Sesuai dengan fungsi istana ini, pajangan serta hiasannya condong memberi suasana sungguh resmi. Bahkan kharismatik. Ada dua buah cermin besar peninggalan pemerintah Belanda, disamping dekorasi dinding karya pelukis – pelukis besar, seperti Basoeki Abdoellah.
Banyak peristiwa penting yang terjadi di Istana Negara. Diantaranya adalah ketika Jendral de Kock menguraikan rencananya kepada Gubernur Jendral Baron van der Capellen untuk menindas pemberontakan Pangeran Diponegoro dan merumuskan strateginya dalam menghadapi Tuanku Imam Bonjol. Juga ketika Gubernur Jendral Johannes van de Bosch memutuskan metode tanam paksa atau cultuur stelsel. Setelah kemerdekaan, tanggal 25 Maret 1947, di gedung ini terjadi penandatanganan naskah persetujuan Linggarjati. Pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir dan pihak Belanda oleh Dr. Van Mook.
Istana Negara berfungsi sebagai sentra acara pemerintahan negara, diantaranya menjadi tempat penyelenggaraan program – acara yang bersifat kenegaraan, mirip pelantikan pejabat – pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah, dan rapat kerja nasional, pembukaan kongres bersifat nasional dan internasioal, dan kawasan jamuan kenegaraan.
Sejak abad pemerintahan Belanda dan Jepang sampai kurun pemerintahan Republik Indonesia, sudah lebih kurang 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Negara selaku kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan Negara.