close

Masjid Menara Kudus

Penyebaran agama Islam di Jawa dilakukan oleh para pedagang, yg dipelopori oleh Maulana Maghribi, yg lebih diketahui dgn nama Maulana Malik Ibrahim. Beliau berbagi Islam tak hanya sendiri, melainkan tolong-menolong dgn yg lain atau lazimdisebut dgn Wali Songo. Wali-wali tersebut memberikan risalah Islam dgn cara yg berlawanan, salah diantaranya yakni yg kita kenal dgn Ja’far Shodiq atau biasa disebut dgn Kanjeng Sunan Kudus.

Banyak masyarakat yg berkunjung ke mesjid ini, apalagi dihari-hari besar agama Islam

Masjid Menara Kudus merupakan salah satu peninggalan sejarah, sebagai bukti proses penyebaran Islam di Tanah Jawa. Masjid ini tergolong unik lantaran rancangan bangunannya, yg merupakan penggabungan antara Budaya Hindu & Budaya Islam. Sebagaimana kita ketahui, sebelum Islam, Di Jawa sudah berkembang agama Budha & Hindu dgn peninggalannya berupa Candi & Pura. Selain itu ada penyembahan terhadap Roh Nenek Moyang (Animisme) & keyakinan kepada benda-benda (Dinamisme). Masjid Menara Kudus menjadi bukti, bagaimana sebuah perpaduan antara Kebudayaan Islam & Kebudayaan Hindu telah menghasilkan suatu bangunan yg tergolong unik & bergaya arsitektur tinggi. Sebuah bangunan masjid, tetapi dgn menara dlm bentuk candi & berbagai pernak-pernik lain yg bergaya Hindu.

Menurut sejarah, Masjid Menara Kudus didirikan oleh Sunan Kudus atau Ja’far Shodiq merupakan putera dr R.Usman Haji yg bergelar dgn Sunan Ngudung di Jipang Panolan (ada yg menyampaikan tempat tersebut terletak di sebelah utara Blora). Sunan Kudus kawin dgn Dewi Rukhil, puteri dr R.Makdum Ibrahim, Kanjeng Sunan Bonan di Tuban. R.Makdum Ibrahim yaitu putera R.Rachmad (Sunan Ampel) putera Maulana Ibrahim. Dengan demikian Sunan Kudus adalah menantunya Kanjeng Sunan Bonang. Sunan Kudus selain diketahui spesialis agama pula diketahui selaku ahli ilmu tauhid, ilmu hadist & ilmu fiqh. Karena itu, diantara kesembilan wali, hanya beliau yg populer selaku “Waliyil Ilmi”. Adapun cara Sunan Kudus mengembangkan agama Islam yaitu dgn jalan budi, sehingga mendapat simpati dr penduduk yg dikala itu masih memeluk agama Hindu. Salah satu contohnya yaitu, Sapi merupakan binatang yg sangat dihormati oleh agama Hindu, suatu tatkala kanjeng Sunan mengikat sapi di pekarangan masjid, setelah mereka datang Kanjeng Sunan bertabligh, sehingga diantara mereka banyak yg memeluk Islam. Dan hingga sekarang pun di wilayah Kudus, khususnya Kudus Kulon dilarang menyembelih sapi selaku penghormatan terhadap agama Hindu hingga dgn saat ini.

  Masjid Pusat Dakwah Islam

Budaya – Mesjid Kudus

Menara mesjid Kudus yg bercorak Hindu, mirip bentuk candi. Konon dibawah menara Kudus, dulunya terdapat suatu sumber mata air kehidupan.

Penghormatan lain yakni diwujudkan dlm bentuk bangunan menara masjid yg bercorak Hindu. Menurut sejarah, masjid Kudus dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 956 H. Hal ini terlihat dr batu tulis yg terletak di Pengimaman masjid, yg bertuliskan & berbentuk bahasa Arab, yg sukar dibaca karena telah banyak aksara-abjad yg rusak. Batu itu berperisai, & ukuran perisai tersebut yakni dgn panjang 46 cm, lebar 30 cm. Konon kabarnya batu tersebut berasal dr Baitulmakdis ( Al Quds ) di Yerussalem – Palestina. Dari kata Baitulmakdis itulah timbul nama Kudus yg artinya suci, sehingga masjid tersebut dinamakan masjid Kudus & kotanya dinamakan dgn kota Kudus.

Masjid Menara Kudus ini terdiri dr 5 buah pintu sebelah kanan, & 5 buah pintu sebelah kiri. Jendelanya semuanya ada 4 buah. Pintu besar terdiri dr 5 buah, & tiang besar di dlm masjid yg berasal dr kayu jati ada 8 buah. Namun masjid ini tak sesuai aslinya, lebih besar dr semula karena pada tahun 1918 – an telah direnovasi. Di dalamnya terdapat bak masjid, kolam yg berbentuk “padasan” tersebut merupakan peninggalan jaman purba & dijadikan sebagai kawasan wudhu. Masih menjadi pertanyaan sampai sekarang, apakah bak tersebut peninggalan jaman Hindu atau sengaja dibentuk oleh Sunan Kudus untuk mengadopsi budaya Hindu. Di dlm masjid terdapat 2 buah bendera, yg terletak di kanan & kiri daerah khatib membaca khutbah. Di serambi depan masjid terdapat sebuah pintu gapura, yg biasa disebut oleh penduduk selaku “Lawang kembar”, konon kabarnya gapura tersebut berasal dr bekas kerajaan Majapahit dahulu, gapura tersebut dulu dipakai sebagai pintu spion.

  Masjid Jami Al Barkah

Cerita perihal menara Kudus pun ada berbagai versi, ada pertimbangan yg mengatakan,” bahwa menara Kudus yakni bekas candi orang Hindu,”. Buktinya bentuknya hampir mirip dgn Candi Kidal yg terdapat di Jawa Timur yg diresmikan kira-kira tahun 1250 atau mirip dgn Candi Singosari. Pendapat lain mengatakan jikalau dibawah menara Kudus, dulunya terdapat sebuah sumber mata air kehidupan. Kenapa ? lantaran mahluk hidup yg telah mati jika dimasukkan dlm mata air tersebut menjadi hidup kembali. Karena dikhawatirkan akan dikultuskan, ditutuplah mata air tersebut dgn bangunan menara. Menara Kudus itu tingginya kira-kira 17 meter, di sekelilingnya dihias dgn piringan-piringan bergambar yg kesemuanya berjumlah 32 buah banyaknya. 20 buah diantaranya berwarna biru serta berlukiskan masjid, manusia dgn unta & pohon kurma. Sedang 12 buah lainnya berwarna merah putih berlukiskan kembang. Dalam menara ada tangganya yg yang dibuat dr kayu jati yg mungkin dibuat pada tahun 1895 M. Tentang bangunannya & hiasannya jelas memperlihatkan keterkaitannya dgn kesenian Hindu Jawa. Karena bangunan Menara Kudus itu terdiri dr 3 belahan : (1) Kaki (2) Badan & (3) Puncak bangunan. Dihiasi pula dgn seni hias, atau artefix ( hiasan yg menyerupai bukit kecil ).

Budaya – Mesjid Kudus

Ziarah kubur merupakan salah satu bentuk kunjungan yg banyak dijalankan oleh banyak sekali lapisan masyarakat dr dlm maupun luar kota

Tampak dr depan sekilas memang masjid Menara Kudus ini kelihatan kecil, tetapi sesudah masuk ke dlm luas sekali. Selain masjid, ternyata di belakang masjid adalah komplek makam Kanjeng Sunan Kudus & para keluarganya. Pintu masuk makam terletak disebelah kanan masjid, kemudian setelah lewat jalan kecil kita akan melalui pintu kedua memasuki komplek yg didalamnya ada pondokan-pondokan. Ditengah-tengah pondokan tersebut ada suatu bangunan paling besar, konon kabarnya bangunan tersebut ialah kawasan pertemuan para Walisongo sekaligus daerah Sunan Kudus menawarkan wejangan pada para muridnya. Disebelah utara suatu komplek ini ada suatu pintu kecil menuju ke komplek pemakaman Kanjeng Sunan. Komplek-komplek makam tersebut terbagi-bagi dlm beberapa blok, & tiap blok merupakan serpihan tersendiri dr keterkaitannya kepada Kanjeng Sunan. Ada blok para putera & puteri Kanjeng Sunan, ada blok para Panglima perang & blok terbesar yakni makam Kanjeng Sunan sendiri. Uniknya adalah semua pintu penghubung antar blok berbentuk gapura candi-candi. Tembok-tembok yg mengitarinya pun dr bata merah yg disusun berjenjang, ada yg menjorok ke dlm & ke luar seperti layaknya bangunan candi. Panorama yg nampak adalah komplek pemakaman Islam namun bercorak Hindu.

  Masjid Agung Al Falah

Kesan unik & historis inilah yg sangat menarik para turis religi maupun pelancong biasa. Setiap hari daerah ini senantiasa ramai dikunjungi oleh para wisatawan, wisatawan yg berasal dr sekitar kota Kudus lazimnya berkunjung pada hari biasa, hari Sabtu & Minggu umumnya lebih banyak hadirin dr luar kota. Tanggal 10 Syura’ merupakan puncak hingar bingar di komplek masjid ini, dlm rangka khaul wafatnya Kanjeng Sunan Kudus. Walaupun mengandung keunikan yg khas, tetapi tata ruang sekitar masjid nampak amburadul. Karena terletak dipusat kota Kudus, hanya 5 menit dr alun-alun kota Kudus, masjid ini dikepung oleh perumahan penduduk yg cukup padat. Sehingga, meminimalisir keindahan komplek bangunan Masjid Menara Kudus ini yg kini masuk selaku salah satu cagar budaya. Selain itu, banyaknya pengemis yg berada disekitar masjid, pula dapat mengusik para hadirin yg datang. Agar terus tersadar kelestariannya, penataan ruang sekitar masjid harus diperbaiki kembali untuk menjaga kesan indah & unik Masjid Menara Kudus ini.