Indonesia ialah negara dengan sumber daya alam yang melimpah utamanya di sektor kelautan dan perikanan, tercatat oleh LIPI pada tahun 2014 terdapat 450 spesies karang, 3476 spesies ikan, 13 spesies lamun, 48 spesies mangrove, 309 spesies krustasea, 6 spesies penyu, 35 spesies mamalia bahari, dan 221 spesies hiu dan pari. Upaya derma kepada kekayaan tersebut diatur dalam Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang–Undang Nomor 31 Tahun 2004 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 ihwal Perikanan, Undang–Undang Nomor 27 Tahun 2007 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Pengertian ikan dalam UU Perikanan adalah segala macam organisme yang seluruh atau sebagain dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan, pada Pasal 7 ayat (6) UU Perikanan ditegaskan jenis-jenis ikan yaitu : a) ikan bersirip (pisces); b) udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya (crustacea), c) kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya (mollusca), d) ubur-ubur dan sebangsanya (coelenterata), e) teripang, bulu babi, dan sebangsanya (echinodermata), f) kodok dan sebangsanya (amphibia), g) buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air, dan sebangsanya (reptilia), h) paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya (mammalia), i) rumput bahari dan tumbuh-flora lain yang hidupnya di dalam air (algae), dan j) biota perairan lainnya. Luasnya pengertian ikan tersebut memperlihatkan bahwa perairan nasional mengandung kekayaan hayati dengan berjuta organisme yang memerlukan penanganan dan sumbangan berkesinambungan, sehingga konservasi dan pengembangan potensi sumber daya ikan tetap tersadar dan terkontrol.
Terkait dengan ikan yang dilindungi dikelola pada beberapa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, yaitu :
- Keputusan Menteri KP Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Hiu Paus (Rhincodon Typus);
- Peraturan Menteri KP Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Larangan Pengeluaran ikan Hiu Koboi (Carcharhinus longimanus) dan Hiu Martil (Sphyrna Spp) dari wilayah negara republik indonesia ke luar kawasan Negara Republik Indonesia;
- Peraturan Menteri KP Nomor 19 Tahun 2012 Tentang Larangan Pengeluaran Benih Sidat (Anguilla Spp) dari Wilayah Negara Republik Indonesia Ke Luar Wilayah Negara Republik Indonesia;
- Peraturan Menteri KP Nomor 56 Tahun 2016 Tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus Spp.), Kepiting (Scylla Spp.), dan Rajungan (Portunus Spp.) dari Wilayah Negara Republik Indonesia;
- Peraturan Menteri KP Nomor 21 Tahun 2014 tentang Larangan Pengeluaran Ikan Hias Anak Ikan Arwana dan Benih Ikan Botia Hidup dari Wilayah Negara RI ke luar Wilayah Negara RI;
- Keputusan Menteri KP Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Penetapan Status Perlindungan Penuh Ikan Pari Manta;
- Keputusan Menteri KP Nomor 46 Tahun 2014 Tentang Penetapan Status Perlindungan terbatas Bambu Laut (Isis spp)
- Keputusan Menteri KP Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Penetapan Status Perlindungan terbatas Ikan Napoleon (Chielinus Undulatus);
- Keputusan Menteri KP Nomor 59 Tahun 2011 Tentang Penetapan Status Perlindungan terbatas Ikan Terubuk (Tenualosa macrura);
- Keputusan Menteri KP Nomor 43 Tahun 2016 Tentang Penetapan Status Perlindungan terbatas Ikan Terubuk (Tenualosa ilisha).
Adapun larangan dan sanksinya diatur pada Pasal 88 UU Perikanan yang mengendalikan pelarangan memasukkan, mengeluarkan, menyelenggarakan, mengedarkan dan/atau memelihara ikan yang merugikan penduduk , pembudidayaan ikan, sumber daya ikan, dan/atau lingkungan sumber daya ikan ke dalam dan/atau ke luar wilayah pengelolaan perikanan RI sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1), sedangkan pada Pasal 100 menertibkan menganai ketentuan pelanggaran dari Pasal 7 ayat (2).
PPNS Perikanan selaku salah satu penyidik dalam UU Perikanan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir telah melakukan penyidikan terhadap ikan yang dilindungi sebanyak 21 (dua puluh satu) perkara. Adapun detail kasusnya selaku berikut :
Tahun
|
Kasus Ikan yang Dilindungi
|
Lokasi
|
Proses Hukum
|
2015
|
Melakukan Pengeluaran Benih Lobster Hidup dari Denpasar ke Batam
|
Cargo Internasional Bandar Udara Ngurah Rai Bali
|
Penyidikan
|
Pengeluaran Lobster karapas ukuran kurang dari 8 cm
|
Cargo Internasional Bandar Udara Ngurah Rai Bali
|
Pemeriksaan Pendahuluan
|
|
Melakukan transaksi perdagangan/Mengedarkan insang Pari Manta dan tulang ikan Pari Manta
|
Lombok Timur
|
Inkracht
|
|
Melakukan peredaran lobster dengan ukuran yang dihentikan
|
Mataram
|
Inkracht
|
|
Melakukan pengantaran dan peredaran sirip ikan hiu martil
|
Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya
|
Inkracht
|
|
2016
|
Melakukan pengeluaran ikan yang tidak boleh
|
Bandara Internasional Soekarno Hatta
|
Inkracht
|
Penjualan Telur Penyu
|
Tanjungpinang, Kep. Riau
|
Pembinaan
|
|
Keramba Jaring Apung PT Air Biru Maluku, P. Kasumba, Kec. Wiasala, Kab. Seram Bagian Barat
|
Penyidikan
|
||
Penjualan Insang Pari Manta Kering sejumlah 9,40 kg
|
Pelabuhan Ratu, Sukabumi
|
Inkracht
|
|
Penjualan benih lobster sebanyak 3.256 ekor
|
Sukabumi
|
Inkracht
|
|
Perdagangan Pari Manta
|
Lombok Timur
|
Inkracht
|
|
Pengeluaran Jellyfish tanpa diikuti Sertifikat Kesehatan (HC)
|
Surabaya
|
Penyidikan
|
|
Pengeluaran sirip Hiu kering tanpa diikuti Sertifikat Kesehatan (HC)
|
Surabaya
|
Inkracht
|
|
2017
|
Mengedarkan insang Pari Manta, tulang pari manta, dan sirip ikan hiu paus
|
Jember
|
Inkracht
Pidana penjara 6 bulan dan denda Rp. 250.000.000,-
|
Pengolahan Pari Manta
|
Sidoarjo
|
Kasasi
|
|
Pengedaran insang dan tulang Pari Manta
|
Lamongan
|
Tersangka melarikan diri
|
|
2018
|
Perdagangan Ikan Napoleon
|
Ternate
|
SP3
|
Perdagangan Benih Lobster
|
Sumbawa
|
Inkracht
Pidana penjara 2 bulan 15 hari dan denda Rp. 500.000,- subsider 1 bulan kurungan
|
|
Perdagangan Sirip Hiu Kering
|
Rokan Hilir
|
Proses Persidangan
|
|
2019
|
Pengiriman Sirip Pari Gergaji
|
Sidoarjo
|
Inkracht
Pidana penjara 1 bulan, dan pidana denda Rp. 20.000.000,-
|
Pengeluaran Kepiting Bertelur
|
Balikpapan
|
P-21
|
Sumber : Dit. Penanganan Pelanggaran, November 2019
Sebagai acuan masalah tahun 2015, PPNS Perikanan berhasil membongkar jaringan pengedar lobster, yakni sepasang suami istri David Tan (kebangsaan Taiwan) dan Vita Novijana yang disangka menampung/mengadakan dan/atau mengedarkan lobster sebanyak 23.670 ekor dalam 146 kantong plastik beroksigen yang dikemas dalam 10 bok styrofoam di bawah ukuran 8 cm, kedua Terdakwa didakwa melanggar Pasal 88 jo. Pasal 16 ayat (1), Pasal 100 jo. Pasal 7 ayat (2) karakter m dan n UU Nomor 31 Tahun 2004 perihal Perikanan serta Permen KP Nomor 1 Tahun 2015 perihal penangkapan Lobster, Kepiting dan Rajungan. Hakim PT Mataram melalui putusan nomor 75/Pid.Sus.Perikanan/2016/PT.MTR menyatakan memperbaiki putusan PN Mataram Nomor 545/Pidsus/2016/PN.Mtr yaitu menjatuhkan pidana terhadap David Tan selama 3 tahun. Dan Vita Novijana selama 1 tahun 6 bulan dengan masing-masing denda 1 Milyar. Kasus yang berhubungan dengan David Tan terjadi di Batam, Bintan, dan yang terakhir dikala group David Tan melakukan ekspor lewat Bandara Sukarno Hatta, dengan modus barang yang mau diseludupkan oleh Groupnya David Tan tidak melalui pintu X-Ray.
Hal yang menawan terkait pengawasan terhadap ikan yang dilindungi adalah adanya dualisme manajemen otorita kepada penetapan sumber daya ikan yang dilindungi, disatu sisi dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang mengacu terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 wacana Pengawetan Satwas dan Permen LHK Nomor 20 Tahun 2018 perihal Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi yang melindungi ± 48 spesies ikan, sedangkan di sisi lain Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan amanat menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2007 perihal Konservasi Sumber Daya Ikan yang melindungi ± 13 spesies ikan. Selain itu masalah lain timbul terkait dengan penanganan barang bukti ikan yang dilindungi karena adanya kontrakdiksi antara kepentingan ikan yang dilindungi sebagai barang bukti di persidangan dengan semangat untuk melastarikan ikan yang dilindungi melalui pelapas liaran sesegera mungkin.
Akibat dari adanya dualisme manajemen otorita kepada ikan yang dilindungi, pada tahun 2018, PPNS Perikanan di Satwas PSDKP Surabaya mengalami keraguan untuk melakukan penyidikan atas tindakan melawan hukum terkait pengantaran sirip Pari Gergaji dikarenkan pengaturan perihal Pari Gergaji tidak diatur dalam Peraturan atau Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan, namun dikontrol dalam Permen LHK Nomor 106 Tahun 2018 tentang Jenis dan Tumbuhan Satwa yang Dilindungi. Namun setelah melalui koordinasi lintas sektor antara KKP, KLHK dengan Kejaksaan serta berdasarkan keterangan mahir hukum pidana dari Universitas Airlangga hal ini tidak menghalangi proses penyidikan sehingga kasus tersebut inkracht dengan pidana penjara 1 bulan, dan pidana denda Rp. 20.000.000,-
Hal diatas menunjukkan sinergitas pegawapemerintah penegak aturan dalam rangka penanganan tindak kriminal perikanan dibutuhkan. Koordinasi lintas sektoral ialah kunci kesuksesan untuk penanganan terkait ikan yang dilindungi, peran serta K/L terkait kiranya dapat memperlihatkan bantuan untuk penanganan tindakan melawan hukum perikanan baik melalui cara persuasif atau pun represif hal ini untuk mengantisipasi bahaya peredaran ikan pari manta, hiu martil dan benih lobster yang marak terjadi di Indonesia. Oleh alhasil, diharapkan kesepahaman pandangan untuk mewujudkan keseragaman acuan dan tindakan yang diambil oleh penyidik dalam menangani tindak pidana perikanan sehingga tujuan hukum dapat tercapai.
4 November 2019
Sherief Maronie, SH. MH.
Analis Hukum Dit. Penanganan Pelanggaran