Setatsiun Tugu
Tahun empatpuluh tujuh, suatu malam di bulan Mei
Ketika kota menderai dalam gerimis yang renyai
Di tiang barat lenera merah mengerjap dalam berair
Menunggu perlahan naiknya tanda penghabisan
Kleneng andong terputus di jalan berlinangan
Suram ruang setatsiun, beranda dan tempat menunggu
Truk menderu dan laskar berlagu lagu usaha
Di tugu seorang ibu menanti, dua anak dipangku
Berhentilah waktu di setatsiun Tugu, malam ini
Di sebuah malam yang renyai, tahun empat puluh tujuh
Para penjemput kereta Jakarta yang penghabisan
Hujanpun ajaib di bulan Mei, tak kunjung teduh
Di tiang barat lentera mengerjap dalam lembap
Anak perempuan itu dua tahun, melekap dalam pangkuan
Malam semakin lembab, kuning gemetar lampu statsiun
Kakaknya masih menyanyi Satu Tujuh Delapan Tahun
Udara sudah larut ketika tanda naik pelan-pelan
Seluruh penjemput sama tegak, memandang ke arah barat
Ibu muda menjagakan anaknya yang kantuk dalam lena
Berkata : lambaikan tanganmu dan panggilah bapa
Wahai ibu muda, sehari penuh atap-atap kota untukmu berbasah
Karena kezaliman militer pagi tadi terjadi di Klender
Seluruh republik menundukkan kepala, nestapa dan bingung
Uap ungu berdesir menyeret gerbong mayat terakhir
Taufiq Ismail Sumber aslinya klik disini