Kehidupan Masyarakat Indonesia – Sehubungan dengan posisinya yang sungguh strategis, semenjak zaman pra sejarah bangsa Indonesia tidak pernah terlepas dari pengaruh budaya asing. Gelombang budaya abnormal tersebut berdifusi, berakulturasi, berasimilasi, dan sekaligus berakomodasi dengan kebudayaan orisinil bangsa Indonesia sehingga membentuk kebudayaan bangsa Indonesia sebagaimana yang ada sekarang ini.
Adapun gelombang-gelombang kehadiran dampak kebudayaan aneh tersebut dapat disebutkan selaku berikut:
1. Kedatangan Suku Bangsa Melanesia
Menurut para mahir purbakala, kedatangan suku bangsa Melanesia ke Indonesia terjadi pada zaman paleolitikum, yaitu pada zaman kerikil tua. Suku bangsa Melanesoida merupakan suku bangsa yang berkulit hitam yang berasal dari Teluk Tonkin. Suku bangsa Melanesoida tersebut menenteng kebudayaan Bacson Hoabinh yang setingkat lebih tinggi ketimbang kebudayaan penduduk orisinil Indonesia. Dengan demikian, kedatangan suku bangsa Melanesoida tersebut sekaligus menandai dimulainya zaman mesolitikum atau kebudayaan watu tengah di Indonesia. Adapun jejak-jejak persebaran suku bangsa Melanesoida tersebut dapat ditelusuri pada kehidupan orang-orang Sakai di Siak, orang-orang Semang di pedalaman Malaya, orang-orang Aeta di pedalaman Filipina, orang-orang Papua di Irianjaya dan di Kepulauan Melanesia.
2. Kedatangan Ras Mongoloid
Sekitar tahun 2000 SM terjadi lagi gelombang perpindahan bangsa yang berbahasa Melayu-Austronesia. Pendatang yang berasal dari tempat Yunan, Cina Selatan tersebut merupakan ras Mongoloid. Dari daerah Yunan suku bangsa Melayu-Austronesia tersebut menyebar ke daerah-daerah hilir sungai besar di sekeliling Teluk Tonkin. Untuk lalu bangsa tersebut menyebar ke Semenanjung Malaya, Indonesia, Filipina, Formosa, hingga ke Madagaskar.
Kebudayaan yang dibawa oleh suku bangsa Austro-Melanesoid adalah kebudayaan neolitikum, yakni kebudayaan kerikil muda yang disokong dengan perlengkapan seperti kapak lonjong dan kapak persegi. Suku bangsa Melayu-Austronesia tersebut juga dikenal dengan istilah bangsa Proto-Melayu yang bermakna bangsa Melayu Tua. Jejak kedatangan suku bangsa Austro-Melanesoid tersebut mampu dipelajari dalam kehidupan suku Dayak di pedalaman Kalimantan, suku Toraja di pedalaman Sulawesi, suku Nias di pantai barat Sumatera, suku Kubu di pedalaman Sumatera, dan suku Sasak di Lombok. Sekitar tahun 300 SM terjadi lagi gelombang migrasi yang berasal dari daerah Tonkin.
Pendatang baru tersebut dikenal dengan sebutan bangsa Deutro-Melayu yang berarti bangsa Melayu Muda. Kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Deutro-Melayu setingkat lebih tinggi ketimbang kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Proto-Melayu. Bangsa Deutro- Melayu tersebut menenteng kebudayaan Dongson, yaitu kebudayaan perunggu yang berpusat di Dongson. Bangsa Deutro-Melayulah yang memperkenalkan kehidupan menetap sambil bercocok tanam dan beternak. Selain itu bangsa Deutro Melayu juga sudah mengenal adanya organisasi sosial dengan mengangkat orang yang terkuat sebagai pimpinan mereka.
Untuk mendukung kegiatan bercocok tanam, mereka didukung dengan pengetahuan wacana perbintangan (astronomi). Selain itu, suku bangsa Deutro-Melayu juga sudah mengenal kehidupan religius, yakni dalam bentuk animisme, dinamisme, dan totemisme. Untuk kebutuhan pemujaan mereka berbagi kebudayaan megalitikum, yaitu membangun daerah-daerah pemujaan dengan memakai batu-watu yang sungguh besar.
Dr. Brandes, seorang ahli purbakala mengklasifikasikan 10 (sepuluh) bagian kebudayaan asli nenek moyang bangsa Indonesia, yaitu: (1) mengenal kehidupan bercocok tanam dengan menanam padi di sawah, (2) mengenal dasar-dasar pentasseni wayang, (3) mengenal seni gamelan yang terbuat dari perunggu, (4) mengenal seni batik dengan lukisan hias, (5) mampu menciptakan barang-barang yang berasal dari bahan logam, (6) mengenal kehidupan masyarakat yang tersusun secara rapih dengan, adalah tata cara macapat, (7) mengenal alat tukar dalam kehidupan perdagangan, (8) mempunyai kesanggupan dalam pelayaran, (9) mengenal ilmu wawasan ihwal perbintangan (astronomi), dan (10) sudah mengenal pembagian kerja sehubungan dengan susunan penduduk yang terencana.
3. Kedatangan dan Pengaruh Agama Hindu/Budha
Sekitar masa ke-4 Masehi anutan agama Hindu-Budha mulai kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia. Diperkirakan semenjak awal tarikh masehi, ajaran agama Hindu-Budha telah memasuki daerah Indonesia. Terdapat beberapa teori ihwal proses masuknya agama Hindu-Budha, adalah teori ksatria, teori waisya, dan teori arus balik. Teori ksatria mengatakan bahwa yang berbagi anutan agama Hindu-Budha di Indonesia yaitu kaum ksatria dari India. Teori waisya menyampaikan bahwa yang membuatkan agama Hindu-Budha di Indonesia ialah kaum penjualIndia. Sedangkan teori arus balik menyampaikan bahwa yang berbagi agama Hindu-Budha di India adalah orang Indonesia sendiri yang sengaja memperdalam agama Hindu-Budha di Indonesia untuk kemudian kembali ke Indonesia untuk membuatkan anutan agama Hindu-Budha.
Sejak awal abad ke-5 Masehi pengaruh agama Hindu-Budha mulai terasa dalam kehidupan bangsa Indonesia, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, maupun kebudayaan. Beberapa kerajaan yang bercorak Hindu-Budha pun bermunculan, seperti: kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Tarumanegara di Jawa Barat, Kalingga di Jawa Tengah, Kanjuruhan di Jawa Timur, Mataram Kuno di Jawa Tengah, Medang di Jawa Timur, Sriwijaya di Palembang, Kediri di Jawa Timur, Singosari di Jawa Timur, Majapahit di Jawa Timur, dan lain sebagainya.
4. Kedatangan dan Pengaruh Agama Islam
Beberapa mahir sejarah berasumsi bahwa agama Islam mulai masuk ke kawasan Indonesia semenjak kurun ke-7 Masehi. Pendapat ini didukung oleh berita Cina dari zaman Dinasti Tang yang menerangkan tentang adanya serangan orang-orang Ta-shih kepada kerajaan Ho-ling yang pada saat itu diperintah oleh Ratu Simha. Orang-orang Ta-shih ditafsirkan sebagai orang-orang Arab. Pada era ke-13 agama Islam makin meningkat di Indonesia. Hal tersebut sesuai dengan isu Marcopolo yang singgah di kerajaan Samudera Pasai (1292 M), info Ibnu Batutah yang berkunjung di kerajaan Samudera Pasai (permulaan kala ke- 14 M), penemuan batu nisan makan Sultan Malik Al-Saleh (meninggal tahun 1297 M). Secara umum sejarawan sepakat bahwa agama Islam dibawa ke Indonesia oleh para pedagang Muslim yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat (India). Dengan demikian, permulaan penyebaran agama Islam di Indonesia dilakukan melalui perdagangan. Selain lewat perdagangan, terdapat pula jalan masuk-jalan masuk lain yang digunakan dalam membuatkan agama Islam, antara lain adalah melalui perkawinan, lewat pendidikan, lewat dakwah secara terbuka, lewat kesenian dan kebudayaan, dan melalui tasawuf. Melalui cara-cara seperti itulah agama Islam meningkat di Indonesia secara tenang.
Puncak kemajuan agama Islam di Indonesia ditandai dengan hadirnya kerajaankerajaan yang bercorak Islam sehingga kehidupan bangsa Indonesia, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan diwarnai dengan anutan agama Islam. Adapun kerajaan- kerajaan Islam yang dimaksud antara lain yakni kerajaan Samudera-Pasai di Aceh, kerajaan Aceh di Aceh, kerajaan Demak di Jawa Tengah, kerajaan Pajang di Jawa Tengah, kerajaan Mataram-Islam di Yogyakarta, kesultanan Cirebon di Jawa Barat, kesultanan Banten di Banten, kerajaan Gowa-Tallo di Sulawesi Selatan, kerajaan Ternate-Tidore di Maluku, kerajaan Banjar di Kalimantan Selatan, dan lain sebagainya.
5. Kedatangan dan Pengaruh Bangsa Barat
Pada awal periode ke-16 bangsa barat mulai berdatangan di Indonesia. Kedatangan bangsa barat tersebut didorong tiga motivasi utama, ialah: (1) mencari daerah jajahan yang seluasluasnya dalam rangka mencapai kejayaan negaranya (glory), (2) ingin mencari kekayaan yang sebanyak-banyaknya (gold), dan (3) ingin melaksanakan misi gereja, yaitu menyebarkan agama Nasrani di tempat jajahan (gospel). Dengan motivasi tiga semboyan tersebut bangsa barat saling berlomba-lomba mencari tempat jajahan, baik di benua Asia maupun di benua Afrika.
Tercatat beberapa bangsa barat pernah menginjakkan kaki dan sekaligus mencicipi kekayaan bangsa Indonesia, adalah bangsa Portugis yang berhasil merebut Malaka pada tahun 1511 untuk kemudian merebut Maluku pada tahun 1512. Bangsa Belanda pertama kali mendarat di Banten pada tahun 1596 untuk kemudian disusul dengan rombongan-rombongan yang lain sampai sukses menjajah Indonesia selama waktu sekitar 350 tahun. Bangsa Inggris pernah berhasil merebut Indonesia dari tangan Belanda pada tahun 1811-1815. Para penjajah tersebut dengan kekuatan paksanya berupaya mewarnai kehidupan bangsa Indonesia, termasuk dalam hal penyebaran agama Kristen. Oleh sebab itu, dibawah penjajahan bangsa barat tersebut bangsa Indonesia benar-benar mengalami penderitaan lahir batin. Penderitaan yang berkepanjangan itulah yang telah membentuk jiwa-jiwa pejuang dari putra-putri bangsa sehingga sukses memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Uraian di atas menawarkan gambaran, adaptatifnya bangsa Indonesia mendapatkan unsurunsur kebudayaan ajaib. Segala komponen kebudayaan asing mirip kebudayaan Bacson- Hoabinh, kebudayaan Dongson, kebudayaan Hindu-Budha, kebudayaan Islam, kebudayaan barat telah berasimilasi menjadi kebudayaan bangsa Indonesia yang ada kini ini. Kondisi tersebut sekaligus memperlihatkan bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sungguh toleran dan sekaligus terbuka kepada eksistensi kebudayaan aneh. Toleransi dan keterbukaan tersebut sudah memungkinkan terjadinya kesinambungan masyarakat Indonesia hingga kini ini. Perlu dicatat, setiap kali dampak kebudayaan aneh datang, bukan bermakna menghapus sama sekali kebudayaan yang meningkat sebelumnya.
Dalam kebudayaan bangsa Indonesia terdapat beberapa bagian yang bersifat tetap dan selalu dipertahankan, disamping terdapat beberapa unsur yang berganti. Unsur-unsur yang bersifat tetap kebanyakan ialah bagian kebudayaan yang bersifat fundamental yang menjadi pegangan hidup, misalnya ideologi. Sedangkan bagian-bagian yang berubah kebanyakan ialah kebudayaan yang bersifat lahiriah. Fenomena tersebut senada dengan pandangan Bierens de Haan yang menyebutkan adanya komponen statika dan bagian dinamika. Unsur statika merupakan bagian yang bersifat tetap, sedangkan komponen dinamika merupakan komponen yang bersifat berubah-ubah.
Kesinambungan penduduk Indonesia tersebut kian kokoh dengan ditetapkannya Pancasila selaku landasan idiil, Undang-Undang Dasar (Undang-Undang Dasar) 1945 sebagai landasan konstitusional, dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) selaku landasan operasional bagi pembangunan masyarakat Indonesia. Kesinambungan penduduk Indonesia tersebut harus dijamin lewat pelaksanaan pembangunan yang bersiklus. Di dalam GBHN jelasjelas dinyatakan bahwa pembangunan nasional dijalankan secara berencana, sedikit demi sedikit, dan berkesinambungan. Setiap tahap pembangunan ialah landasan bagi kegiatan pembangunan pada tahap berikutnya.
Sekian bahan perihal Kehidupan Masyarakat Indonesia dari , semoga berfaedah.