Dongeng Pendek Wacana Zakat Fitrah: Menjumlah Derma Terbaik

Sobat , telah bayar zakat fitrah?

Pada minggu terakhir bulan berkat, dominan umat muslim telah mulai menunaikan kewajibannya untuk mengeluarkan uang zakat fitrah.

Ada sebagian dari mereka yang membayar zakat fitrah dengan beras, ada pula yang membayar zakat fitrah dengan duit.

Sebagai salah satu ibadah pensucian diri dan jiwa untuk kembali merengkuh fitrah, hukum bayar zakat fitrah ialah wajib, baik bagi anak kecil maupun orang remaja.

Dalam satu keluarga, seorang anak yang bisa pun boleh mengeluarkan uang zakat fitrah memakai beras dari hasil kerja kerasnya. Tapi kalau belum bisa, maka tanggung jawab zakat fitrah dibebankan kepada kepala keluarga.

Berikut Cerpen Kemenangan bulan ampunan dalam Keterbatasan

Sekarang kisahnya cukup berbeda. Kalau tidak ada badan atau amil zakat, mudharatnya bakal lebih besar.

Anggap saja semisal dalam satu desa ada 100 mustahiq zakat. Jika umat muslim yang wajib bayar zakat di desa tersebut menawarkan penunaian kewajibannya secara mandiri, maka bisa jadi ada 1 mustahiq zakat yang dapat banyak, 1 mustahiq zakat yang dapatnya sedikit, dan sisanya ada pula yang tidak mampu.

Beda dongeng bila pembayaran zakat fitrah lebih terkoordinasi. Para akseptor zakat bisa didata sehingga pembagiannya lebih adil.

Pun demikian dengan pendistribusian zakat fitrah. Di masa kontemporer, agaknya akan lebih bermaslahat jika zakat fitrah dibagikan sebelum Shalat Id.

Dengan cara tersebut, para akseptor zakat akan bergembira dan bisa saling bersapa ria pada dikala pelaksanaan Shalat Idulfitri.

*

“Ndi, kamu rencananya mau bayar zakat fitrah memakai beras atau uang?”

“Beras, Mat. Memangnya kamu mau bayar pake uang, kah?”

“Sama sih, Ndi. Aku pake beras saja. Nanti kalo pake uang, eh nanti uangnya malah dibelikan petasan, rokok, dan kembang api.”

  Menganyam Kesabaran | Cerpen Asma Nadia

“Yee, gak gitu juga sih, Mat. Pake duit juga boleh kok, asalkan memang maslahatnya lebih besar. Bukan aku lho yang bilang, tapi Syeikh Ibnu Taimiyyah.”

“Iya, Ndi. Aku paham, saya paham. Eh, betewe harga beras 10 canting sekarang berapa ya, Ndi?”

“Ada yang Rp30.000, Rp35.000, dan ada pula yang Rp40.000, Mat.”

“Oalah, mahal juga ya, Ndi. Aku kira hanya minyak goreng dan Pertamax yang naik, eh ternyata beras juga naik. Yaudah deh, nanti saya bayar zakat fitrahnya pake beras yang Rp30.000 aja deh.”

“Lha, lha, tumben kau perhitungan banget kini, Mat. Perasaan ahad kemarin jika kita buka bersama, kau yang traktir saya dan sobat-sahabat. Ratusan ribu lho. Pun demikian dengan dua hari yang kemudian. Kopi, gorengan, bahkan cemilan saat kita kumpul-kumpul, kau juga yang bayarin. Eh kok sekarang giliran zakat fitrah, kamu malah pilih yang minimalis?”

“Lho, memangnya kenapa, Ndi. Gak salah, kan? Toh zakat fitrah memakai beras yang kualitasnya sama dengan yang kita makan, kan?”

Boleh Baca: Cerpen Tentang Sedekah di Bulan bulan pahala

“Gak salah sih, Mat. Tapi ya, jikalau menurutku, sayang aja sih. Giliran urusan dunia, kamu rela traktir teman yang statusnya bisa, tetapi giliran masalah darul baka mirip zakat fitrah yang bayarnya setahun sekali, kau malah jadi orang yang perhitungan soal mutu.”

Mamat pun bengong. Selama ini ia memang ialah orang yang royal terhadap teman-sobat. Ya, meskipun cuma bekerja sebagai buruh tani, tetapi jika sekadar untuk traktir makan sebatas ratusan ribu dia masihlah mampu.

Setelah dipikir-pikir lagi, paras Mamat pun lekas mendung. Ia pun merasa malu sebab sepertinya setan kikir telah merasukinya. Padahal setan dan iblis sedang dibelenggu pada bulan bulan mulia. Tapi mungkin nafsu dunianya yang masih sukar dikontrol.

  Maling | Cerpen Putu Wijaya

“Iya. Kamu benar sekali, Ndi. Kayaknya aku terlalu banyak begadang nih. Ya udah deh, mumpung sekarang sedang ada rezeki, saya mau belikan beras dengan kualitas terbaik deh.”

“Nah, gitu dong, Mat.”

Andi pun lega. Ini gres namanya Mamat, sahabat andal yang tidak hitung-hitungan dalam memberi untuk bekal akhirat.*

Tamat

***

Demikianlah tadi sajian berupa cerita pendek ihwal zakat fitrah dengan judul “Menghitung Pemberian Terbaik”. Semoga memberi ide, ya.

Salam.