Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan (PPNS Perikanan) ialah pilar utama penegakan aturan tindak pidana perikanan dalam upaya mengusung misi KKP adalah kedaulatan, keberlanjutan dan kemakmuran. PPNS Perikanan dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 wacana perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan pada pasal 73A mempunyai 12 kewenangan, ialah : 1). menerima laporan atau pengaduan dari seseorang wacana adanya tindak pidana di bidang perikanan; 2). memanggil dan memeriksa tersangka dan/atau saksi untuk didengar keterangannya; 3). menjinjing dan menghadapkan seseorang sebagai tersangka dan/atau saksi untuk didengar keterangannya; 4). menggeledah fasilitas dan prasarana perikanan yang diduga dipakai dalam atau menjadi tempat melaksanakan tindak kriminal di bidang perikanan; 5). menghentikan, memeriksa, menangkap, menenteng, dan/atau menahan kapal dan/atau orang yang disangka melakukan tindak kriminal di bidang perikanan; 6). Memeriksan kelengkapan dan keabsahan dokumen perjuangan perikanan; 7). memotret tersangka dan/atau barang bukti tindak kriminal di bidang perikanan; 8). menghadirkan ahli yang diharapkan dalam hubungannya dengan tindak kriminal di bidang perikanan; 9). menciptakan dan menandatangani gosip program pemeriksaan; 10). melaksanakan penyitaan terhadap barang bukti yang dipakai dan/atau hasil tindak pidana; 11). melakukan penghentian penyidikan; dan 12). mengadakan langkah-langkah lain yang menurut aturan dapat dipertanggungjawabkan.
PPNS Perikanan yang ialah salah satu dari tiga penyidik yang berwenang dalam menanggulangi, menyelesaikan dan mengungkap aneka macam tindakan melawan hukum perikanan, dalam rangka melaksanakan penyidikan kepada banyak sekali masalah tindak pidana perikanan, sikap dan kesanggupan PPNS Perikanan sangat penting dalam menegakkan hukum. Kemampuan PPNS Perikanan yang bermutu, profesional dan kompeten akan dapat menunjang penegakan hukum tindak kriminal perikanan yang terjadi di Indonesia. Pengetahuan, keterampilan, dan integritas PPNS Perikanan sungguh diharapkan dalam rangka penangkapan, penahanan, pemeriksaan, dan penyitaan kepada banyak sekali pihak yang dianggap terkait dan terlibat dalam kasus tindak pidana perikanan.
PPNS Perikanan yang ialah salah satu dari tiga penyidik yang berwenang dalam menanggulangi, menyelesaikan dan mengungkap aneka macam tindakan melawan hukum perikanan, dalam rangka melaksanakan penyidikan kepada banyak sekali masalah tindak pidana perikanan, sikap dan kesanggupan PPNS Perikanan sangat penting dalam menegakkan hukum. Kemampuan PPNS Perikanan yang bermutu, profesional dan kompeten akan dapat menunjang penegakan hukum tindak kriminal perikanan yang terjadi di Indonesia. Pengetahuan, keterampilan, dan integritas PPNS Perikanan sungguh diharapkan dalam rangka penangkapan, penahanan, pemeriksaan, dan penyitaan kepada banyak sekali pihak yang dianggap terkait dan terlibat dalam kasus tindak pidana perikanan.
Kemampuan PPNS Perikanan dalam melaksanakan penyidikan yang profesional, tentunya akan berpengaruh kepada gambaran PPNS Perikanan di tengah masyarakat. Persepsi masyarakat yang dulunya memberikan bahwa oknum abdnegara penegak aturan masih dinilai kurang bersih, masih mampu disuap, suka memeras, dan kadangkala berhubungan dengan para tersangka kasus. Hal ini lalu yang membuat citra negatif aparat penegak aturan tergolong PPNS Perikanan di mata penduduk .
Hal ini pasti mesti disikapi dengan baik oleh para PPNS Perikanan di lapangan untuk mengganti sikap yang dinilai justru berlawanan dengan etika. Berdasarkan hal tersebut pada tahun 2014, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) menetapkan Perdirjen PSDKP Nomor : 68/DJPSDKP/VII/2014 wacana Kode Etik Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan. Aturan ini ditetapkan selaku upaya untuk menawarkan ajaran bagi PPNS Perikanan dalam bertindak dan melaksanakan peran dan fungsi selaku penyidik yang profesional, memiliki pengabdian, integritas, kompetensi, obyektifitas dan independensi menurut indikator akuntabel dan sempurna waktu, serta untuk mendukung reformasi birokrasi terkait PPNS Perikanan.
Dalam Perdirjen Nomor 68 Tahun 2014 dikontrol tentang isyarat etik PPNS Perikanan, Tim Penegak Kode Etik, prosedur penyampaian praduga pelanggaran isyarat etik, sistem investigasi, sanksi dan training.
Namun seiring berjalannya waktu peraturan ini kemudian berjalan kurang efektif dikarenakan tidak adanya rentang waktu pemeriksaan pengaduan dan investigasi yang dilakukan oleh Tim Penegak Kode Etik, pemanggilan terlapor PPNS Perikanan, dan anksi yang diberikan oleh Tim Kode Etik PPNS Perikanan.
Dalam proses penegakan isyarat etik PPNS Perikanan ada dua tahapan yakni tahapan pemeriksaan pengaduan dan tahapan pemeriksaan oleh Tim Penegak Kode Etik PPNS Perikanan. Tahapan investigasi pengaduan menurut Pasal 11 Perdirjen PSDKP Nomor 68 Tahun 2014 dilakukan oleh Atasan PPNS Perikanan yang mendapatkan pengaduan dan/atau mengetahui adanya dugaan pelanggaran instruksi etik, setelah dilaksanakan investigasi pengaduan maka wajib diteruskan kepada Tim Penegak Kode Etik. Tidak efektifnya pasal ini berdasarkan penulis dikarenakan tidak adanya jangka waktu pada tahapan investigasi pengaduan, tahapan ini untuk menganggap problem yang dilaporkan oleh pengadu atau yang ditemukan oleh atasan PPNS Perikanan dengan mengidentifikasi kejadiannya dan mengidentifikasi problem etika berkaitan dengan peristiwa yang dilaporkan, kemudian melimpahkan laporan pengaduan dan Berita Acara Pemeriksaan Pendahuluan dengan menerbitkan Surat Pemberitahuan Tindak Lanjut terhadap Tim Penegak Kode Etik PPNS Perikanan. Pada tahapan ini juga semestinya fungsi atasan PPNS untuk menyaring pengaduan yang masuk klasifikasi pelanggaran aba-aba etik PPNS Perikanan atau kategori pelanggaran disiplin PNS.
Pada tahapan pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Penegak Kode Etik yag dikelola dalam Pasal 12 Perdirjen PSDKP Nomor 68 Tahun 2014 tidak diatur juga tentang rentang waktu investigasi. Dengan tidak adanya rentang waktu dalam setiap tahapan, hal ini akan menyebabkan ketidakpastian aturan bagi PPNS Perikanan yang di duga melaksanakan pelanggaran aba-aba etik, sehingga proses penanganannya akan terkatung-katung.
Permasalahan kedua tentang tidak adanya mekanisme pemanggilan PPNS Perikanan yang diduga melanggar isyarat etik, hal ini perlu dikontrol untuk mengantisipasi bilamana PPNS Perikanan terlapor tidak memenuhi pemanggilan pemeriksaan Tim Penegak Kode Etik secara sah dan patut. Untuk itu seharusnya dikontrol proses tahapan pemanggilan, yang mengatur tentang berapa kali pemanggilan dan bilamana terlapor tidak hadir maka pemeriksaan dilakukan dan putusan diucapkan tanpa kehadiran terlapor.
Permasalahan ketiga perihal sanksi yang diberikan oleh Tim Kode Etik PPNS Perikanan, pada Pasal 13 Perdirjen PSDKP Nomor 68 Tahun 2014, hukuman yang diberikan dapat berupa :
- Kewajiban pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi
- Pelanggar dinyatakan tidak pantas lagi untuk mengerjakan profesi PPNS;
- Pembekuan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Pengangkatan PPNS untuk sementara;
- Pencabutan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM perihal Pengangkatan PPNS dan dinyatakan tidak berlaku lagi;
- Dijatuhkan sanksi sesuai berat ringannya perbuatannya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010;
- Terhadap PPNS yang menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan pekerjaannya mampu ditindaklanjuti ke pihak penegak aturan.
Sanksi ini tidaklah berkaitan dengan kewenangan yang menempel pada Tim Penegak Kode Etik PPNS Perikanan, serta tidak adanya kategori berat ringannya sanksi. Untuk itu semestinya diatur mengenai jenis sanksi, misalnya sanksi ringan berbentukPPNS Perikanan tidak akan diberikan tugas menyelidiki dalam rentang waktu tertentu. Selain itu seharusnya putusan yang dikeluarkan oleh Tim Penegak Kode Etik PPNS Perikanan berbentukanjuran kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencabut SK Pengangkatan PPNS, bilamana pelanggaran dianggap berat.
Berdasarkan problem-masalah di atas maka sebaiknya dijalankan revisi kepada Kode Etik Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan
Jakarta, 16 Februari 2017
Sherief Maronie, SH. MH.
Analis Hukum pada Direktorat Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP, KKP