close

Integrasi Dan Disintegrasi

Integrasi Dan Disintegrasi – Dalam sebuah kelompok masyarakat terjadi adaptasi-adaptasi akan menjadikan integrasi sosial dan disintegrasi sosial. Integrasi sosial akan terjadi kalau ditemukannya metode nilai dan sistem norma yang baru yang menjadi landasan dalam melakukan acara sosial, sedangkan disintegrasi sosial akan terjadi bila dari proses penyesuaian-pembiasaan tersebut berkembang masalah-masalah baru sebagai akhir dari kegagalan dalam melaksanakan upaya penyesuaian kepada sistem nilai dan sistem norma yang gres tersebut, persoalan tersebut meliputi:
Integrasi
Proses integrasi atau penyatuan sosial terjadi jika perubahan sosial itu menjinjing unsurunsur yang cocok dengan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Penambahan unsurunsur baru di dalam proses perubahan itu menyatu di dalam kerangka kepentingan struktur sosial yang ada.
Sikap yang diambil oleh anggota masyarakat dan struktur sosial yang ada ialah sikap adopsi atau mendapatkan bagian gres sebagai bagian dari sistem yang telah ada. Bahkan, dalam beberapa masalah mampu terjadi bahwa unsur gres tersebut justru membangkitkan atau memberi kekuatan baru bagi berkembangnya unsur yang sudah ada atau disebut revitalisasi. Ada beberapa kelompok sosial misalnya, yang secara konkret menerima kegiatan pariwisata alasannya mampu membangkitkan kembali kebudayaan tradisional yang nyaris punah akibat adanya acara pariwisata tersebut.
Proses integrasi dapat terjadi pula lewat cara interseksi banyak sekali struktur sosial yang berlawanan dalam satu kesatuan sosial. Perubahan sosial tidak selamanya menjinjing dampak pada pemisahan korelasi sosial namun mampu jadi sebaliknya mampu memperumit keterkaitan korelasi antara golongan-kalangan yang ada.
Disintegrasi
Kegagalan sebuah masyarakat dalam melaksanakan langkah penyesuaian mampu menimbulkan disintegrasi dalam kehidupan masyarakat tersebut. Disintegrasi yang dimaksud dapat berwujud dalam berbagai bentuk, mirip pemberontakan, demonstrasi, kriminalitas, kenakalan sampaumur, prostitusi, dan lain sebagainya.
a. Pergolakan di tempat
Negara-negara yang memiliki daerah kekuasaan yang luas dengan jumlah masyarakatyang beragam seperti Indonesia, Uni Sovyet (sekarang Rusia), Yugoslavia, India, Srilanka, Irlandia, India, Afganistan, dan sebagainya pernah memiliki pengalaman akan adanya pergolakan di tempat kekuasaannya. Seperti yang kita ketahui bareng , bahwa Uni Sovyet sekarang telah hancur akibat glasnost dan perestroika. Bahkan, beberapa bekas daerah Uni Sovyet, mirip Tajikistan, Turkmenistan, dan Kazakhstan sekarang telah merdeka sebagai negara yang berdaulat. Sementara itu, Rusia sampai dikala ini belum berhasil menuntaskan pemberontakan warga muslim Chechnya. Beberapa daerah di semenanjung Balkan kini telah sukses memerdekakan diri dari Yugoslavia. Srilanka sampai saat ini masih disibukkan oleh pemberontakan Macan Tamil. India dan Pakistan masih dalam sengketa memperdebatkankan kawasan kashmir yang dominan berpenduduk muslim. Masih banyak lagi insiden-peristiwa serupa yang menimpa berbagai negara di dunia.
Indonesia, dengan kawasan yang sungguh luas dan terdiri atas ribuan pulau, dengan keadaan penduduk yang sangat majemuk sudah barang tentu tidak dapat lepas dari duduk perkara pergolakan di kawasan. Pergolakan-pergolakan yang terjadi di beberapa kawasan, mirip di Aceh dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)-nya, di Irianjaya (sekarang Papua) dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM)-nya, di Maluku dengan Republik Maluku Selatan (RMS)-nya, pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pergolakan yang telah terjadi semenjak zaman Orde Lama.
Seperti yang diketahui bahwa sejak proklamasi kemerdekaan negara Republik Indonesia sampai kini terdapat beberapa pergolakan yang terjadi di beberapa kawasan di Indonesia, di antaranya yakni selaku berikut:
1. Pemberontakan PKI-Madiun
Pemberontakan PKI-Madiun yang dipimpin oleh Moeso, Amir Syarifuddin, dan beberapa tokoh PKI yang lain ditandai dengan diproklamasikannya Negara Sovyet Republik Indonesia di Madiun pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan PKI-Madiun lebih didorong oleh impian segelintir orang Indonesia yang berhaluan sosialis-komunis untuk mendirikan negara yang berdasarkan atas ideologi komunis. Dalam waktu 12 hari, pemberontakan PKI-Madiun berhasil ditumpas oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI).
2. Gerakan DI/TII
Selain sebab adanya perbedaan ideologis, yaitu ingin mendirikan negara Indonesia yang menurut atas fatwa agama Islam, gerakan DI/TII juga dipicu oleh kekecewaan terhadap isi persetujuanRenville yang dipandang sangat merugikan pihak RI. Sebagaimana yang dimengerti, pasukan Hisbullah dan Sabilillah yang dipimpin oleh Soekarmadji Maridjan Kartosoewirjo tidak bersedia meninggalkan wilayah Jawa Barat tolong-menolong dengan pasukan Divisi Siliwangi yang lain. Bahkan pada tanggal 7 Agustus 1949, Soekarmadji Maridjan Kartosoewirjo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII) yang berpusat di Malangbong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Pengaruh Gerakan DI/TII meluas di banyak sekali daerah di Indonesia mirip di daerah Kebumen (Jawa Tengah yang dipimpin oleh Amir Fattah dan Kyai Mohammad Mahfudz Abdurrahman, di Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar, di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh Kahar Muzakar, dan di Aceh yang dipimpin oleh Daud Beureuh.
3. Pemberontakan Andi Azis
Pemberontakan Andi Azis dilatarbelakangi oleh harapan untuk menjaga kedudukan Negara Indonesia Timur yang dibentuk oleh Belanda. Pemberontakan tersebut dilancarkan sekitar bulan April 1950 melalui perlawanan bersenjata dan sekaligus mengeluarkan pernyataan-pernyataan melalui surat kabar. Adapun isi pernyataan tersebut yaitu sebagai berikut: (1) Negara Indonesia Timur (NIT) mesti dipertahankan semoga tetap berdiri, (2) pasukan KNIL yang sudah masuk APRIS sajalah yang bertanggung jawab atas keamanan daerah NIT, dan 93) Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Hatta hendaknya tidak membatasi tetap berdirinya NIT dengan cara kekerasan.
4. Republik Maluku Selatan (RMS)
Republik Maluku Selatan (RMS) ialah suatu negara yang dicita-citakan oleh Dr. Soumokil (bekas Jaksa Agung NIT). Dengan demikian RMS merupakan sebuah gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Gerakan RMS mampu ditumpas oleh pasukan TNI sekitar bulan Desember 1963.
5. Peristiwa PRRI/Permesta
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) merupakan suatu gerakan separatis yang diawali dengan berdirinya dewan-dewan di berbagai tempat, yaitu Dewan Gajah yang berdiri pada tanggal 20 Desember 1956 di Medan dipimpin oleh Letkol M. Simbolon, Dewan Banteng yang bangun pada tanggal 22 Desember 1956 di Padang dipimpin oleh Letnan Kolonel Achmad Husein, Dewan Lambung Mangkurat yang didirikan oleh Letkol Vantje Sumual di Kalimantan Selatan. Keberadaan dewan- dewan tersebut diperkuat dengan adanya Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang dideklarasikan di Makasar pada tanggal 2 Maret 1957. Dewan-dewan tersebut menjadi cikal bakal diproklamasikannya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tanggal 17 Pebruari 1958 dengan Mr. Syafrudin Prawiranegara sebagai perdana menterinya.
Memperhatikan banyak sekali pergolakan di banyak sekali kawasan di Indonesia sebagaimana yang disebutkan di atas, Koentjaraningrat menyebutkan adanya beberapa alasannya adalah, ialah: (1) terjadinya abad transisi dari Republik Indonesia Serikat (RIS) menuju Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tahun 1951, (2) adanya demobilisasi kelompok-kalangan gerilya Indonesia dan adanya bekas-bekas prajurit Belanda (KNIL), (3) adanya revolusi yang dilaksanakan untuk menggantikan ideologi Pancasila, seperti Pemberontakan PKI-Madiun dan DI/TII, dan (4) terlalu tersentralisasinya perekonomian Indonesia selama sepuluh tahun pertama sejak Indonesia merdeka.
b. Demonstrasi
Berbagai media massa belakangan ini sering menayangkan aksi demonstrasi. Pada dasarnya demonstrasi merupakan aktivitas unjuk rasa dari sekelompok orang yang terstruktur untuk menyatakan kekecewaan atau kekecewaan terhadap kebijakan suatu pimpinan atau suatu rezim pemerintahan, baik kebijakan yang telah maupun yang sedang dilaksanakan. Lazimnya, demonstrasi dilakukan oleh sekelompok orang yang berpendapat bahwa di dalam kehidupan penduduk terdapat kesenjangan antara sesuatu yang diinginkan dengan kenyataan yang terjadi, baik yang menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan, dan lain sebagainya.
 Dalam sebuah kelompok masyarakat terjadi penyesuaian Integrasi Dan Disintegrasi
Demonstrasi merupakan sebuah cara yang ditempuh oleh penduduk untuk memberikan aspirasi dan tuntutan tertentu. Demonstrasi tersebut dilakukan manakala masyarakat tidak memiliki cara lain untuk mencari solusi dari urusan yang meningkat melainkan lewat demonstrasi. Misalnya, berbagai musyawarah yang ditempuh cuma menemui jalan buntu. Perlu dikenali bahwa demonstrasi tidak sama artinya dengan tindakan vandalisme, anarkhisme, atau brutalisme. Penyampaian permintaan dan aspirasi dalam demonstrasi dilaksanakan dengan menggunakan banyak sekali cara seperti meneriakkan yel-yel, membuat poster-poster, pembacaan puisi, menyanyikan lagu-lagu tertentu, membuat slogan- slogan, membuat pernyataan tertulis, dan lain sebagainya. Namun, demonstrasi akan bermetamorfosis vandalisme, anarkhisme, dan brutalisme mana kala para demonstran mulai meneriakkan sumpah serapah yang berupa umpatan-umpatan atau hujatan yang memancing emosi massa, baik penduduk umum maupun petugas keselamatan.
 Dalam sebuah kelompok masyarakat terjadi penyesuaian Integrasi Dan Disintegrasi
Demonstrasi memang mempunyai dampak positif, adalah ialah suatu bentuk tekanan (pressure) dan sekaligus merupakan suatu alat pengendali sosial (Sosial control) yang efektif. Namun demikian, selama masih ada cara lain yang mampu ditempuh, sedapat mungkin aksi demonstrasi dikesampingkan. Sikap tersebut dibutuhkan mengenang agresi demonstrasi yang mengerahkan kekuatan massa sering membuat gangguan-gangguan dalam kehidupan penduduk , mirip kemacetan kemudian lintas, kegaduhan, polusi bunyi, dan lain sebagainya. Demonstrasi juga mampu mengakibatkan keretakan dalam kekerabatan-relasi sosial, khususnya antara pihak demonstran dengan pihak yang didemo selaku balasan dari sikap pro dan kontra yang berkembang antara kedua belah pihak.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia tidak terlepas dari aksi demonstrasi. Aksi-agresi demonstrasi tersebut dapat diperhatikan antara lain: (1) pada kurun tahun 60 an, adalah saat rakyat dan mahasiswa melancarkan agresi Tritura, (2) pada masa tahun 80-an, ialah dikala sebagian penduduk Indonesia melancarkan aksi penolakan kepada masuknya produk-produk gila, dan (3) agresi-agresi yang dilancarkan oleh masyarakat Indonesia sepanjang pertengahan tahun 1999 sampai kini untuk menuntut penyelenggaraan pemerintahan negara yang bersih dan bertanggung jawab. Aksi-aksi lainnya seperti agresi kaum buruh terhadap majikannya, agresi masyarakat terhadap kinerja dewan yang dianggap tidak memuaskan, dan lain sebagainya.
c. Kriminalitas
Kriminalitas merupakan sikap kejahatan yang terjadi dan sekaligus sungguh meresahkan kehidupan masyarakat. Banyak sekali aspek yang mendorong terjadinya kriminalitas atau kejahatan sosial. Dalam hal ini, E.H. Sutherland berpandangan bahwa kriminalitas atau kejahatan ialah hasil dari proses-proses dalam kehidupan penduduk seperti imitasi, identifikasi, pembentukan rancangan diri (self-conception), pelaksanaan peranan sosial, asosiasi diferensial, maupun ketidakpuasan-kekecewaan yang agresif. Dengan demikian kriminalitas atau kejahatan terjadi sebagai hasil dari interaksi seseorang atau sekelompok orang dengan seseorang atau sekelompok orang yang bertingkah menyimpang. Pemicu kriminalitas atau kejahatan sosial adalah adanya tekanan-tekanan mental, baik yang bersifat ekonomi maupun sosial yang menunjukkan beban psikologis yang berat.
Dari sekian banyak bentuk kriminalitas yang ada, white-collar crime (kejahatan kerah putih) yaitu aksi-agresi kejahatan yang dijalankan oleh para penguasa maupun para usahawan dikala menjalankan tugas sosialnya. Sesuai dengan status sosial yang disandang, para pelaku white-collar crime (kejahatan kerah putih) ialah orang yang memegang posisi dan kedudukan yang sangat besar lengan berkuasa, baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang politik. Para pelaku white-collar crime (kejahatan kerah putih) tersebut seperti tidak takut terhadap hukum karena aturan dapat dibeli dengan duit dan kekuasaan yang dimilikinya.
Berbeda dengan para pelaku kejahatan lain yang kebanyakan stress secara ekonomi, para pelaku white-collar crime (kejahatan kerah putih) pada umumnya mempunyai latar belakang ekonomi yang mapan. Keadaan tersebut memungkinkan terjadinya sikap pemanjaan dalam acuan bimbing sehingga meningkat eksklusif yang merepotkan menertibkan cita-cita sehubungan dengan lemahnya prinsip akhlak yang diajarkan. Bentuk-bentuk white-collar crime (kejahatan kerah putih) yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kejahatan-kejahatan serupa itulah yang ketika ini sedang melanda kehidupan bangsa Indonesia.
d. Kenakalan Remaja
Dalam kehidupan bermasyarakat tampakbahwa kenakalan dewasa dapat terjadi di kalangan masyarakat kaya maupun di golongan penduduk miskin. Kenakalan cukup umur juga mampu terjadi dalam kehidupan masyarakat pedesaan maupun dalam kehidupan masyarakat perkotaan. Pada umumnya kenakalan remaja tersebut dapat terjadi alasannya adalah beberapa hal, mirip: (1) penanaman tata cara nilai dan sistem norma (sense of value) yang lemah, (2) berkembangnya organisasi-organisasi nonformal yang berperilaku menyimpang sehingga tidak diinginkan dalam kehidupan masyarakat, dan (3) adanya cita-cita untuk mengubah keadaan diadaptasi dengan pertumbuhan-pertumbuhan gres (youth values).
Secara psikologis usia dewasa ialah usia di mana para cukup umur sedang mencari identitas diri. Dengan demikian, secara kejiwaan para cukup umur berada dalam kondisi yang labil, dalam arti, para dewasa belum menemukan jati diri kepribadiannya secara mantap. Di sinilah arti penting pendidikan sebagai usaha untuk membimbing manusia menuju kedewasaan, yakni menuju penemuan jati diri sebagai manusia. Menurut observasi, pada penduduk pedesaan, khususnya yang terjadi pada keluarga-keluarga miskin, kenakalan cukup umur yang terjadi setidaknya disebabkan oleh tiga aspek, yakni: (1) kesuksesan pemerintah dalam pembangunan sudah membawa konsekuensi logis pada derasnya arus info, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, baik yang bersifat konstruktif maupun yang bersifat destruktif, sedangkan para remaja belum memiliki kepribadian yang mantap, (2) keadaan keluarga yang serba kelemahan sudah mendorong para sampaumur untuk mencari aktivitas-kegiatan alternatif yang dianggap menggembirakan tetapi sekaligus sangat menjerumuskan kepribadian mereka., dan (3) banyaknya keluarga-keluarga pedesaan yang merantau ke perkotaan (urbanisasi) sehingga menjinjing konsekuensi logis pada kurangnya pengawasan dan sekaligus kurangnya pendidikan yang diselenggarakan di lingkungan keluarga.
Adapun kenakalan remaja yang terjadi pada masyarakat perkotaan, utamanya pada keluarga- keluarga kaya, persoalannya terletak pada kegiatan orang renta yang terlalu antusiasdalam meniti karier, baik dalam organisasi, pekerjaan, maupun bisnis sehingga kurang ada potensi untuk memperhatikan pertumbuhan belum dewasa mereka. Kondisi keluarga mirip itu pada umumnya menawarkan kepuasan secara material kepada belum dewasa mereka, sedangkan kenyamanan psikologis tidak diberikan secara patut. Keadaan mirip inilah yang menyebabkan para sampaumur di perkotaan mengalami kebosanan sehingga mencari pelampiasan untuk membunuh rasa jenuh dengan menggunakan segala macam akomodasi material yang diberikan oleh orang tua mereka.
Bentuk-bentuk kenakalan sampaumur kebanyakan berupa asosiasi-asosiasi remaja yang suka bikin onar yang berbentukcross-boy/cross-girl. Adapun beberapa aktivitas yang terjadi sehubungan dengan kenakalan sampaumur tersebut di antaranya yakni pencurian, pencopetan, penganiayaan, penodongan, pornografi yang dilanjutkan dengan tindakan asusila, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pelanggaran tata tertib kemudian lintas, dan lain sebagainya.
e. Prostitusi
Istilah prostitusi, atau lebih populer dengan ungkapan pelacuran, merupakan suatu kegiatan yang dikerjakan oleh seseorang dengan cara menawarkan dirinya kepada masyarakat lazim untuk melakukan kegiatan seksual di luar nikah dengan imbalan berupa upah sesuai dengan kesepakatan yang dibentuk. Prostitusi atau pelacuran merupakan salah satu bentuk tindakan asusila alasannya adalah bertentangan dengan norma agama, norma hukum, dan norma budbahasa. Namun demikian, tidak sedikit penduduk , baik yang berasal dari keluarga kaya maupun dari kalangan keluarga miskin, yang terjerumus dalam kegiatan asusila tersebut.
Sehubungan dengan persoalan tersebut, Soerjono Soekanto menawarkan penjelasan adanya dua hal yang menyebabkan terjadinya prostitusi dalam kehidupan penduduk , yaitu:
1. Faktor internal, adalah aspek-aspek yang berasal dari dalam diri pelaku prostitusi (pelacur) tersebut, mirip dorongan seksual yang tinggi, sifat malas untuk bekerja, dan impian untuk menikmati kemewahan dunia (hedonisme), dan lain sebagainya.
2. Faktor eksternal, adalah aspek-aspek yang berasal dari luar diri pelaku prostitusi (pelacur) tersebut, mirip keadaan ekonomi yang memprihatinkan, kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat, kegiatan urbanisasi yang tidak terkendali, dan lain sebagainya.
Dewasa ini prostitusi (pelacuran) menjelma dilema nasional. Bahkan, di aneka macam daerah, mirip di kota Surabaya, Jakarta, Bandung, dan lain sebagainya para pelaku prostitusi (pelacur) telah mengorganisasikan kalangan mereka untuk melakukan aksi demonstrasi menentang peraturan-peraturan yang sengaja diciptakan untuk mengontrol kehidupan mereka. Dengan demikian, para pelaku mesum tersebut secara terang-terangan minta keberadaan mereka diakui secara syah oleh pemerintah. Keadaan tersebut merupakan suatu ironi dan sekaligus ialah masalah kemanusiaan yang mesti menerima perhatian sebagaimana mestinya.
Sekian bahan mengenai Integrasi Dan Disintegrasi dari , agar bermanfaat.