close

Teladan Peran Sistem Sosial Budaya Indonesia

Contoh Tugas Sistem Sosial Budaya Indonesia
“Teori Pertukaran Sosial dan Teori Interaksionisme Simbolik”

Disusun Oleh : Kelompok Grup 14
Nur Fadillah                            (E061181314)
Yudi Fauzan Jati                      (E061181010)
Iis Rosyani                               (E061181001)
Brenda Prisyella Satti              (E061181510)
Annisa Shafira Ramadhani F.  (E061181329)
Andi Muhammad Abdillah M. (E061181505)
Nasya Quilim                           (E061181022)

Makassar, 26 September 2018

Universitas Hasanuddin – Prodi Hubungan Internasional

 
 
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat,karunia,serta taufik dan hidayah­Nya, makalah mengenai “Teori Pertukaran Sosial dan Teori Interaksionisme Simbolik” ini mampu terselesaikan sempurna waktu. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Sistem Sosial Budaya Indonesia. Tidak lupa pula kita ucapkan terimasih terhadap bapak Dr. Rahmat Muhammad, M.Si. yang sudah membimbing dan menawarkan peran ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini masih jauh dari kesempurnaan. Seperti halnya pepatah “ tak ada gading yang tak retak “, oleh alasannya adalah itu kami mengharapkan kritik dan rekomendasi dari semua kelompok yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah kami berikutnya. 
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih terhadap semua pihak yang sudah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga selesai. Serta kami berharap supaya makalah ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Makassar, 26 September 2018
Kelompok 14


DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang ………………………………………………………………………………..  1
1.2    Rumusan Masalah ……………………………………………………………………………   1
1.3    Tujuan …………………………………………………………………………………………….   1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Pertukaran Sosial ……………………………………………………..  2
2.2Fenomena Teori Pertukaran Sosial ………………………………………………………  4
2.3Pengertian Teori Interaksionisme Simbolik ………………………………………….. 5
2.4     Fenomena Teori Interaksionisme Simbolik ………………………………………….10

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ……………………………………………………………………………………… 11

BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang
Sosiolog yang pertama kali menggunakan ungkapan interaksionisme simbolik adalah Herbert Blumer. Ketika berkolaborasi menulis dengan koleganya George Herbert Mead di Universitas Chicago, perumpamaan interaksionisme simbolik dikembangkan. Mead kemudian menulis buku berjudul Mind, Self, and Society yang menciptakan teori interaksionisme simbolik diketahui luas dikalangan intelektual Amerika dan Eropa.
Teori interaksionisme simbolik menganalisis masyarakat menurut makna subjektif yang diciptakan individu sebagai basis sikap dan langkah-langkah sosialnya. Individu diasumsikan bertindak lebih berdasarkan apa yang diyakininya, bukan berdasar pada apa yang secara objektif benar. Apa yang diyakini benar ialah produk konstruksi sosial yang telah diinterpretasikan dalam konteks atau situasi yang spesifik. Hasil interpretasi ini disebut sebagai definisi suasana.
Di setiap lingkungan mempunyai kesepakatan khusus yang terbentuk sebab budaya masyarakat yang ada perihal pemahaman interaksi pada sebuah simbol. Yang mana pengertian simbol itu terbentuk alasannya adalah adanya interaksi sosial dan budaya dari sebuah tempat tertentu. Dari mulai rumah, lingkungan sekitar rumah, sekolah, kampus, pada sebuah kota, negara bahkan perspektif interaksi simbolik yang dikomuniskan pemahamannya diseluruh negara.
1.2    Rumusan Masalah 
Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas, maka urusan yang hendak dibahas dalam makalah ini adaah :
1.    Apa pengertian dari teori pertukaran sosial?
2.    Bagaimana contoh fenomena dari teori pertukaran sosial?
3.    Apa definisi dari teori interaksionisme simbolik?
4.    Bagaimana acuan fenomena dari teori interaksionisme simbolik?
1.3    Tujuan
1.    Untuk mengenali pemahaman dari teori pertukaran sosial.
2.    Untuk mengetahui contoh fenomena dari teori pertukaran sosial.
3.    Untuk mengenali definisi dari teori interaksionisme simbolik.
4.    Untuk mengenali contoh fenomena dari teori interaksionisme simbolik.
BAB II
PEMBAHASAN


2.1     Pengertian Teori Pertukaran Sosial

Teori  pertukaran sosial memiliki akar dari ilmu ekonomi, psikologi, antropologi, dan sosiologi. Beragamnya latar belakang disiplin ilmu yang mendasari teori pertukaran sosial menimbulkan bermacam-macam pula karakteristik yang dimiliki pertukaran. Perbedaan inilah yang menimbulkan para peneliti menggunakan teori pertukaran sosial sebagai kerangka konseptual mereka yang kadang-kadang berbeda dengan prinsip-prinsip teori dan kerangka kerja yang mendasarinya. Beberapa tokoh dengan latar belakang disiplin ilmu yang berlawanan telah menyebarkan teori pertukaran sosial, adalah  George Homans (1958), Harold Kelley & John Thibaut (1959), Peter M. Blau (1964),  Levi Strauss, dan Richard Emerson menurut sudut pandangnya masing-masing.  
George Homans menatap teori pertukaran sosial dari sudut pandang sosiologi.  Menurutnya, yang dimaksud dengan pertukaran sosial yakni pertukaran acara antara dua orang, baik mampu dijumlah ataupun tidak, dan kurang lebih menguntungkan atau merugikan. Homans menitikberatkan pada sikap individu dalam interaksinya dengan orang lain. Homans memusatkan studinya pada pertukaran diadik.Sementara itu, Harold Kelley dan John Thibaut menitikberatkan studinya pada konsep-rancangan teori psikologi, diadik, dan kalangan kecil. Harold Kelley dan John Thibaut melalui model pertukaran sosial menatap hubungan interpersonal sebagai sebuah transaksi jualan . Orang berafiliasi dengan orang lain karena mengharapkan sesuatu yang menyanggupi kebutuhannya (Rakhmat, 2001).
Tokoh lain yang membuatkan teori pertukaran sosial adalah Peter M. Blau, Levi Strauss, Richard Emerson. Peter M. Blau yang menatap teori pertukaran sosial dari sudut pandang ekonomi dan lebih menekankan pada analisis teknis irit. Menurut Blau, bila kita terlalu konsentrasi pada aspek individu sebagaimana yang dinyatakan dalam sudut pandang psikologi dalam teori pertukaran sosial, maka kita tidak dapat menyaksikan aspek lain yang penting yaitu pertukaran sosial.Levi Strauss spesialis antropologi memandang teori pertukaran sosial yang menitikberatkan pada sistem pertukaran secara biasa seperti pertukaran tata cara.Richard Emerson menatap bahwa pertukaran sosial bukanlah suatu teori tetapi suatu kerangka kerja yang meliputi aneka macam teori dan dapat dibandingkan dengan fungsionalime struktural. Menurut Emerson, teori pertukaran sosial ialah sebuah pendekatan dalam sosiologi yang menggambarkan secara sederhana situasi-suasana sosial non-ekonomi sebagaimana sebuah analisis ekonomi. Teori pertukaran menenteng bentuk analisis kuasi irit ke dalam suasana sosial.
Dengan demikian, teori pertukaran sosial ialah teori dalam ilmu sosial yang menyatakan bahwa dalam sebuah relasi sosial terdapat unsur ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi (West & Turner, 2008).
•    Asumsi
Teori pertukaran sosial tidak cuma suatu teori tetapi juga suatu kerangka tumpuan dimana para teoris dapat mengatakan satu sama lain. Semua teori itu dibangun menurut beberapa perkiraan perihal sifat manusia dan sifat relasi. Yang tergolong sifat insan yakni bahwa manusia senantiasa mencari ganjaran dan menghindari hukuman, manusia yaitu makhluk rasional, dan patokan yang dipakai untuk memeriksa biaya dan ganjaran akan berlawanan setiap waktu dan dari orang ke orang. Sedangkan, yang tergolong sifat korelasi ialah bahwa korelasi bersifat saling ketergantungan dan kehidupan kekerabatan ialah sebuah proses.
Dengan demikian, berdasarkan Thibaut dan Kelly, perkiraan dasar teori pertukaran sosial yakni bahwa setiap individu secara sukarela memasuki dan tinggal dalam korelasi sosial cuma selama korelasi itu cukup membuat puas ditinjau dari sisi ganjaran dan biaya (Rakhmat, 2001).
•    Konsep dasar
Teori pertukaran sosial menatap pertukaran selaku suatu perilaku sosial yang mampu menghasilkan keluaran ekonomis dan sosial. Teori pertukaran sosial secara biasa mengecek kekerabatan antar manusia dengan cara membandingkan interaksi insan dengan aktivitas penjualan. Karena itu, dalam teori pertukaran sosial terdapat empat rancangan dasar, yaitu ganjaran, ongkos, hasil, dan tingkat perbandingan.
1.    Ganjaran
Ganjaran atau reward ialah salah satu elemen dalam sebuah korelasi yang berbentuknilai-nilai nyata. Ganjaran mampu berupa penerimaan sosial, bantuan, pertemanan, dan lain-lain.  Ganjaran bersifat relatif dalam artian mampu berubah-ubah yang cocok dengan orang dan waktu dimana korelasi itu terjadi.
2.    Biaya
Biaya atau pengorbanan merupakan salah satu unsur dalam kehidupan relasi yang mempunyai nilai-nilai negatif. Biaya mampu berbentukwaktu, duit, usaha, pertentangan, keruntuhan harga diri, kecemasan dan lain-lain yang mampu menguras seluruh sumber kekayaan individu dan memiliki efek pada hal-hal yang tidak menyenangkan. Sama halnya dengan ganjaran, biaya bersifat relatif dalam artian dapat berubah-ubah tergantung pada suasana dan kondisi serta mereka yang terlibat dalam sebuah hubungan (Rakhmat, 2001).
3.    Hasil atau laba
Hasil atau keuntungan dalam teori pertukaran sosial mengandung arti bahwa orang cenderung untuk mengoptimalkan ganjaran yang dia peroleh dan meminimalkan ongkos yang dikeluarkan ketika mereka berada dalam suatu kekerabatan dengan seseorang.  Menurut aktivis teori penetrasi sosial ialah Altman dan Taylor, suatu relasi akan bertahan jika mereka memperoleh ganjaran ketika hasil atau keluaran bersifat nyata. Sebaliknya, sebuah relasi akan berakhir bila hasil atau keluaran bersifat negatif atau menyantap ongkos.Sementara itu, menurut George Homans, mengacu pada teorinya beliau menyimpulkan bahwa orang mengejar-ngejar ganjaran untuk meminimalisir ongkos. Kepuasan ganjaran yang diperoleh dari pertukaran hubungan dinilai relatif bagi beberapa patokan baku dan dengan demikian mampu berbeda-beda bagi beberapa orang.
4.    Tingkat perbandingan
Tingkat perbandingan merupakan suatu tolok ukur yang dipakai oleh individu untuk memeriksa keluaran dari sebuah suasana komunikasi. John Thibaut dan Harold Kelly merumuskan dua buah tolok ukur perbandingan untuk membedakan antara kepuasan kekerabatan stabilitas korelasi. Evalusi ini kemudian melahirkan dua jenis perbandingan ialah tingkat perbandingan dan tingkat perbandungan sebagai alternatif.
•    Tingkat Perbandingan
Yang dimaksud dengan tingkat perbandingan ialah sebuah kriteria yang merepresentasikan apa yang orang rasakan yang semestinya mereka terima untuk menemukan ganjaran dan ongkos dari sebuah hubungan tertentu. Tingkat perbandingan seseorang dapat diperhitungkan sebagai sebuah kriteria keluaran yang dapat memuaskan individu.
•    Tingkat Perbandingan Alternatif
•    Sementara itu, yang dimaksud dengan tingkat perbandingan alternatif merujuk pada tingkatan terendah dari ganjaran suatu hubungan yang mau diterima oleh seseorang dengan memberikan alternatif ganjaran yang tersedia dari beberapa sebuah relasi alternatif atau menjadi sendirian. Dengan kata lain, dengan memakai alat evaluasi, seorang individu akan memikirkan pembayaran alternatif atau ganjaran diluar dari hubungan yang ada atau pertukaran. Tingkat perbandingan alternatif menyediakan suatu alat ukur stabilitas bukan kepuasan. Jika orang tidak lagi melihat alternatif lain dan takut menjadi sendirian, maka menurut teori pertukaran sosial dia akan tetap bertahan dalam relasi itu.

  Pembagian Perjuangan Menurut Kepemilikan

2.2    Fenomena Teori Pertukaran Sosial

        Beberapa ahad yang lalu saya sedang berbelanja di salah satu toko swalayan yang ada di sekeliling banaran. Saat aku sedang memilih-milih barang apa yang mau saya beli, aku berjumpa dengan salah satu karyawan perempuan yang sedang membenahi barang yang baru saja di distribusikan dari pabrik. Lalu dalam jarak yang tidak cukup jauh dikala dia sedang melihat ke arah saya, saya mencoba tersenyum untuk sekedar menyapa. Kemudian karyawan tersebut membalas senyuman aku dengan sopan dan menghampiri saya yang sedang kebingungan untuk mencari barang yang aku butuhkan dan menolong aku untuk mendapatkan barang apa saja yang sedang aku cari.
        Lalu setelah saya menerima barang apa saja yang saya perlukan aku mengantri di kasir yang pada dikala itu antriannya cukup panjang. Setelah beberapa menit menanti jadinya tiba waktunya giliran saya untuk mengeluarkan uang. Penjaga kasir atau yang biasa disebut dengan kassa yang ada di toko tersebut sangat ramah kepada saya, dia memperlihatkan beberapa produk terbaru dari toko nya yang sedang ada diskon, menanyakan apakah saya memiliki kartu member, dan menanyakan apakah uang kembalian receh saya boleh disumbangkan untuk anak yatim piatu. Dengan sikap baik yang dimiliki oleh karyawan dan penjaga kasir tersebut menciptakan saya merasa nyaman berbelanja di salah satu toko swalayan tersebut. pelayanan yang diberikan memang terkenal baik alasannya mereka mengedepankan kenyamanan pelanggannya dengan cara bersikap sopan dan ramah kepada setiap pengunjung yang datang untuk membeli. Bahkan apabila salah satu dari karyawan atau penjaga kasir tidak tersenyum terhadap pembeli maka semua belanjaan yang sedang kita bawa, bisa dibawa pulang dengan bagian harga yang lumayan banyak bahkan bisa diberikan dengan gratis.
Menurut Homans ada perkiraan dasar untuk saling untung supaya sikap itu menjadi sikap pertukaran sosial. Dalam pola masalah diatas ialah sikap pertukaran sosial alasannya adalah mereka saling bertukar senyum antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam desain Homans, perilaku pertukaran ini sangat dipengaruhi oleh beberapa proposisi yang mampu memilih apakah perilaku tersebut terus diulangi atau justru dikesampingkan.
Salah satu proposisi sukses yaitu jika individu mendapat imbalan (reward) berupa senyuman dari karyawan dan penjaga kasir itu, individu akan menerima kepuasan tersediri yang tepat dengan apa yang beliau lakukan (cost), maka pada kesempatan yang lain individu yang berbelanja tersebut akan melakukan perilaku yang sama dikala datang untuk berbelanja lagi alasannya adalah beliau tahu, bahwa dia tidak akan merugi atau tidak akan takut untuk tidak mendapakan akibat senyuman dari karyawan atau penjaga kasir tersebut.
Sebaliknya, kalau saat individu tersebut menjajal tersenyum kepada karyawan atau kasir namun mereka tidak menunjukkan tanggapanberupa balasan senyuman sebagai bentuk pertukarannya, maka sikap tersebut tidak bisa disebut selaku pertukaran sosial sebab salah satu pihak merasa akan rugi dalam masalah pertukaran ini. Seperti apa yang sudah dijelaskan oleh George Homans yaitu premisnya yakni bahwa interaksi-interaksi mungkin berlanjut kalau ada pertukaran penghargaan. Sebaliknya, interaksi-interaksi yang merugikan bagi salah satu atau kedua belah pihak kecil kemungkinannya untuk berlanjut. Dengan kata lain apa yang disebut struktur atau fakta sosial tidak lain ialah tindakan individu-individu dalam kehidupan sosialnya.

2.3      Pengertian Teori Interaksionisme Simbolik

Teori interaksionisme simbolik ialah salah satu teori yang banyak digunakan dalam observasi sosiologi. Teori ini memiliki akar keterkaitan dari ajaran Max Weber yang mengatakan bahwa langkah-langkah sosial yang dilakukan oleh individu didorong oleh hasil pemaknaan sosial kepada lingkungan sekitarnya. Makna sosial diperoleh lewat proses interpretasi dan komunikasi terhadap simbol-simbol di sekitarnya.Interaksionisme simbolik ialah segi lain dari pandangan yang menyaksikan individu sebagai produk yang diputuskan oleh penduduk . 
• Herbert Blumer mendefinisikan interaksionisme simbolik atau teori interaksi simbolik selaku sebuah proses interaksi dalam rangka membentuk arti atau makna bagi setiap individu.
•  Scott Plunkett mendefinisikan interaksionisme simbolik sebagai cara kita belajar menginterpretasi serta memperlihatkan arti atau makna terhadap dunia melalui interaksi kita dengan orang lain.
• Stephen W. Littlejohn (2001: 145) dalam bukunya Theories of Human Communication,  interaksi simbolik ialah persepsi yang meyakini bahwa struktur sosial dan makna dibuat dalam Interaksi Sosial.
• West & Turner (2012: 98-99) Interaksi simbolik berpandangan bahwa individu membentuk makna melalui proses komunikasi, dimana tujuan dari interaksi adalah untuk membuat makna yang serupa. Ini menjadi penting sebab tidak mungkin proses komunikasi terjadi tanpa makna yang sama.
• Raph larossa dan Donald c.reitzes(1993) menyampaikan bahwa interaksi simbolik yakni “pada pada dasarnya sebuah kerangka untuk mengerti bagaimana insan bersama dengan yang yang lain ,menciptakan dunia simbolik dan bagaiman dunia ini , sebaliknya , membentuk sikap mansia.
Paham interaksionisme simbolik memberikan banyak penitikberatan pada individu yang aktif dan kreatif daripada pendekatan-pendekatan teoritis lainnya. Paham interaksionisme simbolik menilai bahwa segala sesuatu tersebut adalah virtual. Semua interaksi antar individu insan melibatkan sebuah pertukaran simbol. Ketika kita berinteraksi dengan yang lainnya, kita secara konstan mencari “petunjuk” mengenai tipe sikap apakah yang tepat dalam konteks itu dan mengenai bagaimana menginterpretasikan apa yang dimaksudkan oleh orang lain. Interaksionisme simbolik, mengarahkan perhatian kita pada interaksi antar individu, dan bagaiman hal ini dipergunakan untuk memahami apa yang orang lain katakan dan lakukan kepada kita sebagai individu (Soeprapto, 2002: 71).
          Charron (1979) menyebutkan pentingnya pengertian kepada simbol-simbol saat seseorang menggunakan teori interaksionisme simbolis. Simbol yakni objek sosial dalam sebuah interaksi. Ia dipakai selaku perwakilan dan komunikasi yang ditentukan oleh orang – orang yang menggunakannya. Orang-orang tersebut memberi arti, membuat dan mengubah objek tersebut di dalam interaksi. Simbol sosial tersebut mampu mewujud dalam bentuk objek fisik ( benda-benda kasat mata); kata-kata (untuk mewakili objek fisik, perasaan, ilham-pandangan baru, dan nilai-nilai), serta langkah-langkah ( yang dilaksanakan orang untuk memberi arti dalam berkomunikasi dengan orang lain (Soeprapto, 2002: 126).
 
 Prinsip Utama dalam Teori Interaksi Simbolik
Menurut Herbert Blumer, teori interaksi simbolis menitikberatkan pada tiga prinsip utama komunikasi adalah meaning, language, dan thought.
•    Meaning
Berdasarkan teori interaksi simbolis, meaning atau makna tidak inheren ke dalam obyek namun meningkat melalui proses interaksi sosial antar manusia alasannya adalah itu makna berada dalam konteks korelasi baik keluarga maupun masyarakat. Makna dibentuk dan dimodifikasi lewat proses interpretatif yang dilaksanakan oleh insan.
•    Language
Sebagai insan, kita memiliki kemampuan untuk menamakan sesuatu. Bahasa merupakan sumber makna yang berkembang secara luas lewat interaksi sosial antara satu dengan yang lainnya dan bahasa disebut juga selaku alat atau instrumen. Terkait dengan bahasa, Mead menyatakan bahwa dalam kehidupan sosial dan komunikasi antar manusia hanya mungkin dapat terjadi bila kita mengetahui dan menggunakan sebuah bahasa yang serupa.
•    Thought
Thought atau ajaran berimplikasi pada interpretasi yang kita berikan kepada simbol. Dasar dari anutan yakni bahasa yakni sebuah proses mental mengkonversi makna, nama, dan simbol. Pemikiran tergolong imaginasi yang mempunyai kekuatan untuk menawarkan ide walaupun tentang sesuatu yang tidak dikenali menurut wawasan yang dikenali. Misalnya yaitu berpikir.
  Konsep Kunci Interaksi Simbolik
Dalam bukunya Mind, Self, and Society (1934), George Herbert Mead menggambarkan bagaimana anggapan individu dan diri individu berkembang lewat proses sosial. Mead mengecek pengalaman dari sudut pandang komunikasi sebagai esensi dari tatanan sosial. Bagi Mead, proses sosial yakni yang utama dalam struktur dan proses pengalaman individu. Berdasarkan judul bukunya, maka dalam interaksionisme simbolik terdapat tiga desain kunci utama yaitu mind, self, dan society.
1. Mind ; Menurut Mead, mind berkembang dalam proses sosial komunikasi dan tidak mampu dimengerti selaku proses yang terpisah. Proses ini melibatkan dua fase yakni conversation of gestures (percakapan gerakan) dan language (bahasa). Keduanya mengandaikan sebuah konteks sosial dalam dua atau lebih individu yang berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.Mind cuma tampil manakala simbol-simbol yang signifikan dipakai dalam komunikasi. Mind adalah proses yang dimanifestasikan dikala individu berinteraksi dengan dirinya sendiri dengan memakai simbol-simbol signifikan yakni simbol atau gestur dengan interpretasi atau makna. Mind juga ialah unsur individu yang menginteruspsi tanggapan terhadap stimuli atau rangsangan. Adalah mind yang meramal era depan dengan cara mengeksplorasi kemungkinan tindakan keluaran sebelum dilanjutkan dengan tindakan.
2. Self ; Self diartikan melalui interaksi dengan orang lain. Self merujuk pada kepribadian reflektif dari individu. Self yaitu sebuah entitas manusia ketika beliau berpikir mengenai siapa dirinya. Untuk mengerti rancangan tentang diri, yaitu penting untuk mengetahui kemajuan diri yang hanya mungkin terjadi melalui pengambilan tugas. Agar kita bisa menyaksikan diri kita maka kita mesti dapat mengambil peran selaku orang lain untuk mampu mencerminkan diri kita. Pengambilan tugas ini merupakan bagian yang sungguh penting dalam pengembangan diri. Gambaran mental inilah yang oleh Charles H. Cooley dinamakan dengan looking glass-self dan dibuat secara sosial.
Menurut Mead, self dikembangkan lewat beberapa tahapan, adalah :
1.  Tahap antisipasi – imitasi yang tidak memiliki arti
2. Tahap bermain – terjadi bermain peran tetapi bukan ialah rancangan yang menyatu dalam perkembangan diri
3.  Tahap permainan – merupakan tahap kemajuan diri
Menurut Bernard M. Meltzer terdapat 3 (tiga) implikasi dari kepribadian (selfhood), yaitu :
1.  Kepemilikan diri menciptakan individu dari suatu masyarakat dalam bentuk miniatur, manusia dapat melibatkan diri dalam interaksi, mereka dapat memandang diri mereka sendiri dalam cara pandang yang baru.
2. Kemampuan untuk bertindak terhadap diri sendiri membuat kemungkinan suatu pengalaman batin yang tidak perlu mencapai mulut secara terang-terangan, insan dapat memiliki kehidupan mental.
3.  Seorang individu dengan dirinya mampu mengarahkan dan menertibkan perilakunya.
 
 3. Society ; Society atau penduduk dibentuk lewat interaksi antar individu yang terkoordinasi.
 
 Menurut Mead, interaksi yang tejadi pada manusia menempati tingkatan tertinggi kalau dibandingkan makhluk yang lain. Hal ini dikarenakan digunakannya aneka macam macam simbol signifikan yakni bahasa. Meskipun kerap kali insan memberikan tanggapanatau tanggapan secara otomatis dan tanpa berpikir panjang kepada gestur manusia lainnya, interaksi manusia ditransformasikan dengan kemampuannya untuk membentuk dan menginterpretasikan secara langsung dengan menggunakan metode simbol konvensional.
Komunikasi manusia memiliki makna dalam gerakan simbolik dan tidak meminta balasan eksklusif. Manusia harus menafsirkan setiap gerakan dan memilih makna mereka. Dikarenakan komunikasi insan melibatkan interpretasi dan penunjukkanmakna maka hal tersebut dapat terjadi saat ada consensus dalam makna. Makna simbol hendaknya dibagikan dengan manusia lainnya.
Makna bareng selalu terjadi melalui pengambilan peran. Untuk menyelesaikan suatu tindakan, pelaku mesti menempatkan dirinya pada posisi orang lain. Perilaku dipandang sebagai sosial tidak cuma saat memberikan respon kepada orang lain melainkan juga ketika sudah tergabung di dalam perilaku orang lain. Manusia menanggapi diri mereka sebagaimana orang lain menanggapi mereka dan dengan demikian mereka membuatkan perilaku orang lain secara imaginer.
Terdapat beberapa kritik yang ditujukan eksklusif kepada andal paradigma interaksionisme simbolik, yakni :
•    Teori interaksi simbolik dipandang terlalu bercita rasa Amerika alasannya menekankan pada kebebasan tugas individu dan terbatasnya tugas penduduk .
•  Teori interaksi simbolik dipandang terlalu sempit dalam penelitiannya.
•  Teori interaksi simbolik mempunyai pendekatan yang terlalu luas.
• Teori interaksi simbolik terlalui biasa dalam kesimpulannya jadinya tidak menyanggupi kriteria sebagai teori yang bagus.
• Teori interaksi simbolik tidak mengkaji emosi insan dalam artian teori interaksi simbolik tidaklah sungguh-sungguh psikologis.
• Teori interaksi simbolik cuma kepincut pada lingkup struktur sosial secara terbatas dalam artian teori interaksi simbolik tidaklah betul-betul sosiologis.
•  Teori interaksi simbolik menggambarkan makna sebagai sesuatu yang menyatu dengan sendirinya selama interaksi dibawah keadaan tertentu.
•  Teori interaksi simbolik dinilai terlalu subyektif alasannya adalah kedekatannya dengan subyek observasi.
Teori interaksi simbolik memiliki tiga rancangan utama, yaitu :
•    Pentingnya makna bagi perilaku insan
Teori interaksi simbolik mengasumsikan bahwa makna diciptakan melalui interaksi dan dimodifikasi melalui interpretasi. Teori ini juga mengasumsikan bahwa bagaimana manusia berinteraksi dengan insan lainnya tergantung pada makna yang diberikan oleh oleh insan yang lain. Komunikasi yang efektif tidak akan terjadi tanpa adanya makna yang dibagikan. Kita akan gampang berkomunikasi dengan mereka yang mempunyai kesamaan bahasa dengan kita daripada jikalau kita berkomunikasi dengan mereka yang tidak mempunyai kesamaan bahasa dengan kita.
Misalnya dalam konteks komunikasi antar budaya. Orang jawa menggunakan kata “jangan” untuk merujuk kata “sayur”. Namun bila orang Betawi dikala sedang makan ditawari sayur oleh orang jawa dengan menyebut “jangan” maka orang Betawi tersebut justru merasa tidak boleh mengambil sayur tersebut. Akibatnya komunikasi menjadi tidak efektif.
•    Pentingnya rancangan diri
Teori interaksi simbolik mengasumsikan bahwa rancangan diri dikembangkan melalui interaksi dengan orang lain dan menawarkan motif dalam berperilaku. Menurut William D. Brooks,konsep diri ialah pandangan ihwal diri kita yang bersifat psikologi, sosial, dan fisik yang diperoleh lewat pengalaman dan interaksi dengan orang lain.
Memiliki konsep diri memaksa orang untuk membangun tindakan dan anggapan mereka secara nyata dibandingkan cuma sekedar mengekspresikannya kepada orang lain. Tema ini menimbang-nimbang pula validitas self-fulfilling prophecy atau akidah bahwa orang akan berperilaku dengan cara tertentu untuk menyanggupi cita-cita mereka sendiri.

  Mendapatkan Kebahagiaan Dalam Ketidakpastian


•    Hubungan antara individu dan masyarakat

Teori ini juga mengasumsikan bahwa budaya dan proses sosial mempengaruhi manusia dan kalangan dan jadinya struktur sosial diputuskan lewat jenis-jenis interaksi sosial. Teori ini menimbang-nimbang bagaimana norma penduduk dan budaya menjadi perilaku individu.

2.4     Fenomena Teori Interaksionisme Simbolik

Dalam konsepsi interaksionisme simbolik dibilang bahwa kita condong menafsirkan diri kita lebih kepada bagaimana orang-orang melihat atau menafsirkan diri kita. Kita cenderung untuk menunggu, untuk melihat bagaimana orang lain akan memaknai diri kita, bagaimana ekspektasi orang kepada diri kita. Oleh hasilnya konsep diri kita khususnya kita bentuk selaku upaya pemenuhan kepada cita-cita atau tafsiran orang lain tersebut kepada diri kita.Konsep diri ialah fungsi secara bahasa. Tanpa pembicaraan maka tidak akan ada rancangan diri. Nah, desain diri ini sendiri pada nantinya terbentuk atau dikonstruksikan lewat konsep pembicaraan itu sendiri, melalui bahasa (language).
Sebagai pola yaitu bagaimana proses komunikasi dan permainan bahasa yang terjadi dalam hubungan antara dua orang, khususnya laki-laki dengan perempuan. Ketika mereka berkomunikasi dengan memakai simbolisasi bahasa SAYA dan ANDA, maka rancangan diri yang terbentuk yaitu “ia ingin diri saya dalam status yang formal”. Atu misalkan simbolisasi bahasa yang dipakai yakni ELO dan GUE maka desain diri yang terbentuk ialah “dia ingin menganggap aku selaku sobat atau kawan semata”. Dan tentunya akan sangat berlawanan jika simbolisasi yang dipakai adalah kata AKU dan KAMU, maka rancangan diri yang lebih mungkin adalah “ia ingin saya dalam status yang lebih personal, yang lebih bersahabat” atau lebih merujuk terhadap rancangan diri bahwa “kita sudah jadian atau pacaran”. Misalkan. Makara, dalam suatu proses komunikasi, simbolisasi bahasa yang dipakai akan sungguh berpengaruh kepada bagaimana konsepdiri yang nantinya akan terbentuk.
Contoh keseharian fenomena interaksionisme simbolik ini seperti,Jika sahabat kamu mengupload foto di instagram mengenakan jaket bertuliskan SUPREME (brand fahion mahal) dengan background menunjukkan beliau sedang berada di luar negeri. Foto tersebut menandai suatu status sosial tertentu. Brand fashion mahal mendeskripsikan kesanggupan finansialnya untuk membelinya. Background foto mancanegara menunjukkan bahwa dirinya memiliki saluran dan kemampuan untuk traveling ke negeri orang yang tentunya tidak siapa pun bisa.
Tanda-tanda tersebut merupakan simbol yang digunakan untuk berkomunikasi dan memberikan pesan pada orang lain. Teori interaksionisme simbolik menyaksikan membagi foto semacam itu di Instagram ialah suatu tindakan dengan penggunaan simbol dalam rangka mendeklarasikan identitas semacam ”inilah diriku”
BAB III
PENUTUP


3.1     Kesimpulan

Pertukaran sosial ialah fenomena yang selalu terjadi di kehidupan sehari-hari tanpa kita sadari. Dapat dilihat dari adanya hubungan interaksi antar individu yang terjadi secara timbal balik. Dengan demikian, teori pertukaran sosial ialah teori dalam ilmu sosial yang menyatakan bahwa dalam sebuah kekerabatan sosial terdapat bagian ganjaran, pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi (West & Turner, 2008). Manusia juga berinteraksi dengan yang lain dengan cara memberikan simbol yang lain dan memberi makna atas simbol tersebut.Semua interaksi antar individu insan melibatkan sebuah pertukaran simbol.

DAFTAR PUSTAKA

West, R. & Turner, L. H. (2008). Pengantar teori komunikasi analisis dan aplikasi. Salemba Humanika: Jakarta

Rakhmat, J. (2001). Psikologi komunikasi edisi revisi. PT dewasa rosdakarya: Bandung
Pakar komunikasi. “Teori pertukaran sosial – perkiraan – konsep – kritik”. 24 september 2018. 
https://pakarkomunikasi.com/teori-pertukaran-sosial

https://pakarkomunikasi.com/teori-interaksi-simbolik

  Asas-Asas Kepailitan Beserta Penjelasannya
https://bangkitjakarta.wordpress.com/2012/12/06/interaksi-simbolik/
https://yearrypanji.wordpress.com/2008/03/17/teori-interaksionisme-simbolik/
Sumber Tugas: 
 
Mahasiswi UNHAS : Nur Fadillah
dikirim melalui email : annisawally8@gmail.com pada 14 Maret 2019

Sumber gambar buku: Tirto.id

Wallahu a’lam…