Biografi Munir Said Thalib

Sejarah dan Biografi Tokoh Dunia / Inspiratif Story / Pembela HAM ( Hak Asasi Manusia ) dan Kronologi Pembunuhan Munir

 Ia merupakan anak keenam dari tujuh bersaudara Said Thalib dan Jamilah Biografi Munir Said ThalibMunir begitulah beliau sering disapa, Seorang laki-laki sederhana yang bersahaja. Ia ialah anak keenam dari tujuh bersaudara Said Thalib dan Jamilah. Ia yakni seorang tokoh, seorang pejuang sejati, seorang pembela HAM di indonesia. Pria kelahiran Malang, 8 Desember 1965 ini adalah seorang aktivis muslim ekstrim yang lalu beralih menjadi seorang Munir yang menjunjung tinggi toleransi, menghormati nilai-nilai kemanusiaan, anti kekerasan dan berjuang tanpa kenal lelah dalam melawan praktek-praktek otoritarian serta militeristik.

Munir yakni seorang pelopor yang sungguh aktif memperjuangkan hak-hak orang tertindas. Selama hidupnya dia senantiasa berkomitmen untuk senantiasa membela siapa saja yang haknya terdzalimi. Tidak aneh harta, pangkat, jabatan, dan juga kemudahan. Ia membuktikannya dengan tindakan. Ketika ia menerima kado ratusan juta rupiah sebagai penerima “The Right Livelihood Award” dia tidak menikmatinya sendiri, melainkan membagi dua dengan Kontras, dan sebagian lagi diserahkan kepada ibunda tercintanya. Di tengah maraknya pejabat berebut akomodasi, Munir malah tidak tergoda. Ia tetap memakai sepeda motor selaku sahabat kerjanya. Seorang tokoh kelas dunia yang sangat bersahaja.

Gelar SH didapatkannya dari sebuah universitas ternama di Malang, Unibraw. Selama menjadi mahasiswa, Munir dikenal sebagai pencetus kampus yang sangat gesit. Ia pernah menjadi Ketua senat mahasiswa fakultas hukum Unibraw pada tahun 1998, koordinator daerah IV asosiasi mahasiswa hukum indonesia pada tahun 19989, anggota lembaga studi mahasiswa untuk pengembangan berpikir di Unibraw pada tahun 1988, Sekretaris dewan perwakilan mahasiswa aturan Unibraw pada tahun 1988, sekretaris al-Irsyad cabang Malang pada 1988, dan menjadi anggota Himpunan Mahsiswa Islam (HMI).

Munir merealisasikan keseriusannya dalam bidang hukum dengan cara melaksanakan pembelaan- pembelaan terhadap sejumlah masalah, terutama pembelaannya terhadap kaum tertindas. Ia juga mendirikan dan bergabung dengan aneka macam organisasi, bahkan juga membantu pemerintah dalam tim investigasi dan tim penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU).

Beberapa kasus yang pernah beliau tangani yaitu pada masalah Araujo yang dituduh sebagai pemberontak melawan pemerintahan Indonesia untuk memerdekakan Timor timur dari Indonesia pada 1992, perkara Marsinah (seorang pencetus buruh) yang dibunuh oleh militer pada tahun 1994, menjadi penasehat aturan warga Nipah, Madura, dalam kasus pembunuhan petani-petani oleh militer pada tahun 1993, menjadi penasehat aturan mahasiswa dan petani di Pasuruan, dalam perkara kerusuhan di PT.Chief Samsung, dengan tuduhan selaku otak kerusuhan pada tahun 1995, Penasehat hukum Muhadi (sopir) yang dituduh melakukan penembakan terhadap seorang polisi di Madura, Jawa Timur pada 1994, penasehat hukum para korban dan keluarga Korban Penghilangan Orang secara paksa 24 penggagas politik dan mahasiswa di Jakarta pada tahun 1997 sampai 1998, penasehat aturan korban dan keluarga korban pembantaian dalam tragedi Tanjung Priok 1984 sampai 1998, penasehat aturan korban dan keluarga korban penembakan mahasiswa di Semanggi I (1998) dan Semanggi II (1999), penasehat aturan dan koordinator advokasi perkara- masalah pelanggaran berat HAM di Aceh, Papua, lewat Kontras. Termasuk beberapa masalah di wilayah Aceh dan Papua yang dihasilkan dari kebijakan operasi Militer. Munir juga aktif di beberapa aktivitas advokasi dalam bidang perburuhan, pertanahan, Lingkungan, Gender dan sejumlah masalah pelanggaran hak sipil dan politik.Pada Tahun 2003, Munir bersikeras untuk ikut dengan sejumlah pencetus senior dan pelopor pro demokrasi mengunjungi dewan perwakilan rakyat paska penyerangan dan kekerasn yang terjadi di kantor Tempo, padahal beliau masih diharuskan beristirahat oleh dokter.

  Hakekat Sosiologi

Pada tahun 2004, Munir juga bergabung dengan Tim advokasi SMPN 56 yang digusur oleh Pemerintah Daerah. Selain itu, ia juga seorang yang aktif menulis di aneka macam media cetak dan elektro yang berkaitan dengan tema-tema HAM, Hukum, Reformasi Militer dan kepolisian, Politik dan perburuhan.

Munir yaitu sosok pemberanni dan tangguh dalam meneriakkan kebenaran. Ia yakni seorang pengabdi yang teladan, jujur, dan konsisten. Berkat pengabdiannya itulah, ia mendapatkan akreditasi yang berbentukpenghargaan dari dalam negeri dan mancanegara. Di dalam negeri, beliau dinobatkan sebagai Man Of The Year 1998 versi majalah UMMAT, penghargaan Pin Emas sebagai Lulusan UNIBRAW yang sukses, sebagai salah seorang tokoh populer Indonesia pada kala XX, Majalah Forum Keadilan. Semenatara di mancanegara, ia dinobatkan menjadi As Leader for the Millenniumdari Asia Week pada tahun 2000, The Right Livelihood Award (Alternative Nobel Prizes) untuk penawaran spesial HAM dan kontrol sipil atas militer, Stockholm pada December 2000, dan An Honourable Mention of the 2000 UNESCO Madanjeet Singh Prize atas usaha- usahanya dalam mengiklankan toleransi dan Anti Kekerasan, Paris, November 2000.

Wafat

Munir wafat pada tanggal 7 September 2004, di pesawat Garuda GA-974 dingklik 40 G dalam suatu penerbangan menuju Amsterdam, Belanda. Perjalanan itu yakni suatu perjalanan untuk melanjutkan study-nya ke Universitas Utrecht. Ia dibunuh dengan memakai racun arsenik yang yang ditaruh ke makanannya oleh Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus ialah seorang pilot Garuda yang waktu itu sedang cuti. Dan pada dikala keberangkatan Munir ke Belanda, secara kontroversial ia diangkat sebagai corporate security oleh Dirut Garuda. Sampai kini, ajal seorang Munir, sang Pahlawan orang Hilang, sang hero HAM ini masih sebuah misteri. Jenazahnya dimakamkan di taman makam umum kota Batu. Ia meninggalkan seorang istri berjulukan Suciwati dan dua orang anak, yakni Sultan Alif Allende dan Diva. Sejak tahun 2005, tanggal ajal Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan selaku Hari Pembela HAM Indonesia.

  Besarnya Tegangan Yang Dimiliki Suatu Bahan Berbanding Terbalik Dengan….

Untuk memperingati satu tahun kepergian Munir, diluncurkan film dokumenter karya Ratrikala Bhre Aditya dengan judul Bunga Dibakar di Goethe-Institut, Jakarta Pusat, 8 September 2005. Film ini menceritakan perjalanan hidup Munir sebagai seorang suami, ayah, dan teman. Munir digambarkan sosok yang suka bercanda dan sangat mengasihi istri dan kedua anaknya. Masa kecil Munir yang suka berkelahi layaknya belum dewasa lain dan tidak pernah menjadi juara kelas juga ditampilkan. Munir dibunuh di kurun demokrasi dan keterbukaan serta keinginan akan hadirnya sebuah Indonesia yang beliau cita-citakan mulai meningkat . Semangat inilah yang ingin diungkapkan melalui film ini.

Sebuah film dokumenter lain juga sudah dibentuk, berjudul Garuda’s Deadly Upgrade hasil kolaborasi antara Dateline (SBS TV Australia) dan Off Stream Productions.Pada peringatan tahun kedua, 7 September 2006, di Tugu Proklamasi diluncurkan film dokumenter berjudul “His Strory”. Film ini bercerita tentang proses persidangan Pollycarpus dan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan.

Sejak 2005, tanggal ajal Munir 7 September, oleh para penggerak HAM dicanangkan selaku Hari Pembela HAM Indonesia.

Kronologi Pembunuhan Munir

Tiga jam setelah pesawat GA-974 take off dari Singapura, awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang berjulukan Munir yang duduk di dingklik nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir sudah meninggal dunia.

Pada tanggal 12 November 2004 dikeluarkan kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum sesudah otopsi. Hal ini juga dikonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum dikenali siapa yang telah meracuni Munir, walaupun ada yang mengira bahwa oknum-oknum tertentu memang ingin menyingkirkannya.

  Puisi aku adalah cinta

Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto dijatuhi vonis 14 tahun eksekusi penjara atas pembunuhan kepada Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik di makanan Munir, karena beliau ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima beberapa panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh biro intelijen senior, tetapi tidak menerangkan lebih lanjut. Selain itu Presiden Susilo juga membentuk tim investigasi independen, namun hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah diterbitkan ke publik.

Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Pr, yang kebetulan juga orang akrab Prabowo Subianto dan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa beliau ialah otak pembunuhan Munir[1]. Beragam bukti besar lengan berkuasa dan kesaksian mengarah padanya[2].Namun demikian, pada 31 Desember 2008, Muchdi divonis bebas. Vonis ini sungguh kontroversial dan perkara ini tengah ditinjau ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas sekarang tengah diperiksa.

Artikel : Biografi Munir Said Thalib
Sumber : wikipedia