Mungkin kalian pernah berjumpa dengan orang yang memiliki perilaku yang ‘ajaib’ bahkan tidak waras. Atau bahkan pernah punya sobat, kerabat, atau kenalan yang memiliki sikap tersebut.
Jika kalian pernah punya seseorang yang mirip itu, apakah kalian akan merasa risih? Atau bahkan menjauhi orang tersebut karena tidak mau tertular kebiasaan menyimpang yang jelek tersebut.
Pada postingan ini, kita akan membicarakan ihwal apa saja perilaku menyimpang dalam masyarakat, mulai dari teori nya sampai bentuk-bentuk sikap yang menyimpang.
1. Teori-teori lazim ihwal sikap menyimpang
Teori-Teori biasa perihal penyimpangan berupaya menjelaskan semua pola penyimpangan sebanyak mungkin dalam bentuk aapun (misalnya kejahatan, gangguan mental, bunuh diri, dan lain-lain).
Berdasarkan perspektifnya, penyimpangan ini dapat digolongkan dalam dua teori utama. Perspektif patologi sosial menyamakan penduduk dengan suatu organisme biologis dan penyimpangan disamakan dengan kesakitan atau patologi dalam organisme itu, berlawanan dengan model aliran medis dari para psikolog dan psikiatris.
Perspektif disorganisasi sosial menunjukkan pengertin penyimpangan selaku kegagalan fungsi lembaga-lembaga komunitas setempat. Masin-masing persepsi ini penting bagi tahap perkembangan teoritis dalam mengkaji penyimpangan
2. Teori-Teori Sosiologi ihwal Perilaku Menyimpang
Teori Anomi yakni teori struktural ihwal penyimpangan yang paling penting selama lebih dari lima puluh tahun. Teori anomi menempatkan ketidakseimbangan nilai dan norma dalam penduduk sebagai penyebab penyimpangan, di mana tujuan-tujuan budaya lebih ditekankan ketimbang cara-cara tersedia untuk mencapai tujuan-tujuan budaya itu.
Individu dan kelompok dalam masyarakat mirip itu mesti menyesuaikan diri dan beberapa bentuk penyesuaian diri itu dapat menjadi sebuah penyimpangan. Sebagian besar orang menganut norma-norma penduduk dalam waktu yang usang, sementara orang atau kelompok lainnya melakukan penyimpangan.
Kelompok yang mengalami lebih banyak ketegangan alasannya adalah ketidakseimbangan ini (misalnya, orang-orang kelas bawah) lebih condong mengadaptasi penyipangan dibandingkan dengan kelompok lainnya.
Teori sosiologi atau teori belajar menatap penyimpangan muncul dari konflik normatif di mana individu dan kelompok berguru norma-norma yang mengijinkan penyimpangan dalam kondisi tertentu. Pembelajaran itu mungkin tidak terlihat, contohnya dikala orang mencar ilmu bahwa penyimpangan tidak menerima hukuman. Namun, pembelajaran itu dapat juga tergolong mengadopsi norma-norma dan nilai-nilai yang memutuskan penyimpangan dikehendaki atau dibolehkan dalam keadaan tertentu.
Teori Differential Association oleh Sutherland ialah teori belajar wacana penyimpangan yang terkenal. Walaupun teori ini dimaksudkan mmeberikan klarifikasi umum wacana kejahatan, teori ini dapat juga diaplikasikan dalam bentuk bentuk penyimpangan lainnya.
Sebenarnya, tiap teori sosiologis perihal penyimpangan memiliki asumsi bahwa individu disosialisasikan untuk menjadi anggota kelompok atau penduduk secara umum. Sebagian teori lebih menekankan proses mencar ilmu ini daripada teori lainnya.
a. Teori Labeling
Teori-teori umum wacana penyimpangan mencoba menjelaskan semua bentuk penyimpangan. Namun, teori-teori terbatas lebih memiliki lingkup penjelasan yang terbatas. Beberapa teori terbatas ialah untuk jenis penyimpangan tertentu saja, atau unuk bentuk substantif penyimpangan tertentu (mirip alkoholisme dan bunuh diri), atau dibatasi untuk menerangkan langkah-langkah menyimpang bukan sikap menyimpang. Pada bagian ini perspektif perspektif labeling, kontrol, dan pertentangan ialah pola-pola teori-teori terbatas yang didiskusikan.
Perspektif labeling mengetengahkan pendekatan interaksionisme dengan berkonsentrasi pada konsekueni interaksi antara penyimpang dengan distributor kendali sosial. Teori ini mmeperkirakan bahwa pelaksanaan kontrol sosial menimbulkan penyimpangan alasannya pelaksanaan kontrol sosial tersebut mendorong orang masuk ke dalam peran penyimpang.
Ditutupnya peran konvensional bagi seseorang dengan perlindungan stigma dan label menyebabkan orang tersebut dapat menjadi penyimpang sekunder, utamanya dalam mempertahankan diri dari sumbangan label.
Untuk masuk kembali ke dalam tugas sosial konvensional yang tidak menyimpang yaitu berbahaya dan individu merasa teralienasi. Menurut teori labeling, pertolongan saksi dan label ang dimaksudkan untuk mengontrol penyimpangan malah menciptakan sebaliknya.
b. Teori Kontrol
Perspektif kontrol yaitu perspektif yang terbatas untuk penjelasan delinkuensi dan kejahatan. Teori ini meletakkan penyebab kejahatan pada lemahnya ikatan individu atau ikatan sosial dengan masyarakat, atau macetnya integrasi sosial.
Kelompok-kalangan yang lemah ikatan sosialnya (contohnya kelas bawah) cenderung melanggar aturan alasannya merasa sedikit terikat dengan peraturan konvensional. jikalau seseorang merasa bersahabat dengan golongan konvensional, sedikit sekali kecenderungan menyimpang dari hukum-hukum kelompoknya. Jika ada jarak sosial sebagai hasil dari putusnya ikatan, seseorang merasa lebih bebas untuk menyimpang.
c. Teori Konflik
Teori Konflik ialah pendekatan kepada penimpangan yang paling banyak diaplikasikan terhadap kejahatan walaupun banyak juga dipakai dalam bentuk-bentuk penyimpangan lainnya. Teori pertentangan ialah teori klarifikasi norma, peraturan dan hukum serta penjelasan sikap yang dianggap melanggar peraturan.
Peraturan tiba dari individu dan golongan yang mempunyai kekuasaan yang memengaruhi dan memotong kebijakan publik lewat aturan. Kelompok-kelompok elite menggunakan pengaruhnya kepada isi aturan dan proses pelaksanaan metode peradilan pidana.
Norma sosial lainnya mengikuti acuan berikut ini. Beberapa kelompok yang sangat berkuasa menciptakan norma mereka menjadi secara umum dikuasai. Misalnya norma yang merekomendasikan kekerabatan heteroseksial, tidak kecanduan minuman keras, dan menghindari bunuh diri alasannya adalah alasan sopan santun dan agama.
3. Bentuk-Bentuk Perilaku Menyimpang.
A. Homoseksual laki-laki (Gay)
Homoseksual menyangkut orientasi dan sikap seksual. Perilaku homoseksual yakni kekerabatan seks antara orang yang berjenis kelamin sama. Orientasi homoseksual yaitu perilaku atau perasaan ketertarikan seseorang pada orang lain denganjenis kelamin yang sama untuk tujuan kepuasan seksual.
Lebih banyak sikap homoseksual dibandingkan orang yang memiliki orientasi homoseksual. Norma dan aturan aturan yang melarang homoseksualitas dianggap antik, alasannya opini penduduk final-tamat ini lebih mampu mendapatkan homoseksualitas.
Perkembangan suatu orientasi homoseksualitas terjai dalam konteks biologis, tetapi makna sebetulnya dari orientasi tersebut berada dalam proses sosialisasi seksual dan penerimaan serta indentifikasi tugas seks. Norma-norma seksual mengidentifikasi obejk seksual, waktu, tempat, dan suasana.
Banyak kombinasi yang mungkin dapat terjadi dan tergolong terjadinya kesalahan dalam sosialiasi. Preferensi seksual terbentuk ketika periode remaja meskipun banyak juga para homoseksual yang menjadi homoseksual pada usia yang lebih bau tanah.
Penerimaan identitas homoseksual terjadi sesudah sebuah proses kenaikan acara homoseksual dan partisipasi dalam suatu subkebudayaan homoseksual atau komunikasi homoseksual. Secara sosiologis, seseorang homoseksual adalah orang yang mempunyai identitas homoseksual
b. Homoseksual Perempuan (Lesbianisme)
Lesbianisme sama dengan homoseksual pada laki-laki, terjadi lewat penerimaan orientasi seksual lesbian. Lesbian lebih condong membangun orientasi seksualnya dalam konteks hubungan pertemanan dengan wanita lainnya.
Hubungan seks antara lesbian terjadi dalam konteks berjalannya relasi sosial dengan wanita lain. Hubungan antara para lesbian umumnya berjalan dalam jangka waktu lama, bukan berarti para homoseks tidak membangun relasi mirip ini. Namun, lesbian lebih condong selektif dalam menentukan pasangan seks dan tidak banyak terlibat dalam subkebudayaan lesbian.
Karena lesbianisme ini lebih bersifat eksklusif dan belakang layar, para lesbian tidak banyak mendapat ancaman dari stigma sosial atau aturan. Perilaku dan orientasi seksual mereka tidak begitu nyata bagi orang lain. Karena argumentasi ini, para lesbian tidak banyak membutuhkan pinjaman situasi subkebudayaan lesbian.