Soal Balasan Metodologi Studi Islam : Uts Dosen Dr. Saiful Bahri, Ma

Soal:

  1. Jelaskan secara singkat perbedaan yang fundamental antara metodologi studi keislaman dari perspektif Islamologi (Barat) dan perspektif internal umat Islam!
Dapat kita asumsikan sementara bahwa studi Islam di dunia Arab kaya dengan materi tetapi lemah di bidang metodologi. Sementara di segi lain, studi Islam di Barat miskin materi tetapi kaya dalam metodologi. Benarkah Barat lebih baik dari sisi metodologi? Kalau secara bahan, itu sudah mampu disangka , di dunia Arab lebih baik daripada di Barat. Secara materi, Barat sampai saat ini tidak mampu mengeluarkan sarjana-sarjana yang menguasai bidang-bidang tertentu dari ilmu Islam, seperti mahir tafsir, mahir hadits, jago fiqih, andal bahasa, andal sejarah, dan sebagainya. Selain itu, karya ilmiah yang dihasilkan oleh orientalis dalam bidang keislaman belum tampakmempunyai arti dibanding karya-karya yang ditinggalkan ulama. Yang dikerjakan oleh Barat / kaum orientalis kebanyakan yakni mengumpulkan manuskrip, memberi komentar buku-buku klasik dan menerjemahkannya ke bahasa-bahasa Eropa. Yang agak bernilai dari karya mereka adalah ensiklopedi hadits (Al-Mu’tazilah’jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits) dan sejarah sastra Arab (Tarikh al-Adab al-‘Arabi) karya Karl Brockelmann. Karya yang pertama memang berfaedah bagi orang-orang yang gres mengenal hadits. Tetapi, dia bukanlah segala-galanya dalam dunia hadits. Kitab-kitab ensiklopedi hadits yang lebih lengkap telah lebih dulu diwariskan oleh ulama-ulama hadits. Hanya saja metodenya berlawanan. Bahkan, kekeliruan dan kelemahan-kelemahan karya orientalis itu cukup banyak dan dihimpun dalam buku Adhwa ‘ala Akhtha’ al-Mustasyriqin oleh Dr. Sa’ad al-Murshafi. Sebagian besar karya-karya orientalis diwarnai oleh perilaku-sikap seperti memutarbalikkan fakta, menggandakan sejarah, menyalahpahami teks, serta menyusupkan kebohongan dan fitnah. Tetapi, secara umum karya-karya sebagian orientalis yang jujur itu kita hargai dan berfaedah bagi sebagian peneliti, khususnya pemula. Tetapi, porsinya harus dilihat secara objektif, tanpa dilebih-lebihkan. Sebab, Semua itu tidak ada artinya jikalau daripada karya ulama-ulama kita yang klasik ataupun yang terbaru, yang tidak tertampung oleh perpustakaan mana pun di dunia ini, sebab banyaknya. Berbicara ihwal sikap “objektif” dan “bebas” (tidak memihak) yang merupakan karakteristik ilmiah, maka para peneliti Barat dalam tulisan dan kajian mereka ihwal Islam sukar sekali ditemukan sikap netral dan objektif ini. Mereka cuma mau bebas (dalam artian tidak memihak) ketika berhadapan dengan materi yang tidak ada keterkaitannya dengan kajian keislaman. Adapun kepada kajian-kajian Islam, mereka tidak bisa melepaskan subjektivitasnya selaku nonmuslim. Barat sampai dikala ini masih menyimpan citra suram dan buruk ihwal Islam dan umatnya. Sebuah warisan “hitam” yang meracuni fatwa mereka, yang mereka warisi semenjak “Perang Salib” dan belum membuangnya hingga ketika ini. Ini diakui sendiri oleh pemikir mereka, mirip Gustav Lobon, filsuf Perancis dan “moyangnya” kaum sosiolog dan sejarawan Barat di abad kesembilan belas. Ia pertanda dalam bukunya, Peradaban Islam, bahwa peneliti-peneliti Barat dalam mengambarkan persoalan-persoalan yang bekerjasama dengan Islam akan menanggalkan sikap netral dan objektif . Peneliti Barat, tanpa disadarinya, niscaya akan memihak dan intoleran. Buku inilah, bila boleh dikatakan “moderat”, yang paling moderat yang ditulis oleh ilmuwan Barat tentang Islam dan peradabannya. Oleh alasannya itu pula, Gustav Lobon tidak dihargai, bahkan dibenci oleh orientalis Barat. Sikap penulis Barat yang tidak jujur pernah juga dibeberkan belakangan oleh Motegomery Watt, orientalis Inggris, dalam buku Apakah Islam?
  1. Apakah Kendala dan persoalan utama yang dihadapi dalam kajian / studi Islam secara lazim? Apakah yang mungkin bisa dilaksanakan selaku penyelesaian terhadap dilema tersebut?
Islam tidak bisa dilihat dari satu sudut pandang saja seraya menafikan sudut pandang lainya yang kehadiranya sama-sama penting. Apabila islam cuma dilihat dari satu segi saja,maka balasan yang ditimbulkanya pun mudah ditebak, ialah reduksi dan distorsi makna. Sebagai jadinya gambaran islam yang utuh-tanpa diwarnai oleh sikap apologetik dan truth claim sepihak rasanya akan sulit dicapai. 
Perkembangan zaman yang senantiasa berubah dan disertai hadirnya aneka macam dilema baru dalam kehidupan insan,menjadi suatu tuntutan untuk mengerti agama sesuai zamanya.
Tuntutan kepada agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pengertian agama yang selama ini banyak memakai pendekatan tologis-normatif dilengkapi dengan pengertian agama yang memakai pendekatan lain yang secara oprasional konseptual mampu memperlihatkan jawaban terhadap dilema yang timbul.
Sebaiknya umat islam tidak cuma memahami islam lewat pendekatan teologis saja,semoga pemahaman wacana islam menjadi integral,universal,dan komprehensif. 
  1. Pendekatan sosiologis ialah salah satu dari beberapa pendekatan dalam kajian studi Islam. Jelaskan lebih lanjut hal tersebut!
  Kata Pengantar

Sosiologi ialah ilmu yang termasuk masih muda meskipun telah mengalami kemajuan cukup lama, ialah semenjak manusia mengenal kebudayaan dan peradaban.Dalam kehidupannya, insan sudah banyak menaruh perhatian dan minat kepada sosiologi. Suatu kondisi yang terjadi dalam masyarakat mirip, kejahatan perang, penguasaan kelompok yang satu kepada golongan yang lain, akidah dan sebagainya. Melalui perhatian tersebut kemudian muncul teori-teori yang berkenaan dengan kemasyarakatan yang kemudian teori-teori tersebut digunakan utuk mengkaji agama.
Beberapa objek pendekatan sosiologi yang dipakai oleh para sosiolog ternyata menciptakan cara unntuk mengetahui agama dengan mudah. Selain itu memang menurut beberapa sosiolog dan andal metodelogi studi-studi ke-Islaman bahwa agama Islam itu sendiri sungguh mementingkan peranan aspek sosial dalam kehidupan beragama.
Pendekatan sosiologis dalam kajian-kajian aspek agama Islam bahwasanya bukanlah suatu tradisi yang benar-benar gres. Banyak kelompok mengakui bahwa pendekatan ini telah usang digunakan dalam tradisi intelektual Islam, seperti observasi para periwayat hadist yang dikerjakan oleh imam-imam Hadist, akan tetapi Ibn Khaldunlah yang kemudian menggunakan pendekatan ini dengan tata cara yang lebih sistematis.
Pendekatan Sosiologi mempunyai kesempatan yang sangat besar untuk meningkat dalam lingkup studi Islam. Dengan begitu kontribusinya lalu dalam tradisi intelektual Islam tentu saja akan sangat besar.

By: Asep Iwan