Pertumbuhan Peradaban Islam Pada Era Turki Usmani

Perkembangan Peradaban Islam pada Masa Turki Usmani, wikimedia.org
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinasti Usmani ialah suatu kerajaan besar Islam pertama yang berada di luar jazirah Arab. Namun demikian, dinasti ini mempunyai abad waktu yang cukup panjang dalam berkuasa. Kurun waktu tersebut mencakup  abad pertengahan sampai era terbaru.  Wilayah kekuasaanya pun cukup luas, hingga mencakup tiga benua yakni benua Asia, benua Eropa dan benua Afrika pada abad Sultan Sulaimani al-Qonuni.
Dalam periode waktu yang cukup panjang dan berbekal wilayah yang cukup luas, dinasti ini banyak menghasilkan peradaban Islam yang canggih pada masanya. Peradaban-peradaban tersebut banyak sekali terpengaruh oleh kebudayaan-kebudayaan lain yang dating dari luar  wilayah Turki mirip Byzantium, Yunani, Persia, dan juga Arab.
Orang-orang Turki yang memiliki sifat terbuka terhadap kebudayaan yang dating turut andil memperlihatkan sumbangsih dengan mengakulturasikan kebudayaan yang dating dengan kebudayaan Islam yang telah dianutnya sehingga memiliki corak yang khas pada jalannya pemerintahan dinasti ini. 
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi-kondisi yang mensugesti kemajuan peradaban Turki Usmani ?
2. Bagaimana betuk-bentuk peradaban Turki Usmani ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui keadaan-kondisi yang menghipnotis kemajuan peradaban Turki Usmani
2. Untuk mengenali bentuk-bentuk peradaban Turki Usmani
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi Perkembangan Peradaban Turki Usmani
1. Kondisi Sosial Politik
Kerajaan Turki Usmani memiliki kawasan kekuasaan yang sungguh luas. Masyarakat yang berada dalam daerahnya tentu jumlahnya banyak pula. Mereka juga memiliki latar belakang yang berlainan-beda. Dalam kacamata sosial politik, kerajaan Turki Usmani ialah perpaduan antara kebudayaan Persia, Bizantium dan Arab. Dari kebudayaan Pesia, mereka banyak mendapatkan pedoman-ajaran perihal etika dan tata krama dalam kehidupan istana. Organisasi pemerintahan dan kemiliteran mereka peroleh dari Bizantium. Sedang dari Arab, mereka menerima anutan perihal prinsip ekonomi dan kemasyarakatan. 
Kebesaran Turki Usmani dicapai pada periode pemerintahan Sultan Muhammad II yang bergelar al-Fath, gelar ini diperoleh karena dia berhasil menaklukan Konstantinopel pada 28 Mei 1453 M. Dengan jatuhnya Konstantinopel yang kemudian beralih nama menjadi Istanbul merupakan saksi sejarah akan kebesaran kerajaan Usmani.
Pada kala Sultan Salim I (1512-1520) kemajuan makin pesat, beliau berhasil menaklukan Persia dan Mesir. Dan meraih puncak keemasanya pada era ke-16 dibawah pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qonuni yang bergelar “Sultan Agung” (1520-1566). Wilayah kekuasaan kerajaan Usmani pada masa Sultan Sulaiman al-Qanuni meliputi tiga benua, yakni Benua Asia meliputi Asia Kecil, Armenia, Irak, Suria, Hijaz serta Yaman. Benua Afrika meliputi Mesir, Libia, Tunis, serta Al-jazair, dan Benua Eropa meliputi Bulgaria, Yunani, Yugoslapia, Albania, Hongaria dan Rumania. 
2. Kondisi Ekonomi
Daerah-tempat yang dikuasai oleh Kerajaan Usmani ialah bekas kekuasaan umat Islam sebelumnya. Salah satu alhasil adalah terintegrasinya daerah-kawasan yang ditaklukan ke dalam satu kesatuan sosial politik yang disebut dunia Islam. Selanjutnya dunia Islam ialah sebuah daerah ekonomi yang terpadu dalam suatu jaringan secara tolong-menolong. Jaringan tersebut membentang dari Timur Tengah, Afrika, Laut Tengah ke daerah-daerah Eropa. Dengan demikian pada periode pemerintahan Usmani timbul sentra-pusat perdagangan, seperti Mesir, Syiria, Persia, Sudan, Yaman dan kota-kota yang lain.
Kemudian salah satu sektor yang dikembangkan Dinasti Usmani untuk mengisi pundi-pundi keuangan negara adalah dengan memberlakukan pembayaran pajak terutama dari negara-negara taklukan yang daerahnya cukup luas. Disamping itu, sumber pendapatan atau devisa negara diperoleh dari kharaj yang diambil dari masyarakatnon Muslim dan termasuk juga pajak lintas bahari. 
Maka dari itu, keadaan ekonomi dan keuangan turut menawarkan andil bagi perkembangan peradaban Islam di kerajaan Turki Usmani baik yang bersifat ofensif-ekspansif (untuk memperluas daerah kekuasaan), defensive (mempertahankan diri dari serangan luar) maupun yang bersifat prefentif (untuk memadamkan pemberontakan-pemberontakan dari dalam). 
3. Kondisi Sosio-Pendidikan Islam
Institusi pendidikan pada abad Turki Usmani mula-mula diresmikan oleh Sultan Orkhan (1326-1359). Sistem pengajaran yang dikembangkan ialah menghapal matan-matan meskipun murid tidak mengerti tujuannya, seperti menghapal matan al-Jurumiah, matan alfiyah dan lain-lain. Sedangkan ilmu pengetahuan keislaman seperti fiqh, tafsir, ilmu kalam dan lain-lain yang tidak mengalami kemajuan.
Sementara itu semakin usang, timbullah pembaharuan pendidikan Islam disebabkan kekalahan-kekalahan kerajaan Usmani dalam pertempuran dengan Eropa. Langkah pertama yang diambil yakni melaksanakan pengantaran duta-duta ke Eropa untuk mengamati kelebihan Barat. Selanjutnya hasil dari observasi tersebut disampaikan kepada Sultan. Salah satu implikasi dari adanya penelitian tersebut timbul ide dari Sultan untuk mendirikan sekolah Teknik Militer yang mengajarkan seni manajemen, taktik, serta teknik militer.
Selain militer, Turki membuatkan ilmu pengetahuan dengan cara mendirikan percetakan Istambul pada tahun 1727 M. Sebagai cara mempermudah susukan buku-buku wawasan, mencetak buku-buku tentang ilmu kedokteran, ilmu kalam, ilmu pasti, astronomi, sejarah, fiqih, hadits dan tafsir. Selain itu, pada tahun 1717 M, sudah didirikannya lembaga penerjemah buku-buku dalam aneka macam ilmu pengetahuan kedalam bahasa Turki.
4. Kondisi Sosio-Keagamaan
Beberapa Sultan Usmani memegang dua kekuasaan, yaitu Pertama, kekuasaan yang mengurusi duduk perkara-problem keduniaan atau pemeritahan yang disimbolkan dengan gelar sultan dan Kedua, kekuasaan yang mengurusi masalah keagamaan yang disimbolkan dengan gelar khalifah. Oleh karena itu, dalam bidang keagamaan penguasa sangat terikat dengan syariat Islam. Ulama mempunyai otoritas tinggi dalam negara dan penduduk .
Selain itu, paham Sufisme digandrungi oleh umat Islam dan berkembang pesat. Madrasah-madrasah yang ada diwarnai oleh nuansa sufistik dengan dijadikannya sebagai zawiyah-zawiyah untuk menyelenggarakan riyadhah, merintis jalan untuk menuju Tuhan dibawah tutorial Mursyid. 
B. Bentuk-Bentuk Peradaban Dinasti Turki Usmani
1. Bidang Seni Arsitektur dan Ilmu Pengetahuan
Di bidang seni arsitektur, pada masa ini diketahui arsitektur yang masyhur yaitu Mu’amar Sinan, spesialis tata kota dan interior. Sinan bahkan telah merancang 21 unit bangunan di 8 kota. Satu diantara hasil karyanya yang megah yakni Al-‘Imarat Al-Madaniyati . Wacana tersebut menandakan bahwa bertapa besarnya perhatian penguasa kepada kesanggupan arsitektur Islam kala itu. Hampir semua penguasa Dinasti Usmaniah memiliki intensitas yang cukup tinggi dalam pengembangan seni arsitektur Islam, utamanya dalam bentuk pembangunan masjid.
Pada era pemerintahan dinasti ini, kemajuan seni arsitektur banyak dipengaruhi dan berasimilasi dengan kebudayaan setempat. Fenomena ini terjadi sebab para arsitek Muslim belum dapat melepaskan diri dari imbas arsitektur bangunan tradisional Byzantium. Bahkan dalam pelaksanaannya, para penguasa juga mengikutsertakan para arsitektur Yunani, Romawi dan Byzantium dalam menyiapkan pelaksanaan pembangunan masjid, tata kota, serta bangunan material yang lain. Hanya saja, meskipun demikian warna dan nilai arsitektur yang dikembangkan dikemas sesuai dengan nilai-nilai Islam sehingga terlihat jelas nuansa dan misi keislamannya.
• Corak seni arsitektur kerajaan usmani
a. Arsitektur masjid
Corak seni arsitektur masjid pada masa pemeritahan Dinasti Usmaniah mengambil tiga bentuk, yakni tipe masjid lapangan, masjid madrasah, dan masjid kubah. Masjid Sulaiman di Istambul contohnya memperlihatkan corak arsitektur yang secara simbolis mempertautkan antara kemegahan masjid sebagai lambang kebesaran sultan dan keagungan masjid selaku fasilitas keagamaan. Corak ini mampu dilihat dari bentuk menara yang langsing dan tinggi, seolah-olah muncul dari lengkung kubah dan melesat lepas ke ketinggian. Pada masjid juga dibangun bak hias yang sangat indah. Didalam masjid terdapat empat ruang ialah mihrab, mimbar, ‘iwan, dan shahn. Di samping mengambil bentuk kaligrafi, corak arsitektur interior masjid mengambil bentuk relief-relief yang berasal dari banyak sekali kebudayaan setempat. 
Pada lazimnya , arsitektur  yang dikembangkan Dinasti Usmani dipadu dengan corak interior melalui paduan warna yang serasi dan tulisan kaligrafi. Arsitek yang terkenal dalam bidang ini adalah Musa ‘Azami. Ia sudah mempercantik interior Masjid Sulaiman, Masjid Abu Ayyub al-Anshari, Masjid Muhammad al-Fatih dan mengubah dekorasi kristiani di Masjid Aya Sophia dengan keindahan seni kaligrafi.
b. Arsitektur Istana
Bentuk arsitektur istana periode ini memperlihatkan bentuk yang mempunyai ciri arsitektur tersendiri. Corak hias istana didasarkan pada contoh pernak-pernik arabesk dengan dekorasi geometris marmer yang berwarna. Dalam istana terdapat hiasan yang berupa lukisan-lukisan yang menggambarkan mahluk hidup, bahkan acap kali dilukis dalam bentuk relief. Pelukis Muslim yang terkenal pada kurun pemerintahan Dinasti Usmani yakni Taifik Pasha dan Ibrahim Pasha. Mereka berdua mampu menggabungkan seni lukis Barat dengan seni lukis Islam. Melalui harmonisasi ini, mereka kesannya mampu memperlihatkan corak seni lukis yang lebih kreatif dan memiliki nilai seni yang tinggi.
c. Arsitektur pemandian biasa  
Bangunan tempat pemandian lazim dirancang dengan pola arsitektur khusus. Bangunannya persegi panjang yang beratap rata dibagian depannya dan beratap kubah dibagian sumber airnya. Selain itu, tempat pemandian ini dilengkapi dengan aneka macam relief tanaman dan hewan. Corak pemandian biasa yang demikian diilhami oleh bentuk arsitektur pemandian kekaisaran Romawi
d. Arsitektur rumah sakit dan sekolah
Corak arsitektur sekolah dan rumah sakit dibentuk dengan warna yang khusus. Coraknya dibuat sesuai dengan “bayangan” masjid. Setiap pintu dibentuk melengkung seperti kubah. Bentuk bangunan ini memperlihatkan corak arsitektur dikedua forum ini lebih bertemaIslami.
e. Arsitektur tata kota
Dalam pembentukan tata kota yang indah, sultan memerintah Sinan untuk melaksanakan studi banding ke Eropa guna mempelajari rancangan tata ruang kota yang baik dan indah. Sekembalinya dari Eropa, Sinan melaksanakan serangkaian perombakan tata kota Dinasti Usmani. Hasil tata kota yang dilihat Sinan di Eropa lalu dipadukan dengan nilai seni yang menurut anutan Islam. Akumulasi ini menciptakan desain tata kota Dinasti Usmani yang indah. Dimana-mana terlihat tanaman hijau yang diperuntukan sebagai paru-paru kota. Desain yang diterapkan Sinan memperbesar harmonisnya pembangunan fisik pemerintahan Usmani.
Perkembangan arsitektur pada kala Dinasti Usmani, tidak bisa dilepaskan dari banyak sekali aspek yang ikut mensugesti. Pertama, fleksibelitas dan perilaku inklusifitas Islam terhadap kebudayaan lokal. Kedua, pengaruh sosial politik kenegaraan yang menunjang. Ketiga, tingkat ekonomi dan pendidikan masyarakat yang tinggi. Keempat, kian tingginya teknologi pembangunan. Kelima, keikutsertaan penguasa dalam berbagi peradaban Islam.
• Bidang Ilmu Pengetahuan 
Dinasti Ustmani mengirimkan pada pengorganisasian sebuah metode pendidikan madrasah yang tersebar luas. Madrasah Ustmani pertama diresmikan di Izmir pada tahun 1331, dikala itu sejumlah ulama’ didatangkan dari Iran dan Mesir untuk menyebarkan pengajaran Muslim di beberapa teritorial yang gres. beberapa Sultan masa belakangan mendirikan beberapa akademi di Bursa, Edirne, dan di Istanbul. Pada akhir era limabelas beberapa perguruan tinggi ini disusun dalam suatu hirarki yang memilih jenjang karir bagi promosi para ulama’ besar. 
Perguruan yang dibangun oleh Sulaiman pada tahun 1550 dan 1559 sungguh-sungguh menjadi perguruan tinggi yang tinggi rankingnya. Ranking di bawahnya ialah sejumlah perguruan tinggi yang diresmikan oleh para Sultan terdahulu dan menempati ranking di bawah beberapa sekolah tinggi tersebut yaitu sejumlah perguruan yang diresmikan oleh kelompok pejabat negara dan ulama’, madrasah tidak cuma diorganisir secara ranking, tetapi juga dibeda-bedakan berdasarkan beberapa fungsi pendidikan mereka. Madrasah tingkat paling rendah mengajarkan Nahwu(tata bahasa Arab) dan Sharaf (sintaksis), Manthiq (akal), teologi, astronomi, geometri, dan retorika. Perguruan tingkat tertinggi mengajarkan aturan dan teologi. 
2. Bidang Militer dan Pemerintahan
Keberhasilan perluasan yang dijalankan oleh Dinasti Turki Usmani didorong oleh keunggulan politik para sultannya, keberanian, keahlian, ketangguhan dan kekuatan militernya yang siap bertempur kapan saja.
• Menata angkatan bersenjata
Kekuatan militer Dinasti Turki Usmani diorganisasi dengan baik dan terstruktur saat terjadi kontak senjata dengan Eropa. Pembaharuan dalam tubuh organisasi kemiliteran oleh Sultan Orkhan (1326-1359) sangat memiliki arti bagi pembaharuan militer Dinasti Turki Usmani. Anggota kemiliteran tidak hanya dari orang-orang Islam dan bangsa-bangsa Turki, akan tetapi juga  bangsa-bangsa non-Turki yang dimasukkan sebagai anggota, bahkan bawah umur Nasrani yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam situasi Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini menghasilakan terbentuknya kelompok militer gres yang disebut pasukan Yenisseri atau Inkisyariah. 
Ada juga serdadu dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada pemerintah pusat yang disebut pasukan militer Thaujiah. Selain itu, angkatan bahari yang memiliki peranan penting dalam perjalanan perluasan juga dibenahi dan meraih puncak kejayaan pada era ke-16. Faktor utama yang mendorong pertumbuhan di lapangan militer ini yakni watak bangsa Turki itu sendiri yang bersifat militer, disiplin, dan patuh terhadap peraturan. Tabiat ini ialah etika alami yang mereka warisi dari nenek moyangnya di Asia Tengah.
• Pengatuan manajemen pemerintahan
Kesuksesan di bidang militer dan perluasan Dinasti Turki Usmani didukung dengan terciptanya jaringan pemerintahan yang terencana. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, para Sultan Dinasti Turki Usmani selalu bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, Sultan selaku penguasa tertinggi dibantu oleh Shadr al-A’zham (perdana menteri). Jabatan perdana menteri ini mulai diadakan pada masa pemerintahan Sultan Orkhan. Perdana mentri ini yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur mengepalai kawasan tingkat I, di bawahnya terdapat beberapa orang az-Zanaziq atau al-Alawiyah (bupati). 
Untuk memegang jabatan penting dalam imperium Usmani yang begitu luas, tidak dibedakannya antara orang Turki dan non Turki bahkan non Muslim, hanya diisyaratkan lebih dahulu secara formalitas harus masuk Islam sebelum dibenahi jabatan penting. Hal itu mampu dibuktikan bahwa selama kala kejayaan imperium Usmani terdapat empat puluh tujuh orang perdana menteri sekali berganti. Diantara mereka itu hanya ada lima orang saja berkebangsaan Turki.
Dalam menertibkan pemerintahan, di era Sultan Sulaiman I disusun suatu kitab undang-undang yang diberi nama Multaqa al-Abhur, yang menjadi pegangan hukum bagi Dinasti Turki Usmani. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berguna ini, di ujung namanya ditambah gelar al-Qonuni 
3. Bidang Sastra dan Budaya
Dinasti Turki Usmani, telah menjinjing peradaban Islam menjadi peradaban yang cukup maju pada zaman kemajuannya. Dalam bidang sastra dan budaya Dinasti Usmani banyak muncul tokoh-tokoh penting antara lain kala ke 16-17, timbul penyair yang populer, yakni Nafi’ (1582-1636 M.). Nafi’ melakukan pekerjaan untuk Murad Pasya dengan menciptakan karya-karya sastra Kaside yang menerima kawasan di hati para Sultan.
Ada juga penulis yang menenteng pengaruh Persi ke dalam Istana Usmani, yaitu Yusuf Nabi (1642-1742 M.), beliau muncul selaku juru tulis bagi Musahif Mustafa, salah seorang menteri Persia dan ilmu-ilmu agama. Yusuf Nabi menunjukkan pengetahuannya yang hebat dalam puisinya. Menyentuh hampir semua persoalan—agama, filsafat, roman, cinta, anggur, dan mistisme—beliau juga membahas biografi, sejarah, bentuk prosa, geografi, dan rekaman perjalanan.
Dalam bidang sastra prosa Dinasti Usmani melahirkan dua tokoh terkemuka, ialah Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang paling besar dari semua penulis ialah Mustafa bin Abdullah, yang diketahui dengan Katip Celebi atau Haji Halife (1609-1657 M.). Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf az-Zunun fi Asmai al-Kutub wa al-Funun, suatu presentasi biografi penulis-penulis penting di dunia timur bareng daftar dan deskripsi lebih dari 1.500 buku berbahasa Turki, Persia, dan Arab, beliau pun menulis buku-buku lainnya.
4. Bidang Keagamaan dan Sosial
• Bidang keagamaan
Dalam tradisi penduduk Turki, agama merupakan sebuah faktor penting dalam transformasi sosial dan politik seluruh penduduk . Masyarakat digolongkan menurut agama, dan Dinasti sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga pedoman para ulama’ menjadi hukum yang berlaku. Para Ulama’ mempunyai peranan penting dalam kerajaan dan penduduk . Mufti selaku pejabat problem agama tertinggi berwenang memberi pedoman resmi terhadap problema keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti, keputusan hukum Dinasti bisa tidak berjalan.
Kehidupan keagamaan pada masyarakat Dinasti Turki Usmani mengalami kemajuan dan pertumbuhan, tergolong dalam hal ini adalah Tarekat. Tarekat yang meningkat adalah Tarekat Bektasyi dan Tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh golongan sipil maupun militer. Tarekat Bektasyi memiliki pengaruh yang sungguh mayoritas di golongan Yenisseri, sehingga mereka sering disebut prajurit Bektasyi. Sementara tarekat Maulawi menerima perlindungan dari para penguasa dalam mengimbangi Yenisseri Bektasyi.
Kajian mengenai ilmu-ilmu keagamaan Islam, seperti Fiqh, Ilmu Kalam, Tafsir, dan Hadis boleh dikatakan tidak mengalami pertumbuhan yang mempunyai arti. Para penguasa lebih condong untuk menegakkan satu paham (madzhab) keagamaan dan menekan madzhab lainnya. Sultan Abdul Hamid contohnya, begitu fanatik terhadap pemikiran al-Asy’ariah. Ia merasa perlu menjaga fatwa tersebut dari kritikan aliran lain. Sultan menyuruh kepada Syaikh Husein al-Jisr ath-Tharablusi menulis Kitab al-Husun al-Hamidiyyah (Benteng Pertahanan Abdul Hamid), yang mengupas wacana duduk perkara ilmu kalam, untuk melestarikan pemikiran yang dianutnya. Akibat kelesuan di bidang ilmu keagamaan dan fanatisme yang berlebihan, maka ijtihad tidak meningkat . Para Ulama’ cuma menulis buku dalam bentuk syarah (penjelasan) dan hasyiyah (semacam catatan) terhadap karya-karya klasik
• Bidang Sosial
Masalah sosial didapatkan tanda-tanda yang mempesona. Seperti diketahui orang-orang Turki diketahui bangsa yang mudah berasimilasi dengan bangsa lain dan terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dari lingkungan sosial abnormal. Mereka ternyata mampu menerima kedatangan orang-orangKristen secara baik, bahkan banyak orang-orang Katolik hingga menduduki jabatan strategis di kerajaan. Hal tersebut mengambarkan adanya hubungan serasi antara kelompok agama.
Fenomena sosial ini juga mampu dilihat dalam bentuk peradilan. Penguasa tidak cuma mendirikan peradilan satu syariat saja, tetapi juga mendirikan bentuk peradilan sesuai dengan perkembangan zaman. Jenis-jenis forum ini terdapat lima versi yaitu : 1. Peradilan syariah untuk orang Muslim, 2. Peradilan adonan untuk sengketa yang berlainan agama. 3. Peradilan etika untuk menuntaskan dilema keseharian, 4. Peradilan milly untuk agama bukan Islam, 5. Peradilan Qunshuliy guna mengadili orang gila sesuai dengan eksekusi yang berlaku di negerinya sendiri. 
5. Bidang Pemberdayaan Perempuan
Kaum wanita di kawasan kekuasaan Dinasti Usmani memiliki keterlibatan dalam berbagai aktifitas publik dan susukan untuk mengaktualisasikan hak-hak kepemilikan mereka. Mereka tidak hanya berhak aktif di lembaga publik, tetapi mereka juga membuka peran untuk menjadi partisipan di dunia perjuangan. Berbagai data mengambarkan banyak wanita yang terlibat dalam dunia perjuangan. Namun keterlibatan mereka di sektor perjuangan ini tidak mampu mengimbangi intensitas golongan laki-laki. Setidaknya dengan ini telah membuktikan adanya saluran bagi wanita untuk memasuki aktivitas usaha. Hal tersebut memprakarsai persamaan hak antara laki-laki dan perempuan.
Dalam bidang pendidikan, wanita Turki cukup mendapat perhatian, permintaan terhadap pentingnya pendidikan makin meningkat. Meningkatnya wanita terdidik di Turki, membawa efek kepada kekerabatan perkawinan dan kekeluargaan. Seperti duduk perkara poligami dalam struktur masyarakat Islam dianggap selaku kelaziman sosial. Data sejarah wacana perkara poligami di Turki abad XVII, pertanda bahwa dari sekitar dua ribu kelas menengah, cuma dua puluh saja yang melaksanakan poligami. 
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perkembangan peradaban Turki Usmani banyak dipengaruhi oleh berbagai kondisi-kondisi pemerintahan itu sendiri. Kondisi-kondisi tersebut meliputi keadaan sosio-politik, keadaan ekonomi, keadaan sosio-pendidikan Islam, keadaan sosio-keagamaan. Akan tetapi keadaan yang sungguh menghipnotis adalah kondisi sosio-politik. Dalam keadaan tersebut dibahas luasnya kekuasaan Turki Usmani yang meliputi tiga benua sehingga membuatnya kawasan titik temu antara kebudayaan-kebudayaan dan peradaban yang dating dari luar.
Peradaban-peradaban Islam yang dibuat pada abad Turki Usmani menawarkan sumbangsi besar bagi perjalanan Islam keberbagai daerah. Hal tersebut juga menjadi catatan sejarah Islam dan akan senantiasa diingat berkat kemasyhuran dan kemegahan pemerintahannya. 
B. Saran 
Makalah ini hanyalah sepercik pembahasan tentang citra perkembangan peradaban dan akibatnya pada masa Turki Usmani yang dikutip dari berbagai refernsi yang ada. Makalah ini masihlah kurang menggambarkan secara terperinci dan gambling tentang hal tersebut dikarenakan keterbatasan waktu dan kondisi penulis. Maka dari itu perlulah adanya kritik dan nasehat yang membangun bagi penulis guna menjadikan pelajaran untuk lebih baik lagi nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri. SejarahPeradaban Islam DirasahIslamiyah II. Jakarta: RajawaliPers, 2013.
Yunus, Abd. Rahim dan Abu Hanif. Sejarah Islam Pertengahan. Yogyakarta: Ombak, 2013.
Abdurrahman, Dudung, dkk, ed., Siti Maryam, dkk. SejarahPeradaban Islam: Dari MasaKlasikHingga Modern. Yogyakarta: LESFI, 2017.
Rahmawati. “Peradaban Islam di TurkiUsmani”. JurnalRihlah, volume 1. No. 1. (2013).