A. Pendahuluan
Agama merupan pandangan utama dan pandangan hidup (worldview) bagi kehidupan insan, anutan dan desain utama dalam agama yakni akidah akan adanya yang kuasa yang menciptakan segalanya yang di sebut dengan tauhid (aqidah).tetapi ajaran tentang ilahi pada sebuah agama berlainan satu agama dengan agama lainnya, mirip halnya rancangan dewa berdasarkan agama islam berlainan dengan rancangan yang kuasa dalam agama Buddha.
Agama Buddha berkembang dan meningkat di india pada kala ke-6 sebelum masehi diresmikan oleh Sinddharta Gautama. Sinddharta yaitu anak seorang raja yang bernama suddhudana yang memerintah suku syakiya dari kapilawestu india dan ibunya bernama maya. Buddha sebenarnya bukanlah nama bagi seseorang, tetapi sebutan yang diberikan terhadap orang yang telah mencapai”bodhi” yaitu ilmu wawasan yang tinggi dan sempurna, yang sudah menerima jalan untuk melepaskan diri dari kekangan karma.dan sindharta dianggap sudah menerima tersebut maka sindharta Gautama sudah meraih bodhi dan disebut selaku Buddha. Serta mengembangkan ajarannya yang pertama di india dan meningkat dan banyak pengikutnya sehingga agama Buddha tersebar sampai ke Negara lain termasuk di Indonesia dan Negara asia yang lain.
B. Pembahasan
Pada umumnya bila orang membahas ihwal agama yang di bicarakan meski perihal doktrin kepada tuhan, bahkan iktikad atau akidah kepada dewa yang maha kuasa itu di jadikan pandangan pertama. Akan namun kupasan iktikad kepada ilahi dalam agama Buddha jarang sekali di kemukakan.
Perlu di tekankan bahwa di dalam ajaran Buddha yang sebetulnya (aslinya) sang Buddha Sidharta Gautama bukanlah tuhan melainkan hanyalah seorang guru, juru pandu bagi manusia. Konsep ketuhanan dalam agama buddha berlainan dengan rancangan dalam agama samawi dimana alam semesta diciptakan oleh ilahi dan tujuan selesai dari hidup manusia adalah kembali ke surga ciptaan yang kuasa yang kekal, tetapi desain didalam agama Buddha bahwasannya asal muasal dan penciptaan alam semesta bukan berasal dari ilahi, melainkan alasannya aturan sebab dan akhir yang sudah disamarkan oleh waktu, dan tujuan final dari hidup manusia yakni mencapai kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana batin insan tidak butuhlagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk meraih itu derma dan pertolongan pihak lain tidak ada pengaruhnya, tidak ada yang kuasa-dewi yang mampu membantu, cuma dengan usaha sendirilah kebuddhaan mampu diraih. Buddha cuma ialah teladan, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran serta realitas sebenar-benarnya. Bila kita mempelajari anutan agama Buddha mirip yang terdapat dalam kitab suci Tipitaka, maka bukan cuma rancangan ketuhanan yang berlawanan dengan rancangan ketuhanan dalam agama lain, namun banyak rancangan lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlawanan dengan rancangan-desain dari agama lain antara lain yaitu desain-desain tentang alam semesta, terbentuknya bumi dan insan, kehidupan insan di alam semesta, akhir zaman dan keselamatan atau keleluasaan.
Tuhan dalam agama Buddha yang bersifat non-teis (ialah, kebanyakan tidak mengajarkan keberadaan ilahi sang pencipta atau bergantung terhadap ilahi sang pencipta demi dalam perjuangan mencapai pencerahan, sang Buddha Gautama ialah pembingbing atau guru yang memberikan jalan menuju nirwana) serta selama hidupnya Buddha Gautama tidak pernah mengajarkan cara-cara menyembah terhadap dewa maupun konsepsi ketuhanan walaupun dalam wejangannya adakala menyebut ilahi, dia lebih banyak menekankan pada anutan hidup suci, sehingga banyak para andal sejarah agama dan sarjana teologi islam menyampaikan agama Buddha sebagai pedoman susila belaka.jikalau diamati dalam perkataan atau khotbah-khotbah Buddha Gautama dan soal jawabnya dengan kelima temannya di Benares, ia tidak percaya terhadap yang kuasa-yang kuasa yang banyak, dewa-dewa, dan berhala-berhala yang dipuja dan disembah sepertihalnya dalam agama hindu, bahkan penyembahan demikian dicela dalam ajaran Buddha dan oleh sang Buddha Gautama itu sendiri. Akan tetapi ketuhanan brahma, tetap di akui oleh buddha sidharta Gautama, ia tetap mengakui brahma selaku tuhannya.
Dalam salah satu ucapannya Buddha Gautama pernah menyampaikan: “biarkan yang kuasa menimbulkan segala sesuatu, dan manusia hendaklah memelihara kesucian ciptaan dewa, kesucian yang sempurna itulah dia yang kuasa. Kesucian demikian harus terdapat pada tiap-tiap manusia” dan didalam kitab tipitaka dia juga menyampaikan: “ketahuilah para bikkhu bahwa ada sesuatu yang tidak dilahirkan, yang tidak berkembang menjadi, yang tidak tercipta, yang mutlak. Duhai para bikkhu, bila tidak ada yang tidak dilahirkan, yang tidak menjelma, yang tidak tercipta, yang mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari alasannya yang lalu. Tetapi para bikkhu, alasannya adalah ada yang tidak dilahirkan, yang tidak berubah menjadi, yang tidak tercipta, yang mutlak, maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari karena yang lalu. Ungkapan di atas ialah pernyataandari sang Buddha yang terdapat dalam sutta pitaka, udana VIII:3, yang merupakan rancangan ketuhanan yang maha esa dalam agama Buddha. Ketuhanan yang maha esa dalam bahasa pali yaitu Atthi Ajatan Abhutam Akatam Asamkhatam yang artinya : “sebuah yang tidak dilahirkan, tidak dijelma, tidak diciptakan dan yang mutlak”. Dalam hal ini, ketuhanan yang maha esa yaitu sebuah yang tanpa aku (anatta), yang tidak mampu dipersonifikasikan dan yang tidak mampu digambarkan dalam bentuk apa pun. Tetapi dengan adanya yang mutlak, yang tidak berkondisi (asankhata) maka insan yang berkondisi (sankhata) mampu mencapai keleluasaan dari bundar kehidupan (samsara) dengan cara bermeditasi. Dengan membaca konsep ketuhanan yang maha esa ini, kita mampu menyaksikan bahwa desain ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan desain ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain.
Oleh karena ajarannya yg tentang ketuhanan yang tidak bekitu banyak diuraikan dan di jelaskan , maka sepeninggalan Buddha, patung Buddha sendiri sudah menjadi sembahan yang utama bahkan juga sisa peninggalannya seperti bubuk mayatnya, bagian kukunya, rambutnya yang tersimpan dalam stupapun telah dipuja dan disembah. Padahal Buddha Gautama mencela penyembahan terhadap patung dan berhala tetapi penganut Buddha sendiri sepeninggalannya telah menempatkan patung-patungnya didalam candi, kuil dan stupa untuk disembah.
Dalam hal ini kita dapat menyimpulkan bahwa Buddha Gautama sendiri tetap menuhankan brahma semata, dia tidak menyakini ketuhanan lainnya cuma Buddha Sidharta Gautama tidak menjelaskan dan membuktikan ihwal dasar-dasar bagaimana cara beriman dan menyembah terhadap tuhan dalam agamanya.
C. Penutup
Dengan informasi pembahasan di atas Bahwasannya konsep ketuhanan dalam agama Buddha sungguh berlawanan dengan rancangan ketuhanan dalam agama lain, yang bahwasannya asal usul dan penciptaan alam semesta bukan berasal dari, melainkan sebab hukum dan balasan yang telah disamarkan oleh waktu, dan tujuan kematian manusia adalah meraih kebuddhaan (anuttara samyak sambodhi) atau pencerahan sejati dimana batin manusia tidak butuhlagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu tunjangan dan batuan pihak lain tidak ada pengaruhnya, tidak ada dewa dewi yang mampu membantu cuma dengan usaha sendirilah kebuddhaan mampu dicapai dan Buddha hanya merupakan pola, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, meraih pencerahan rohani, dan menyaksikan kebenaran serta realitas sebenar-benarnya mirip halnya yang telah di ucapkan oleh budddha Gautama: “biarkan ilahi menimbulkan segala sesuatu dan manusia hendaklah memelihara kesucian yang sempurna itulah beliau dewa, kesucian yang demikian harus terdapat pada tiap-tiap manusia. Dan apa yang tertulis dikitab sutta pitaka agama Buddha:”bahwa ada sesuatu yang tidak dilahirkan, yang tidak berkembang menjadi, yang tidak tercipta, yang mutlak, maka tidak akan mungkin kita dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan, dari karena yang kemudian namun karena ada yang tidak dilahirkan, yang tidak berkembang menjadi, yang tidak tercipta, yang mutlak maka ada kemungkinan untuk bebas dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu dan untuk mendapatkan keleluasaan dari lingkaran kehidupan dengan cara bermeditasi. Dan sang Buddha Gautama sendiri tidak banyak menerangkan dan menjelaskan dan mengajarkan perihal ketuhanan tapi dalam wacananya adakala Buddha Gautama menuhankan brahma semata.
[1] K.H agus hakim, perbandingan agama,(bandung: cv diponegoro,1985), hlm.87.
[2] Adjiddan Noor, Budhisme, hlm. 13.
[3] K.H agus hakim, perbandingan agama,(bandung: cv diponegoro,1985), hal.170.
[4] Kitab suci sutta pitaka
[5] Kitab suci sutta pitaka, udana VIII: 3
[6] DRS. Jirhanuddin. M.ag, perbandingan agama, (palang karaya, pustaka pelajar,2010), hal.95.