Islam memperbolehkan seorang muslim untuk melaksanakan poligami. Matsna wa tsulatsa wa ruba’. Maksimal empat.
Namun, tak semua istri siap jika suaminya poligami. Pun dgn para suami, acap kali juga tak merencanakan diri & keluarganya dgn baik sehingga poligami yg idealnya menjadi solusi justru berbalik menjadi persoalan. Keluarga pecah. Suami istri cerai & bawah umur kehilangan ayah. Bahkan, bisa mencederai dakwah saat pelakunya ialah aktifis dakwah.
Ketika seorang suami ingin poligami, tak cukup baginya hanya mengkomunikasikan sekali kepada istrinya. Apalagi bila komunikasi itu tak tegas. Misalnya lewat puisi.
Istriku,
jikalau kamu-sekalian yaitu bumi, maka aku yaitu matahari
matahari tak pernah lelah menyoroti bumi
hingga pepohonan tumbuh
rumput menghijau
& siang senantiasa terperinci
Istriku,
matahari senantiasa menyinari bumi
sampai bumi pun ka&g silau
lalu saya pun ingat satu hal
matahari diciptakan bukan cuma untuk menyinari bumi
maka biarkanlah aku menyoroti planet-planet yg lain
mengembangkan cerah & kehangatan
& mudah-mudahan ridha-Nya Allah curahkan
Yang menjadi persoalan, kerap kali suami tak merencanakan diri dgn baik & bahkan tak siap menghadapi balasan istri.
Ketika puisi dijawab dgn puisi. Jawaban dari istri ini mampu membuat suami terkesima.
Suamiku,
bila kamu-sekalian yakni matahari, sang surya penebar cahaya
saya rela kau berikan sinarmu kepada planet-planet lain yg Allah ciptakan
karena mereka juga seperti saya, butuh penyinaran
& meskipun mengembangkan, sinarmu untukku takkan menyusut
Akan namun
Jika dirimu cuma sebatang lilin yg berkekuatan 5 watt
jangan bermimpi menyoroti planet lain
karna kamar kita yg kecil pun belum sanggup kamu terangi
bercerminlah pada kaca di sudut kamar kita, di tengah remang-remang pencahayaanmu
yg sudah saya mengerti untuk tetap menguak mata
coba liat siapa dirimu…
matahari atau lilin
kalau kau merasa matahari saya takkan menghalangimu
biar Allah melindungimu
tetapi jika kamu yakni lilin
aku mendoakanmu
biar sebuah saat suamiku tercinta
akan menjadi suatu matahari