Transaksi Perdagangan

BAB VII

TRANSAKSI JUAL BELI

1.      Dalil  (QS. Al-Baqarah ayat 275)

وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ ….

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

2.      Definisi

Secara bahasa, bai’ bermakna tukar menukar sesuatu. Sedangkan secara istilah, bai’ atau jual beli adalah tukar menukar materi yang menunjukkan konsekuensi kepemilikian barang  atau jasa secara permanen.

3.      Praktik Jual Beli

a)      Ba’i Musyahadah

Bai’ musyāhadah ialah perdagangan barang yang dilihat secara eksklusif oleh pelaku transaksi. Contoh: cukup menyaksikan sebagian beras dalam praktek jual beli satu karung beras. Tidak perlu melihat seluruh beras dalam karung.

b)      Bai’ Mauṣuf Fī Żimmah

transaksi perdagangan ini dengan tata cara tanggungan (żimmah) dan sistem ma’lum nya melalui spesifikasi tolok ukur (ṣifah) dan ukuran (qodru).

c)      Bai’ Goib

Bai’ goib ialah jual beli barang yang tidak tampakoleh kedua pelaku transaksi atau oleh salah satunya.


4.      Hukum jual beli

a.      Wajib

Seperti memasarkan makanan terhadap orang yang hendak mati kalau tidak makan.

b.       Sunnah

Seperti memasarkan sesuatu yang berfaedah bila diikuti niat yang baik.

c.       Makruh

Seperti menjual setelah azan pertama shalat jumat, menjual kain kafan alasannya adalah ia akan senantiasa berharap ada akhir hayat.

d.      Mubah

Seperti memasarkan perlengkapan rumah kalau tidak disertai niat yang baik.

  99 Kaidah Fiqih Terlengkap

e.       Haram

Seperti menjual sehabis azan kedua shalat jumat, menjual pedang terhadap pembunuh, memasarkan anggur terhadap orang yang diyakini akan membuatnya khamr. Namun praktik-praktik ini tetap sah secara aturan waḍ’ī.


5.      Struktur Aqad jual beli

1)       ‘Āqidain (pedagang dan pembeli)

Penjual dan pembeli harus memiliki tolok ukur mukhtār (melaksanakan transaksi tidak terpaksa) dan tidak termasuk dalam klasifikasi maḥjūr ‘alaih (anak kecil, orang abnormal, orang yang memboroskan harta, orang yang gulung tikar, orang sakit dalam keadaan kritis, budak, murtad, dan orang yang menggadaikan barang)

2)      ma’qūd ‘alaih (barang barang jualan dan alat pembayaran ), dengan syarat :

a.      pelaku transaksi mesti mempunyai kewenangan .

b.      Keberadaan komoditi dimengerti oleh pelaku transaksi secara transparan

c.       barang mempunyai nilai kemanfaatan

d.      komoditi yang mampu diserah-terimakan oleh kedua pelaku transaksi.

e.       kondisi komoditi yang suci

3)      ṣīgah (Ījāb dan qabūl).

Ṣigoh ialah bahasa interaktif dalam sebuah transaksi, yang meliputi penawaran dan persetujuan (ījab dan qabūl).


6.      Etika dalam transaksi jual beli

1)      Tidak terlampau banyak dalam mengambil laba.

2)      Jujur dalam bertransaksi.

3)      Dermawan dalam bertransaksi baik pedagang dengan cara meminimalisir harga barang atau pembeli dengan cara memperbesar harga barang.

4)      Sunnah menjauhi sumpah walaupun jujur

  Hukum Diyat (Denda) Pada Jinayah (Kriminal) Anggota Badan

5)      Disunnahkan memperbanyak sedekah ketika transaksi.

6)      Sunnah mencatat transaksi yang dilakukan dan jumlah piutang


7.      Transaksi Jual Beli Yang dihentikan

a.       Ikhtar (menguruk)

menguruk kuliner pokok yang dibeli saat waktu mahal untuk dijual kembali dengan harga yang lebih mahal setelah penduduk sungguh memerlukan. Iḥtikār ini hukumnya haram.

b.      Najsy

Najsy yaitu menawar barang dengan cara meninggikan harga bukan karena ingin membeli tetapi untuk menipu orang lain.

c.       Saum ‘Alā As-Saum

Yaitu menawar atas anjuran orang lain

d.      Mengandung Unsur Membantu Kemaksiatan

Seperti memasarkan anggur kepada orang yang diyakini akan menjadikannya sesuatu yang memabukkan, memasarkan ayam yang diyakini akan diadu, dan memasarkan sutera kepada pria yang diyakini akan dipakai sendiri.

e.       Memisahkan Antara Ibu dan Anak

Seperti memisahkan antara budak perempuan dan anaknya yang belum tamyīz, Adapun memisahkan hewan (induk) dengan anaknya boleh kalau anak hewan sudah tidak butuh pada air susu induknya, jikalau masih butuh maka haram untuk memisahkan kecuali dalam rangka untuk disembelih.