Ya kamu.
Kamu adalah senjaku.
Indah. Indah sekali.
Tapi sebentar saja. Lalu pergi.
.
.
.
kieta _ Anna Noor Jannah
Di bawah ini yakni koleksi puisi senja terbaik.
Waktu senja ialah salah satu moment yang banyak dicintai. Ada kesan misterius di dalamnya. Menjadi pandangan baru bagi para pujangga. |
Daftar Isi
1. Puisi Senja di Pelabuhan Kecil
Pelabuhan. Pernahkah kau duduk di sana. Seorang diri sembari menikmati. Debur ombak dan gelombang. Angin sepoi dan menerjang.
Rindu diriku pada pelabuhan kecil. Menatap bahtera nelayan yang bersandar. Atau pada deru angin yang datang.
Di sinilah. Aku tuliskan puisi. Puisi senja di pelabuhan kecil. Puisi galau di senja yang mulai memerah.
Kunanti.
Setiap kali resah
Datang padaku. Maka saya tiba padamu…
…pelabuhan kecilku.
Di dekapanmu,
Kurasakan lapangnya kehidupan,
Luasnya rahmat Tuhan, dan banyaknya debur kebahagiaan.
Bersamamu,
Aku menuliskan puisi indah
Yang merekam jejak langkahku.
Maka,
Senja itu senantiasa kurindu.
Datangnya senantiasa kunanti.
Deburnya selalu kunikmati.
Dan aromanya tak pernah hilang dari hati.
Debur-Debur Kehidupan (Kahlil Gibran isme)
Perlahan-lahan kakiku melangkah. Pada pasir putih. Pada buih. Pada ombak yang tak henti bergelombang.
Lalu kulepaskan pandanganku. Pada konferensi maritim dan langit. Yang seolah menyatu. Walau tak pernah tahu, bagaimanakah caranya.
Hatiku berkata bahwa ia mencintai lautan. Mencintai pantainya yang begitu indah. Pada debur ombaknya yang bergerak bagai madah.
Karena lautan dan pantai yaitu guru yang tak berkata. Tetapi ia mengejakan aneka macam makna.
Debur ombak mengajarkan terhadap jiwaku, bahwa hidup mestilah bergerak, tanpa henti. Datang dari daerah nun jauh di sana, menuju kawasan dimana insan mencari bahagia.
Gelombang mengajarkan terhadap jiwaku, bahwa hidup mestilah bertenaga. Bergerak senantiasa melalui hamparan samudra.
Dan batu karang mengajarkan kepada jiwaku, bahwa diri ini mestilah tegar tak tergoyahkan. Walaupun angin puting-beliung tiba menerjang.
Di pelabuhan kecil ini, kutuliskan kata-kata dari lisan semesta. Dan akan kukirimkan kepadamu, sebagai kado dari kedalaman lubuk jiwa.
Suatu Senja, Di Pelabuhan Cinta.
Aku kira,
Kamu tak pernah tahu,
Bagaimana dalamnya cintaku.
Seperti diriku
Yang juga tak tahu
Bagaimana dalamnya samudra.
Tapi kau mesti tahu,
Bahwa di suatu senja,
Ada keindahan yang tak pernah kulupa.
Saat hatiku mengerti,
Bahwa aku telah menentukan dirimu
Sebagai pasangan hidup ini.
Yang kuterima sepenuhnya,
Kucintai selamanya,
Dan kurindukan tanpa jeda.
Kunanti Di Ujung Senja.
Di pelabuhan kecil ini,
Aku menanti.
Setiap kali senja datang,
Tiba-tiba saya merindukan,
Pada seseorang, yang begitu kukenal.
Itulah kamu.
Yang dahulu pernah bersamaku,
Menangis dan tertawa bersama,
Berjuang menggapai harapan.
Lalu saat
Musim berhias datang,
Lalu engkau pergi untuk selamanya.
Aku sepi. Sepi sekali.
Menitik Air Mataku.
Menitik air mataku,
Padahal aku seorang lelaki.
Saat aku tahu
Bahwa kamu bukan lagi milikku.
Ke mana mesti kucari,
Pengganti dari seorang bidadari?
Sedangkan kamu ialah kau,
Yang tak kutemukan padanannya.
Menitik air mataku,
Bercampur dengan air laut
Biarlah menghilang
Seperti hilangnya dirimu.
Ingin Kutulis Puisi.
Ingin kutuliskan puisi senja,
Yang kuabadikan selamanya,
Ditulis dengan air mata,
Tersimpan dalam jiwa.
Ingin kutuliskan sebuah kata
yang dipenuhi dengan makna,
dihiasi sepenuh rasa
dalam wadah bijaksana.
***
2. Puisi Senja Yang Indah, Kuabadikan Dalam Kenangan
Aku pernah melihat senja indah. Sangat indah.
Langitnya biru semu hijau. Awan-awannya tipis laksana sapuan lukisan. Bercampur dengan cahaya keemasan.
Seolah di sana ada para bidadari, yang sedang menari.
Senja Bersamamu.
Senja itu begitu indah,
Saat seulas senyuman kau lemparkan.
Hatiku bahagia,
Sebab aku tahu
Wanita cantik di hadapanku adalah milikku.
Tatapan yang begitu teduh,
Senyuman yang begitu indah,
Semuanya tampak tepat…
…pada senja yang mulai memerah.
Senja Begitu Indah.
Terkenang daku
Pada senja indah di kala kemudian.
Ketika melalui ilalang
Yang bunganya putih
Diterbangkan angin.
Saat aku berlangsung
Dari rumah menuju surau
Dan awan gemawan
Bergulung-gulung di atas sana.
Seperti sekumpulan makhluk
Yang tak kukenal namanya.
Senja itu begitu indah,
Terkenang daku
Sepenuh rasa.
Senja Indah di Pantai.
Ingatkah kau,
Saat kita duduk berdua,
Di tepi pantai di waktu senja.
Saat ombak bergulung-gulung,
Pecah di bibir pantai, kemudian berdebur.
Ingatkah kamu,
Saat kita menikmati sang surya
Yang kan tenggelam nun jauh di sana.
Dia begitu indah,
Seperti bulatan rembulan,
Padahal dialah sang surya.
Perlahan—lahan ia turun,
Tenggelam di pertemuan langit dan lautan.
Ingatkah kau,
Ada diriku di waktu itu.
Senja.
Kupuisikan senja
Karena ia begitu indah.
Kucari kata-kata
Ingin kubuatkan suatu madah.
Agar senja ini tak terlupa
Agar beliau tersimpan rapi
Di peti ingatan
Kelak ketika saya tua.
Bahwa:
Pernah di satu senja
Aku merasa hidup ini begitu indah.
Rahmat Allah mencurah,
Memelukku dalam bahagia.
Kan kuingat selalu
Bahwa Tuhan maha pemurah,
Akupun tidak ingin jauh
Bersama-Nya hilanglah segala galau.
Di Puncak Gunung.
Oh,
Betapa agungnya dunia ini.
Terhampar luas di bawah sana,
Bagaikan kain jatuh begitu saja.
Bergelombang sangat indah,
Begitu hening, begitu permai.
Memandang keluasan alam,
Dari puncak gunung saat temaram,
Merasakan kemahakuasaan
Tuhan, semesta alam.
Oh Tuhanku,
Jangan jadikan diriku,
Berada di senja usia
Sedangkan amalku tak ada.
Mudahkan bagiku
Untuk menunaikan titah perintahMu.
Dengan hati penuh ketakwaan,
Dengan jiwa sarat kepasrahan.
3. Puisi Senja Cinta
Senja Yang Berhujan.
Di senja yang berhujan,
Ada rindu yang kusimpan,
Untuk kau dan kurun lalu,
Yang menyenandukan sendu.
@puisi.kakilima
.
.
Ya. Senja itu lekat dengan cinta.
Ia begitu indah. Indah sekali. Tapi…
…tak usang iapun pergi.
Maka hari ini ingin kutuliskan lagi, puisi senja yang menenteng aroma cinta. Entah itu cinta di era lalu ataukah di kala depan.
Karena aku tahu, bahu-membahu cinta tak pernah habis walau dirangkai dalam puisi; walau digambarkan lewat kata, ataupun dibagikan ke alam semesta.
Inilah puisi cinta yang tak akan kulupa.
Walau Bagai Sepotong Senja.
Walau bagai sepotong senja,
Yang indah seketika.
Indahnya begitu mendalam,
Merasuk ke dalam sukma.
Walau sebentar bagaikan senja,
Izinkan diriku mengecap senang.
Saat kutatap binar matamu,
Yang menyimpan beribu kata,
Menyembunyikan kepedihan jiwa,
Tapi. Tapi kau lagi-lagi tersenyum.
Seolah kamu ialah orang yang paling bahagia.
Maka izinkan saya menjadi temanmu,
Untuk mengerti arti senang di dalam kepahitan; mengetahui pengorbanan di tengah kesulitan; dan tetap setia walaupun di tengah gelombang pengkhianatan.
Kamu Senjaku.
Kamu.
Ya kau.
Kamu ialah senjaku.
Indah. Indah sekali.
Tapi sebentar saja. Lalu pergi.
Hanya saja,
Kenangannya mengabadi.
Terukir dalam, tak mampu dihapuskan.
Karena, alasannya kamu terlalu indah.
Cinta di Balik Senja.
Kalau senja datang,
Kamu pasti tahu
Bagaimana rasanya hatiku.
Tentu saja saya duka,
Sebab di senja itu ada rindu,
Sebuah rasa yang tiada henti
Menyelusup ke dalam hati.
Rindu itu
Tertuju padamu.
Tapi kau? Ngga pernah ngerti!
Puisi Aku Kamu dan Senja.
Ketika mata memandangmu,
Aku pribadi memahami
Bahwa aku jatuh cinta, lagi.
Entah mengapa,
Jika kupandang dirimu
Tiba-tiba semua kata menjadi puisi.
Tatapan matamu,
Adalah inspirasi tiada henti.
Senyumanmu,
Adalah keteduhan
Yang mampu membangkitkan
Jiwa dari seorang pujangga.
Di senja yang temaram ini,
Aku tidak ingin banyak berkata.
Biarlah segala rasa itu
Meresap perlahan-lahan
Dan bersemayam, jauh di lubuk hatiku.
Senja Itu Kamu.
Melewati hari-hari
Menghabiskan umur
Dari usia yang diberi.
Aku di sini,
Terpesona oleh senja yang sungguh indah.
Pada temaramnya,
Pada rona merahnya,
Pada warna keemasannya,
Dan pada sepoi angin yang berhembus ke mana saja.
Aku di sini.
Terpesona pada senja,
Dan senja itu yakni kamu.
Kamu lebih dari keindahan,
Bagaikan lukisan; yang ingin kujelaskan
Pada dunia. Tentang garisnya, warna, dan coraknya.
Senja itu adalah kamu.
Yang tak usang lagi hilang.
Lalu jubah malam menghabiskan segala bentuk keindahan.
4. Puisi Senjakala Gunung Merapi
Merapi.
Satu nama yang awet.
Telah kukenal lama.
Namun tak pernah bosan jua.
Merapi.
Apa kabarmu hari ini.
.
.
.
Kita Pernah.
Kita pernah di sana.
Di puncak tertinggi Gunung Merapi.
Aku rasa
Ada banyak kehidupan,
Yang belum kutahu.
Kehidupan yang sunyi
Jauh dari keriuhan.
Kehidupan yang hening,
Jauh dari hingar bingar perkotaan.
Memahami bahwa alam ini begitu indah. Yang keindahannya masuk ke dalam sukma.
Seolah mengajarkan diriku,
Bahwa masih ada kehidupan lain
Yang lebih indah. Bukan di sini.
Tapi di sana.
Di ujung waktu
Dari kehidupan kita.
Senjakala di Gunung Merapi.
Ini senja menjadi saksi,
Tentang hati yang terluka.
Aku berlari dari kota,
Mencari sepi. Mencari tenang.
Berharap hatiku pun
Tak terusik riak kehidupan,
Yang nestapa, luka, duka, kadang ada pengkhianatan.
Di sini. Aku mencari sepi.
Mendidik hati biar tak berharap
Pada segala yang dinamakan makhluk.
Hanya pada-Nya
Kuadukan murung dan laraku.
Rona Senja.
Ke mana lagi kau labuhkan
Hatimu yang satu-satunya itu?
Akankah kau berikan
Pada seseorang yang cuma melukaimu.
Lihatlah.
Di sini saya menanti. Setia sekali.
Menanti kedatanganmu,
Untuk menyerahkan segala luka,
Duka, lara, dan nestapa itu.
Kan kupetiki segenap
Yang bernama sengsara
Semampuku, dari dalam hatimu.
Hingga
Kau merasa bahwa
Tak pernah hidupmu berduka.
Senja di Alam Raya.
Dan tibalah jua
Senja yang merona
Ke pangkuan Bumi.
Mengajakku untuk rebah,
Melepas segala lelah.
Hentikan sejenak
Semua kegaduhan itu.
Marilah menyesap udara murni,
Melumuri hati dengan keindahan sejati.
Betapa agungnya Tuhan
Yang mengajarkan
Bahwa hidup mestilah dalam ketenangan.
Cinta di Ujung Senja.
Jadilah seperti senja
Indah dan mempesona
Walaupun hanya sesaat saja.
Dan kaulah senjaku,
Kan kutunggu.
Ingin kurasakan indahnya
Meski sesaat tak selamanya.
5. Puisi Senja Islami
Saat surya tenggelam,
Terbitlah dalam hatiku
Penyesalan mendalam
Tentang abad kemudian
Yang begitu kelam.
.
.
.
Kita cuma insan. Pernah berbuat dosa. Pernah bersalah. Bukan karam dalam penyesalan tak berguna. Melainkan penyesalan yang membawa kepada kurun depan cerah.
Senja Itu Begitu Bermakna.
Saat senja
Saat sang surya
Menyelusup pelan-pelan
Ke tepi bumi.
Saat cahaya
Mulai merona dalam merah
Bercampur warna emasnya
Di antara hamparan biru langit
Dalam balutan situasi terindah.
Tercenung diriku,
Seolah senja itu yaitu aku.
Yang setiap hari
Habis pula jatah umurku.
Senja itu
Ibarat ujung dari usia
Perlahan namun niscaya
Ke sana pula arah hidupku.
Kusadari
Esok, pasti selesai pula periode mudaku.
Lalu pergi selamanya. Tapi apa cuma dosa yang kubawa?
Sajak di Penghujung Senja.
Kala senja tiba
Kan berlalu kurun siang.
Akan usai masa terang,
Duduk sendiri banyak mengenang.
Rupanya usia bagai senja,
Semakin bau tanah tak terasa,
Selama ini sibuk dengan dunia,
Kepada alam baka malah terlupa.
Ingat-ingat kepada mati,
Yang tiba sebentar lagi,
Ingat rambut sudah memutih,
Gigi tanggal tak tumbuh lagi.
Ini lah sajak di waktu senja,
Sebagai pengingat untuk semua,
Bahwa hidup tak selamanya,
Ke akhirat pula tempat pulang kita.
Rona Senja.
Siapa ia?
gadis cantik berkerudung biru,
Berjalan di waktu senja,
Di jalan setapak , di jalan desa.
Wajah putih bersih sekali
Menyiratkan situasi hati
Penuh damai dan makmur
Serasa hidup sarat sentosa.
Rona senja
Sejenak di sini.
Menikmati abad-abad indah
Udara desa harum dan amis.
Terpekur.
Di ujung hari itu
Aku terpekur seorang diri.
Menggamit kurun kelam
Yang penuhi periode silam.
Rinduku padamu tak padam,
Meski gelora di dalam dada.
Tetapi,
Aku harus pergi.
Pergi jauh dari masa kemudian,
Yang hanya memberi sengsara.
Duhai diri,
Inilah dikala bagimu,
Untuk kembali.
Selagi masih ada waktu,
Selagi masih ada usia,
Jangan biarkan dia berlalu begitu saja.
Senja dan Hujan.
Bergerimis hatiku,
Seperti gerimisnya senja ini.
Beribu senang
Menetes ke lantai jiwa.
Senja itu saya cinta.
Hujan itu saya suka.
Kini datang bantu-membantu.
.
.
.
6. Puisi Senja dan Kopi
Senja kala memang selalu indah. Inilah beberapa senja dengan kopi. Sebuah variasi yang begitu serasi.
Senja Di Kotamu.
Baru saja
Aku masuki kotamu.
Ah,
ternyata
ada gejolak rasa
di dalam sana.
Mungkin
Aku tak lagi bersamamu,
Namun kenangan itu
Belum berlalu.
Di sini,
Aku sekedar singgah. Sebentar sekali.
Sekedar menyesap
Secangkir kopi.
Sambil mengenang
dan mengajukan pertanyaan, apa kabarmu?
Secangkir Kopi dan Senja Merah.
Masih terngiang
Di telingaku.
Kata-kata, canda, dan tawamu.
Kenapa hari ini
Aku merasakannya
Begitu indah.
Padahal
Lama sudah berlalu itu kisah.
Senja ini begitu merah.
Dengan secangkir kopi ,
Dan juga ingatan wacana sebuah cerita.
Senja dan Kopi.
Tak selamanya
Yang pahit itu luka.
Kadangkala, pahitnya adalah cita rasa.
Bagai kopi.
Pahitnya mendatangkan gula.
Begitu juga indahnya senja,
Tidak selamanya indah.
Bisa jadi dia cuma tiba
Sekedar mengingatkan
Bahwa akan hadir pekat malam.
7. Senja Yang Berhujan
Senja Dalam Puisi.
Senja ini ingin kutuliskan
Dalam suatu puisi.
Sebab indahnya
Begitu mewah. Tak ingin saya kehilangannya.
Karena senja ini berhujan,
Turun bergerimis. Laksana untaian mutiara dari negeri yang tak dikenal.
Diam-diam. Hatikupun merasakan senandung syahdu. Sebuah rasa antara rindu, murung, dan senang.
Ingin kurekam,
Rasa hatiku di ketika senja yang berhujan ini.
Senja Yang Terluka.
Jangan kau katakan,
Aku tidak apa-apa.
Karena aku tahu,
Ada luka dalam hatimu.
Jangan kau tahankan,
Air mata menitik jatuh,
Karena kutahu, ada murung dalam dadamu.
Kalaulah hujan diikuti angin puting-beliung,
Akan datang tenang setelahnya.
Kalaulah senja disertai temaram,
Akan datang bintang sesudahnya.
Tahukah kamu,
Setelah kegelapan, selalu ada cahaya terang.
Senja Bersamamu.
Kalaulah waktu dapat terulang,
Tentu tak kubiarkan kamu pergi. Sendiri.
Berjuang merangkai masa depan.
Melawan ketidakpastian.
Aku ingin. Ingin sekali menemani,
Di ketika kau terluka, biarlah aku yang obati.
Saat kamu terjatuh, biarlah saya yang membuatmu tegak bangun.
Dan saat kamu putus asa, biarlah saya yang membangkitkan semangat itu.
Tapi.
Mengapa aku menjadi pengecut begini.
Ataukah kurangnya rasa cintaku.
Senja ini,
Aku ingin mengulangi lagi
Duduk berduamu, bercerita perihal mimpi.
8. Puisi Hujan Dalam Hening
Hujan Bergeranyai.
Baru saja saya lepaskan
Segala beban, dalam sujud panjang.
Bermunajat pada-Nya
Di waktu menjelang senja.
Betapa indah,
Tiba-datang hujan bergerenyai,
Seperti mengajakku berpuisi,
Menuliskan segala rasa dalam hati.
Kamu Boleh Pergi.
Ya. Kamu boleh pergi.
Memang begitu yang kuinginkan.
Karena kaupun tahu,
Kebersamaan ini adalah cinta
Tetapi membawa dosa.
Yang kuingin
Marilah kita bangkit era depan.
Jika tiba masanya,
Kan kutemui dirimu,
Kupinang, dan kuajak duduk di pelaminan.
Sebab
Cinta hakiki
Adalah cinta yang membawa kita senang, di dunia sampai ke nirwana.
9. Puisi Senja 3 Bait Singkat
Salahku.
Bukan sebab cinta,
Aku terluka.
Karena benci
Padamu.
Mungkin begitu
Salahku.
Di Balik Senja.
Di balik senja,
Ada kisah.
Tentang ia
Yang pernah ada.
Mengisi dongeng
Dari dongeng dalam jiwa.
Arti Senja Bagimu.
Bisa jadi
Senja itu berlalu.
Tak menyisakan cerita
Meski pernah melewatinya.
Sebab bagimu
Aku, tak pernah hadir dalam hidupmu.
.
.
.
puisi kamu mengecewakan, puisi kehidupan antara sedih dan bahagia. Atau puisi yang lain.