan segala yang dilahirkan dari waktu ke waktu, Ada sebelum segala yang ada; dan bahwa tiada sesuatu pun yang baka kecuali Dia, dan tiada Tuhan di samping Dia; bahwa Dia bukan badan, cuilan, bentuk, tubuh, bagian atau aksiden; bahwa dengan Dia tidak ada penyimpangan maupun pemisahan, tidak ada gerakan maupun kediaman, tidak ada suplemen maupun penghematan; bahwa Dia bukan merupakan bab, atau partikel, atau anggota, atau kaki-tangan, atau faktor, atau kawasan: bahwa Dia tidak terpengaruh oleh kesalahan, atau kantuk, atau berubah-ubah dikarenakan waktu, atau disifatkan oleh kiasan bahwa Dia tidak terpengaruh oleh ruang dan waktu; bahwa ia tidak dapat dikatakan sebagai yang mampu disentuh, atau dikucilkan, atau mendiami tempat-tempat; bahwa Dia tidak dibatasi oleh pemikiran, atau ditutupi selubung, atau dilihat mata.
Salah seorang tokoh besar Sufi mengatakan dalam wacananya: “Sebelum tidak mendahului-Nya, setelah tidak menyela-Nya, dibandingkan dengan tidak bersaing dengan Dia dalam hal keterdahuluan; dari tidak cocok dengan Dia, ke tidak menyatu dengan Dia, di tidak mendiami Dia, era tidak menghentikan Dia, jikalau tidak berunding dengan Dia, atas tidak membayangi Dia, di bawah tidak menyangga Dia, sebaliknya tidak menghadapinya, dengan tidak menekan Dia, di balik tidak mengikat Dia, di depan tidak membatasi Dia, terdahulu tidak memameri Dia, di belakang tidak menciptakan Dia luruh, semua tidak menyatukan Dia, ada tidak memunculkan Dia, tidak ada tidak membuat Dia lenyap. Penyembunyian tidak menyelubungi Dia, pra-eksistensi-Nya mendahului waktu, adanya Dia mendahului yang belum ada, kekekalan-Nya mendahului adanya batas. Jika engkau berkata kala, maka eksistensi-Nya sudah melampaui waktu; jika engkau berkata sebelum, maka sebelum itu sesudah Dia, kalau engkau berkata Dia, maka D, i dan a adalah ciptaan-Nya; jika engkau berkata bagaimana, maka esensi-Nya terselubung dari dukungan; bila engkau berkata di mana, maka adanya Dia mendahului ruang; jikalau engkau berkata ihwal ke-Dia-an, maka ke-Diaan-Nya terpisah dari segala sesuatu. Selain Dia, tidak ada yang bisa diberi sifat dengan dua sifat (yang bertentangan) sekaligus, dan toh dengan-Nya kedua sifat itu tidak menciptakan keberlawanan. Dia tersembunyi dalam penjelmaan-Nya menjelma dalam persembunyian-Nya. Dia ada di luar dan di dalam, bersahabat dan jauh; dan dalam hal itu Dia tidak sama dengan makhluk-makhluk. Dia bertindak tanpa menyentuh, memerintah tanpa bertemu, memberi isyarat tanpa menunjuk. Kehendak tidak berlawanan dengan-Nya, fikiran tidak menyatu dengan-Nya; esensi-Nya tanpa kualitas (takyif), tindakan-Nya tanpa upaya (taklif).
Mereka mengakui bahwa Dia tidak mampu dilihat oleh mata, atau dibantah oleh pikiran; bahwa sifat-sifat-Nya tidak berubah dan nama-nama-Nya tidak berubah; bahwa Dia tidak pernah lenyap dan tidak akan pernah lenyap; Dia yang Pertama dan Terakhir, Zahir dan Batin; bahwa Dia mengenal segala sesuatu, bahwa tidak ada yang seperti Dia dan bahwa Dia Melihat dan Mendengar.