close

Peraturan Perundang-Usul Di Bidang Lingkungan Hidup Jaman Kolonial Dan Jaman Jepang

Peraturan perundang-seruan di Bidang Lingkungan Hidup Jaman Kolonial dan Jaman Jepang

 Peraturan perundangan di bidang lingkungan hidup yang pertama kali dikontrol yakni perihal Perikanan Mutiara dan Perikananan Bunga Karang (Stbl 1916 No 157). Menyusul lalu dengan mendasarkan pada ketentuan Hinder Ordonantie (HO) selaku hukum warisan kolonial/penjajahan Belanda yang diadopsi menurut Aturan Peralihan Pasal II UUD 1945 dimana ketentuan Hinder Ordonantie (HO) yang berorientasi pada larangan dengan tanpa ijin menciptakan acara yang menjadikan ancaman , kerusakan dan gangguan kepada lingkungan yang diakibatkan adanya kegiatan dimana para pemrakarsa kegiatan diharuskan mendapatkan ijin acara utamanya adanya persetujuan tetangga untuk melakukan aktivitas. Konsekuensinya yaitu bahwa pemrakarsa tidak mampu melakukan kegiatannya, jikalau dalam kegiatannya menimbulkan bahaya/gangguan dan pencemaran lingkungan, akan namun dalam kenyataannya masalah perijinan Hinder Ordonantie (HO) ini hanya digunakan sebagai prosedur saja oleh Pemeritah Daerah Kabupaten/Kota, karena ia tidak mempunyai struktur untuk menangani dilema lingkungan hidup sebagaimana diinginkan oleh politik aturan global yang meningkat dikala ini. Prosedur Hinder Ordonantie (HO) ini tidak menyangkut tentang dilema kesepakatan lingkungan, ia cuma memprioritaskan persetujuan tetangga. Proses lainnya yang bersinggungan dengan lingkungan masih tidak dituntaskan.

Pada jaman Jepang, hampir tidak ada peraturan perundangan-seruan di bidang lingkungan hidup yang dikeluarkan, kecuali Osamu S. Kanrei No. 6 ialah mengenai larangan menebang pohon aghata, alba dan balsem tanpa izin Gunseikan. Hal lain yang menawan perhatian tentang kelestarian lingkungan di dalam Al Qur’an disebutkan beberapa surat yang menyatakan wacana upaya pelestarian lingkungan hidup. Di antaranya ialah Surat Al Araaf ayat 56 “…dan janganlah kau menghancurkan di paras bumi sesudah Tuhan membangunnya…”
Hal ini merupakan kekuatan moral terhadap pemeluknya supaya selalu memelihara dan melestarikan lingkungan hidup. Ini bukan untuk mencampurkan antara pedoman agama dengan kekuatan hukum yang berlaku akan tetapi paling tidak dalam rangka pembentukan hukum lingkungan hidup yang baru, akan memberi pinjaman etika yang sangat kuat dimana kita ketahui bahwa sebagaian besar penduduk bangsa Indonesia beragama Islam. Pembaharuan ke hukum nasional Tonggak sejarah politik hukum dari jaman kolonial ke jaman nasional dimulai tanggal 17 Agustus 1945 dengan adanya pernyataan Proklamasi oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Semua hukum yang dibentuk dalam rangka untuk membuat kemakmuran dan keadilan masyarakat harus bersumber terhadap sumber dari segala sumber aturan yaitu Pancasila dan sumber tertib hukum yang tertinggi Undang- Undang Dasar 1945. Kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah menyangkut pertanyaan “apa yang ingin diraih, bagaimana dan jalan apa, dengan cara apa pengelolaan lingkungan dilaksanakan.8 Awal hadirnya langkah dalam rangka penanganan problem lingkungan hidup secara serius yang diilhami oleh Deklarasi ihwal Lingkungan Hidup (Stockholm Declaration), hasil sidang/ konferensi PBB di Stockholm tanggal 5 s/d 16 Juni 1972, diikuti oleh 113 negara peserta dan puluhan peninjau.

  Sistem Ekonomi Politik Yang Di Terapkan Di Kota Pontianak

Hasil konferensi berupa :
a. deklarasi tentang lingkungan hidup manusia yang terdiri dari Preamble dan 26 azas yang umum disebut dengan Stockholm Declaration.
b. action plan lingkungan hidup.
c. usulan wacana kelembagaan dan keuangan yang menunjang pelaksanaan Action Plan tersebut.
d. memutuskan tanggal 5 Juni selaku Hari Lingkungan Hidup. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1972, perihal Pembentukan Panitia Interdepartemental yang disebut : Panitia Perumus dan Rencana Kerja bagi Pemerintah di Bidang Pengembangan Lingkungan Hidup. Panitia ini berhasil merumuskan acara pembangunan lingkungan hidup, kemudian dituangkan dalam Ketetapan MPR No. IV Tahun 1973, tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara ( GBHN 1973 – 1978 ) dalam BAB III, bagian B ayat 10, yang kemudian dijabarkan lebih lanjut lewat Keputusan Presiden RI Nomor 11 Tahun 1974 wacana REPELITA II, bab 4 perihal pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Panitia Perumus terus bekerja dan berusaha agar mampu berbagi diri serta mampu membuat konsep yang terperinci dalam rangka penanganan problem lingkungan. Adanya dorongan berpengaruh pembenahan dilema lingkungan secara konsepsional di Indonesia ialah adanya perkara pencemaran lingkungan yang terjadi pada ketika itu dan bisa dijadikan sandaran bagi panitia perumus untuk membuat rancangan secara kasatmata. Yaitu adanya kasus pencemaran lingkungan laut akhir kecelakaan kapal tanker raksasa “ Show Maru “ di perairan Karang “Buffalo Rocks” yang terletak kurang lebih 3 km dari pelabuhan Singapura yang mengakibatkan duduk perkara yang besar bagi pemerintah Singapura dan Indonesia dalam hal penyelesaian lewat hukum dan tuntutan ganti rugi. Hal ini di karenakan Indonesia belum memiliki undang-undang penanggulangan kerusakan lingkungan hidup dan belum diratifikasikannya konvensi-konvensi International mengenai hal tersebut.

Dalam rangka pelatihan aparatur pengelolaan lingkungan hidup maka pada tahun 1978 telah diangkat untuk pertama kali dalam kabinet, yaitu dalam Kabinet Pembangunan III (1978-1983), seorang Menteri yang mengkoordinasikan aparatur pemerintah dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yaitu Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH), selaku menteri pertama yang menanggulangi dilema lingkungan hidup adalah Prof. Dr. Emil Salim, yang menjabat hingga 3 kali masa. Baru pada Kabinet Pembangunan VI (1993-1998) sudah diangkat Sarwono Kusumaatmadja selaku Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dalam Kabinet Pembangunan VII (1998 – 1998) telah diangkat Yuwono Sudarsono Sebagai Menteri Lingkungan Hidup. Dalam Kabinet Reformasi Pembangunan ( 1998 – 1999 ) telah diangkat dr. Panangian Siregar selaku Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dalam Kabinet Persatuan ( 1999 – 2001) selaku Menteri Alexander Sony Keraf. Dalam Kabinet Gotong Royong (2001 – 2004 ) sebagai MenteriNabiel Makarim. Dalam Kabinet Indonesia Bersatu I selaku Menteri Lingkungan Hidup Rachmad Witular dan pada Kabinet Indonesia Bersatu II diangkat selaku Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta. Sehingga mampu dijumlah menteri lingkungan hidup mulai pertama sampai sekarang sudah dijabat oleh 8 orang yang menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup.

Dengan peran khususnya menyiapkan perumusan kebijakan Pemerintah tentang segala sesuatu yang bersangkutan dengan tugas pelaksanaan pengawasan pembangunan dan pengelolaan lingkungan hidup serta mengkoordinasi dan menanggulangi segala kegiatan pengelolaan, pengembangan dan pinjaman lingkungan hidup. Pada 1978 Kantor Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup mulai mempunyai ide untuk membuat rangcangan undang-undang perihal pengelolaan lingkungan hidup. Dibentuklah Tim Kerja yang khusus mempersiapkan konsep peraturan perundang lingkungan hidup. Atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat maka pada tanggal 11 Maret 1982, lahirlah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 (UULH Th. 1982) perihal Ketentuan-ketentuan Pokok Lingkungan Hidup. Dengan demikian terbukalah lembaran gres bagi kebijaksanaan lingkungan hidup di Indonesia menuju pembangunan hukum lingkungan berdasarkan prinsip-prinsip hukum lingkungan terbaru yang diakui secara international.

Situasi politik hukum yang tengah berjalan secara global sungguh menghipnotis terbentuknya UULH Nomor 4 Tahun 1982, karena ketika itu Pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya menawarkan investasi penanaman modal bagi investor gila, sementara konsep lingkungan dalam konsep lingkungan global sedang dibahas. Oleh alasannya adalah itu Indonesia menunjukkan desain pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah kesejajaran antara pembangunan dan pengelolaan lingkungan. Pembangunan boleh mampu terus berlangsung dengan segala dinamika dan masalahnya, akan tetapi pembanguan tersebut dilarang mengakibatkan rusaknya daya dukung lingkungan demi generasi abad depan. Kita tidak butuhmempertentangkan antara lingkungan dan pembangunan. Dalam TAP MPR : NO II/MPR/1993 tentan GBHN yan antara lain memilih pemanfaatan sumber daya alam bagi kenaikan kemakmuran rakyat, sudah diupayakan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan keseimbangan dan keserasian fungsi lingkungan hidup serta selalu memperhatikan prinsip-prinsip pembanguna yang berkesinambungan demi untuk kepentingan generasi yang mau datang. Inimerupakan janji politik dari pihak penguasa ihwal bagaimana kita menanggapi masalah lingkungan. Hal ini menyebabkan implikasi bahwa semua acara pembangunan mesti menunjukkan jaminan bahwa pembangunan tersebut tidak akan menghancurkan lingkungan dan dengan demikian pembanguan yang dilaksanakan mesti berwawasan lingkungan.

 Dalam kedudukannya, UULH Nomor 4 Tahun 1982 menunjukkan uraian tentang kebijaksanaan lingkungan hidup di Indonesia dalam hubungannya dengan tujuan dari pada pengelolaan lingkungan hidup yang tercermin di dalam Pasal 4, yang menyatakan “ Pengelolaan lingkungan hidup bermaksud : 
a. tercapainya keserasian korelasi antara manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya;
b. terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana;
c. terwujudnya manusia Indonesia selaku pembina lingkungan hidup;
d. terlaksnanya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang;
e. terlindunginya negara terhadap dampak kegiatan diluar daerah negara yang mengakibatkan kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Di samping itu UULH ini juga juga bisa dipergunakan untuk menilai dan menyesuaikan semua peraturan yan menampung sisi-segi lingkungan hidup yang telah berlaku, dengan demikian diperlukan bahwa semua peraturan tersebut dapat dalam satu metode hukum lingkngan di Indonesia. Secara desain asumsi dasar dari UULH Nomor 4 Tahun 1982 itu mampu diuraikan sebagai berikut :
a. bahwa lingkungan hidup selaku konsep kewilayahan.

  Saudariku... Bila Engkau Meminta Kebaikan Terhadap Allah,Maka Lewati Dulu Maksiat

b. pengetahuan perihal korelasi insan dengan lingkungan hidup. 

Kedua hal ini menimbulkan implikasi dan konsekuensi yang dijabarkan dalam azas-azas yang dianut ialah :
a. Hak atas \ lingkungan hidup yang baik dan sehat.
b. Pelestarian kemampuan lingkungan hidup.
c. Penguasaan sumber daya alam oleh negara.
d. Keterpaduan dalam penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup.
Terlepas dari banyak sekali persoalan yang muncul dan dialaminya, UULH Nomor 4 Tahun 1982 yang telah menandai permulaan pengembangan perangkat hukum sebagai dasar bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup, dalam kala waktu semenjak diundangkanya telah terjadi kenaikan kesadaran lingkungan hidup di penduduk , tumbuhnya tugas serta penduduk , makin banyaknya ragam organisasilingkungan dan kenaikan kepeloporan masyarakat dalam pelestarian sehingga penduduk tidak hanya sekedar berperan namun juga bisa berperan secara konkret. 
Sementara itu problem hukum yang meningkat membutuhkan pengaturan dalam bentuk aturan demi menjamin kepastian hukum. Di segi lain perkembangan lingkungan global serta aspirasi internasional makin menghipnotis usaha pengelolaan lingkungan sehingga pemerintah memandang perlu untuk memperbaharui dan menyempurnakan UULH Nomor 4 Tahun 1982. Dengan dasar anutan tersebut Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat telah mengganti Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 1982 dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini bertujuan antara lain melindungi wilayah Negara Keastuan Republik Indonesia dari pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, menjamin keamanan, kesehatan, dan kehidupan manusia, makhluk hidup dan kelestarian ekosistem serta menjamin terpenuhinya keadilan generasi periode kini generasi masa depan dan mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam dengan merealisasikan pembangunan berkelanjutan dan mengantisipasi berita lingkungan global. Pertumbuhan penduduk telah pula menjinjing tantangan dalam upaya peningkatan kesejahteraan lahiriyah dan batiniah beserta matra pemerataannya berkeadilan sosial.11 Pembangunan dalam dirinya mengandung pergantian besar yang meliputi struktur ekonomi, fisik kawasan, pergantian sumber daya alam dan lingkungan hidup, perubahan tehnologi, dan pergantian system nilai.

Sumber : Catatat Materi Kuliah (Rangkuman)