Pengertian Dan Sejarah Hari Raya Nyepi Bagi Umat Hindu

pengertianartidefinisidari.blogspot.com, Agama Hindu adalah salah satu agama atau aliran iman yang hingga sekarang masih diketahui oleh penduduk di dunia. Agama ini dalam perjalanannya mempunyai cerita, tata cara peraturan dan kemasyarakatan yang unik jikalau dibandingkan dengan agama lainnya. Agama ini juga diketahui mengandung sinkretisme yang dibuat dari perpaduan antara berbagai jenis iktikad dan budaya di anak benua India. Bila dipikirkan, dari seluruh agama yang masih hidup, mungkin agama Hindu yang paling bau tanah sehabis keyakinan animisme dan dinamisme.

 Agama Hindu adalah salah satu agama atau aliran kepercayaan yang hingga kini masih dikena PENGERTIAN DAN SEJARAH HARI RAYA NYEPI BAGI UMAT HINDU

Maka dari itu, dalam mempelajari studi wacana agama-agama, pembahasan agama Hindu jikalau daripada agama-agama lainnya ialah paling permulaan jikalau diruntut secara sejarah pertumbuhan agama-agama di dunia, dan juga mempunyai nilai historis yang sangat tinggi walaupun asal-usul terbentuknya agama ini belum ditemukan. Sehingga dipandang perlu mengenali agama Hindu beserta seluk-beluknya pada saat memperbincangkan agama-agama di dunia.

Agama hindu yang menganut fatwa pustaka Suci Weda yang di wahyukan oleh Sang Hyang Widhi mempunyai kerangka yang berisikan tatwa (filsafat), Susila (budpekerti), dan Upacara (ritual). Ketiga hal tersebut merupakan sebuah kesatuan yang utuh tidak mampu dipisahkan satu sama lainnya. Filsafat, Etika, dan Upacara mesti diketahui, dihayati, dan dilaksanakan semoga tujuan agama Hindu mampu tercapai.

Hari Raya Nyepi salah satu hari raya besar umat hindu di bali, filsafat (tattwa) dan akhlak (budbahasa) yang menjadi teladan semua upacara hari raya hindu di Bali. Nilai-nilai buday hindu yang diakui didalam upacara yadnya termasuk upacara yadnya pada hari raya nyepi merrupakan suatu kekuatan spritual yang mampu membentuk jati diri umat selaku wahana pengendalian diri dan dapat selaku penguat integrasi umat insan dalam arti yang sungguh universal.

Umat hindu di Bali merayakan upacara pergeseran tahun saka (sistem penanggalan umat hindu) tidak sseperti halnya perubahan tahun masehi yang dilaksanakan dengan berpesta pora, perayaan pergeseran tahun saka justru dijalankan dengan sunyi dan tenang. Perayaan ini disebut dengan nyepi. Sesuai dengan arti katanya, nyepi mempunyai arti kegiatan yang dikerjakan dengan sepi.

Pada saat hari raya nyepi, umat Hindu Di Bali melaksanakan Catur Brata Penyepian atau Empat Pantangan Yang harus Dilakukan sehingga suasana di bali pada dikala nyepi benar-benar sunyi bagaikan kota mati.

Sehari sebelum hari raya nyepi sebagai peringatan Tahun Baru Saka oleh umat Hindu, diBali diadakan acara Tawur kesanga. Prosesi acara berisikan rangkaian pecauran di masing-masing pewidangan (banjar/Desa pekraman). Yang waktunya dapat dilaksanakan pada siang hari samapai sandykala ialah ketika perpaduan antara hari sore dengan hari malam.

Pecauran/tawur kesanga bertujuan untuk melakukan penyomian para bhuta(kegelapan) menjadi tuhan (sinar suci). Pada sandykala atau sering disebut sandikala sebagai batas simpulan pelaksanaan pecauruan,yang dirangkaikan dengan pelaksanaan acara meabu-bubuk yakni kegiatan yang diyakini selaku puncak keberhasilan dalam prosesi penyomiyan. Karenanya pada ketika itu dilaksanakan upacar ngaturang blabaran atau segehan padda sanggah cucuk di masing-masing pelebuhan.

Puncak dari prosesi ngaturang blabaran ini yakni dengan membunyikan banyak sekali suara yang menimbulkan bunyi kegaduhan( dengan menghantam kentongan, kaleng, ember,dll), diikuti api obor dengan berkeliling pekarangan rumah atau desa. Tujuannya yaitu agar para bhuta tidak lagi kembali kelingkungan pedesaan.

Adanya prinsip Desa (tempat),Kala (waktu) dan Patra(keadaan),menimbulkan prosesi pecaruan dijalankan sesuai desa mawa cara (sesuai dengan adab istiadatdi desa masing-masing). Seperti halnya didesa Sesetan, Desa Pedungan dan desa Sidakrya denpasar selatan-bali,biasanya upacara meabu-debu dilanjutkan dengan tradisi arak-arakan obor keliling desa. Arak-arakkan lazimnya diramaikan dengan banyak sekali variasi tetabuhan kentongan dan gong hingga pagi. Demikian juga didesa-desa lain di Bali memvisualisasikan berbagai aktivitas yang berkonotasi sama yakni dalam rangka penyomiyan kalangan bhuta.

Seluruh rangkaian acara hiruk pikuk sebagai bab upacara meabu-debu itu telah menggelitik wangsit beberapa kreator di Bali ialah untuk menjadikanya ranah penuangan banyak sekali kreasi yang mempertajam pemaknaan dari banyak sekali kreasi yang mempertajam pemaknaan dari berbagai kegiatan dan hingar bingar yang dilaksanakan oleh penduduk

Lalu Bagi Umat Hindu, apa bergotong-royong sejarah dan upacara hari Raya Nyepi dalam menyambut Tahun gres saka tersebut. Berikut penjelasan lengkap tentang Tahun Baru Saka untuk merayakan Nyepi di Tahun 2021 ini dalam artikel pengertianartidefinisidari.blogspot.com.

1. PENGERTIAN HARI RAYA NYEPI

Nyepi berasal dari kata sepi, simpeng atau damai. Sedangkan hari raya Nyepi mempunyai arti hari raya suci Agama Hindu yang berdasarkan sasih atau bulan dan tahun masehi yang dirayakan dengan sarat keheningan dengan menghentikan segala aktifitas yang bersifat duniawi maupun dalam bentuk cita-cita dan hawa nafsu. Berusaha mengendalikan diri biar mampu tenang dan hening lahir bathin dengan melakukan catur brata penyepian. Hal ini mampu dikontrol sesuai dengan kebutuhan. Dasar fatwa yakni bahwa hari raya Nyepi diketahui dengan selaku tahun gres saka.

Kenapa disebut tahun gres saka untuk peringatan Nyepi?

. Untuk menjawab mengapa tahun baru saka disebut Nyepi, maka ada baiknya sobat pengertianartidefinisidari.blogspot.com, melihat dalam sejarah lahirnya tahun saka.

Tahun saka juga disebut saka warsa. Warsa artinya tahun sedangkan saka yaitu nama keluarga raja yang terkenal di India yang membuat kedamaian rakyat. Centarna demikian : Pada tahun 78 Masehi di India dinobatkan seorang raja bernama Kaniska. Raja Kaniska sungguh terkenal dibidang pembinaan Agama dan kebudayaan. Beliaulah yang menciptakan tahun saka pertama kali dan meningkat hingga ke Indonesia. Pada kepeminpinan beliau kemajuan Agama dan kebudayaan sangatlah baik yang menyebabkan pemeluk merasa damai.

2. SEJARAH HARI RAYA NYEPI

Kondisi India sebelum Masehi, diwarnai dengan perselisihan yang panjang antara suku banggsa yang memperebutkan kekuasaan sehingga penguasa (Raja) yang menguasai India silih berganti dari berbagai suku, yaitu: Pahlawa, Yuwana, Malawa, dan Saka. Diantara suku – suku itu yang paling tinggi tingkat kebudayaannya yakni suku Saka. Ketika suku Yuechhi di bawah Raja Kaniska berhasil mempersatukan India maka secara resmi kerajaan menggunakan system kalender suku Saka. Keputusan penting ini terjadi pada tahun 78 Masehi. Pada tahun 456 M (atau Tahun 378 S), datang ke Indonesia mendarat di pantai Rembang (Jawa Tengah) dan menyebarkan Agama Hindu di Jawa. Ketika Majapahit berkuasa, (era ke-13) sistem kalender tahun saka dicantumkan dalam Kitab Nagara Kertagama. Sejak dikala itu Tahun Saka resmi dipakai di Indonesia. Masuknya agama Hindu ke Bali kemudian disusul oleh penakukan Bali oleh Majapahit pada periode ke 14 dengan sendirinya membakukan system Tahun Saka di Bali hingga sekarang. Perpaduan budaya (alkulturasi) Hindu India dengan kearifan lokal budaya Hindu Indonesia (Bali) dalam peringatan Tahun Baru Caka inilah yang menjadikan pelaksanaan Hari Raya Nyepi unik seperti ketika upacara ini.

3. RANGKAIAN UPACARA

Ada serangkaian upacara yang diadakan sebelum dan sesudah hari raya nyepi, diantaranya ialah:

Sebelum

Upacara melasti

Melasti berasal dari kata Mala = kotoran/ leteh, dan Asti = membuang/ memusnakan. Melasti merupakan rangkaian upacara Nyepi yang bermaksud untuk membersihkan segala kotoran badan dan pikiran (buana alit), dan amertha) bagi kesejahtraan insan.

Pelaksanaan melasti ini biasanya dilakukan dengan membawa arca, pretima, barong yang merupakan simbolis untuk memuja manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa diarak oleh umat menuju maritim atau sumber air untuk memohon pencucian dan tirta amertha (air suci kehidupan). Seperti dinyatakan dalam Rg Weda II. “ Apam napatam paritastur apah” yang artinya “Air yang berasal dari mata air dan laut memiliki kekuatan untuk menyucikan. Selesai melasti Pretima, Arca, dan Sesuhunan Barong umumnya dilinggihkan di Bale Agung (Pura Desa) untuk memberkati umat dan pelaksanaan Tawur Kesanga. selang waktu dua tiga hari sebelum Hari Raya Nyepi, diadakan upacara melasti atau disebut juga melis/mekiyis, dihari ini seluruh perlengkapan persembahyangan yang ada di pura di arak ketempat-kawasan yang mengalirkan dan mengandung air seperti bahari,danau dan sungai, alasannya adalah maritim,danau,dan sungai yakni sumber air suci ( tirta amerta ) dan mampu membersihkan dan menyucikan dari segala kotoran yang ada di diri insan dan alam.

  Puisi nasehat kehidupan (kamu berharga) lengkap video

Upacara melasti dilalukan antara empat atau tiga hari sebelum nyepi. Pelaksanaan upacara melasti disebutkan dalam lontar Sundarigama seperti ini: ”manusia kabeh angaturaken prakerti ring prawatek dewata. “ di bali umat hindu melakukan upacara melasti dengan mengusung pralingga atau pratima ida Bhatara dan segala perlengkapannya dengan hati lapang dada lapang dada, tertib dan hidmat menuju samudra atau mata air lainnya yang dianggap suci. Upacara dilaksanakan dengan melaksanakan persembahyangan bersama menghadap maritim. Setelah upacara melasti usai dijalankan, pratima dan segala perlengkapannya di usung ke balai agung di pura desa. Sebelum ngrupuk atau mabuu-buu, dikerjakan nyejer dan selama itu umat melaksanakan persembahyangan.

Upacara melasti ini identik dengan upacara nagasankirtan di india. Dalam upacara melasti, pratima yang merupakan lambang wahana ida bhatara, diusung keliling desa menuju laut dengan tujuan biar kesucian pratima itu mampu menyucikan desa. Sedangkan upacara nagasankirtan di india , umat hindu berkeliling desa, mengidungkan nama-nama ilahi ( Nama smaranam ) untuk menyucikan desa yang dilaluinya.

Dalam rangkaian nyepi di bali, upacara yang dijalankan berdasarkan daerah yakni sebagai berikut :

  1. Di ibukota provinsi dilaksanakan upacara tawur
  2. Di kabupaten dilaksanakan panca kelud
  3. Di tingkat kecamatan dikerjakan panca sanak
  4. Di tingkat desa dilakukan upacara panca sata
  5. Di tingkat banjar dijalankan upacara ekasata

Sedangkan di masing-masing rumah tangga, upacara dilakukan di natar merajan (sanggah). Di situ umat menghaturkan segehan Panca Warna 9 tanding, segehan nasi sasah 100 tanding. Sedangkan di pintu masuk halaman rumah, dipancangkanlah sanggah cucuk (terbuatdari bambu) dan di situ umat menghaturkan banten daksina, ajuman, peras, dandanan, tumpeng ketan sesayut,penyeneng jangan-jangan serta perlengkapannya. Pada sanggah cucuk digantungkan ketipat kelan (ketupat 6 buah), sujang berisi arak tuak.

Di bawah sanggah cucuk umat menghaturkan segehan agung asoroh, segehan manca warna 9 tanding dengan olahan ayam burumbun dan tetabuhan arak, berem, tuak dan air tawar.

Setelah usai menghaturkan pecaruan, semua anggota keluarga, kecuali yang belum tanggal gigi atau semasih bayi, melaksanakan upacara byakala prayascita dan natab sesayut pamyakala lara malara dan di halaman rumah.

Upacara Bhuta Yajna

Bhuta yajna yaitu upacara yang dilaksankan sebelum hari raya nyepi. Secara singkat, Bhuta yajna memiliki arti upacara yang memiliki makna pengusiran roh jahat dengan membuat hiasan atau patung yang berupa atau menggambarkan buta kurun (raksasa jahat) dalam bahasa balinya disebut ogoh-ogoh, upacara ini dijalankan disetiap rumah, banajar, desa, kecamatan, kabupaten dan provinsi.

Upacara ini dilakukan didepan pekarangan, perempatan jalan, alun-alun maupun lapangan, kemudian ogoh-ogoh yang menggambarkan buta periode ini yang diusung dan diarak secara beramai-ramai oleh masyarakat dengan menjinjing obor diiringi tetabuhan dari kampung, upacara ini kira-kira mulai dijalankan dari petang hari jam enam sore hingga paling lambat jam dua belas malam, sesudah upacara ini simpulan ogoh-ogoh tersebut dibakar, ini semua memiliki arti bahwa seluruh roh-roh jahat yang ada sidah diusir dan dimusnahkan saat hari raya nyepi, seluruh umat hindu yang ada diwajibkan melaksanakan melaksanakan catur brata penyepian.

Upacara Bhuta Yajña di tingkat provinsi, kabupaten dan kecamatan, dilaksanakan pada tengah hari sekitar pukul 11.00 – 12.00 (era tepet). Sedangkan di tingkat desa, banjar dan rumah tangga dijalankan pada dikala sandhyakala (sore hari). Upacara di tingkat rumah tangga, yaitu melakukan upacara mecaru. Setelah mecaru dilanjutkan dengan ngrupuk pada ketika sandhyakala, kemudian mengelilingi rumah menjinjing obor, menaburkan nasi tawur. Sedangkan untuk di tingkat desa dan banjar, umat mengelilingi wilayah desa atau banjar tiga kali dengan membawa obor dan alat suara-bunyian. Sejak tahun 1980-an, umat mengusung ogoh-ogoh yaitu patung raksasa.

Ogoh-ogoh yang dibiayai dengan uang iuran warga itu kemudian dibakar. Pembakaran ogoh-ogoh ini merupakan lambang nyomia atau menghilangkan Bhuta Kala,yakni unsur-bagian kekuatan jahat.Ogoh-ogoh bergotong-royong tidak mempunyai korelasi eksklusif dengan upacara Hari Raya Nyepi. Patung yang dibuat dengan bambu, kertas, kain dan benda-benda yang sederhana itu ialah kreativitas dan spontanitas masyrakat yang murni sebagai cetusan rasa semarak untuk memeriahkan upacara ngrupuk.

Karena tidak ada relevansinya dengan Hari Raya Nyepi, maka jelaslah ogoh-ogoh itu tidak mutlak ada dalam upacara tersebut. Namun benda itu tetap boleh dibuat selaku suplemen kemeriahan upacara dan bentuknya supaya diubahsuaikan, contohnya berbentukraksasa yang melambangkan Bhuta Kala.Karena bukan fasilitas upacara, ogoh-ogoh itu diarak sesudah upacara pokok akhir serta tidak mengusik ketertiban dan keamanan. Selain itu, ogoh-ogoh itu jangan hingga dibuat dengan memaksakan diri sampai terkesan melakukan pemborosan.

Karya seni itu dibentuk semoga mempunyai tujuan yang terang dan pasti, adalah memeriahkan atau mengagungkan upacara. Ogoh-ogoh yang dibuat siang malam oleh sejumlah warga banjar itu harus ditampilkan dengan landasan rancangan seni budaya yang tinggi dan dijiwai agama Hindu. (Baca: pengertian seni dan kesenian berdasarkan para mahir secara lengkap)

Tawur Agung/Tawur Kesanga atau Pengerupukan

Pengerupukan dikerjakan sehari menjelang Nyepi yang jatuh sempurna pada Tilem Sasih Kesanga. Pecaruan atau Tawur dikerjakan catuspata pada waktu tengah hari. Filosofi Tawur adalah selaku berikut tawur artinya mengeluarkan uang atau mengembalikan. apa yang dibayar dan dikembalikan? Adalah sari-sari alam yang telah dihisap dan digunakan manusia. Sehingga terjadi keseimbangan maka sari-sari alam itu dikembalikan dengan upacara Tawur/Pecaruan yang dipersembahkan kepada Butha sehingga tidak mengusik insan melainkan bisa hidup secara serasi (Butha Somya).

Filosofi tawur dijalankan pada catuspata menurut Perande Made Gunung supaya kita senantiasa menempatkan diri ditengah alias selalu ingat akan posisi kita, jati diri kita, dan perempatan ialah lambing tapak dara, lambang keseimbangan, semoga kita senantiasa mempertahankan keseimbangan dengan atas (Tuhan), bawah (Alam Lingkungan), kiri kanan (Sesama Manusia). Setelah Tawur pada catuspata, diikuti oleh upacara pengerupukan, adalah menyebar-nyebar nasi tawur, mengobor-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesui, serta memukul benda apasaja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.

Pada malam pengerupukan ini, di bali biasannya tiap desa dimeriahkan dengan adanya Ogoh-Ogoh yang diarak keliling desa diikuti dengan banyak sekali suara mulai dari kulkul, petasan dan juga keplug-keplugan adalah suatu bom khas bali yang mengeluarkan suara keras dan menggelegar seperti bunyi bom yang dihasilkan dari proses gas karbit dan air yang dibakar mengeluarkan bunyi ledakan yang menggelegar. Ogoh – Ogoh biasanya bermuka seram yang melambangkan Butha Kala, juga membuktikan kreatifitas orang Bali yang luar biasa populer dengan budayanya.

Nyepi jatuh pada Penanggal Apiisan Sasih Kedasa (Tanggal 1 Bulan ke 10 Tahun Caka). Umat Hindu merayakan Nyepi selama 24 jam, dari matahari terbit (jam 6 pagi) sampai jam 6 pagi besoknya. Umat diperlukan melaksanakan Catur Brata Penyepian ialah:

a) Amati Lelanguan

Lelanguan Artinya dihentikan bersenang-bahagia. Amati lelanguan yang dimaksud ialah acara seseorang mulat sarira atau nawas diri terhadap acara yang berhubungan dengan wacika. Wacika adalah perkataan yang benar yang dalam ineraksi dengan sesame maupun dengan Tuhan telah dilaksanakan atau belum. Menurut tattwa Hindu dalam pustaka suci yang terungkap dalam Sarasamuscaya dan Kekawin Nitisastra mengajarkan selaku berikut:

  1. Kata-kata menyebabkan berhasil dalam hidup;
  2. Kata-kata mengakibatkan orang gagal dalam hidup;
  3. Kata-kata menimbulkan orang mendapat hasil selaku sumbu kehidupan dan;
  4. Kata-kata menyebabkan orang mempunyai relasi. (Baca: KATA-KATA UCAPAN SELAMAT HARI SUCI NYEPI TAHUN BARU SAKA 2021/1943)
  Soal PTS PAI Kelas 3 Semester 2 dan Jawaban

Mengacu pada anutan diatas insan Hindu sudah diajarkan semoga tetap melakukan wacika yang parisudha yang artinya:

  • Proses interaksi social (komunikasi) tidak boleh berkata agresif,
  • Mencacai maki dan juga dilarang menimbulkan orang tersinggu dan menderita (Sarasamuscaya; Sloka 75).

Uraian penjelasan diatas pengertianartidefinisidari.blogspot.com menawarkan kita sebuah pelajaran bahwa perkataan (wacika) yang diparisudha itulah yang pantas dipahami dan menata sikap sikap seseorang agar hidup ini kondusif dan senang.

b) Amati Karya

Karya Artinya dihentikan melakukan pekerjaan . Amati karya selaku budpekerti Nyepi yang bermaknakan selaku penilaian diri dalam kaitan dengan karya (kerja) merenung hasih kerja dalam setahun dan sesebelumnya sudahkah berguna bagi kehidupan manusia. Aktualialisasi perhatikan karya dalam konteks hari raya ialah perenungan asumsi yang religious yang mengajarkan umat Hindu dalam evaluasi hasil kerja sebagai berikut, ialah sisihkan hasil kerja untuk yadnya, Hyang Widhi, Rsi, Leluhur maupun Untuk Budhi.

Hal tertera dalam pustaka suci Atharwa Weda III. 24.5 dan Sarasamuscaya Sloka 262, yadnya itu merupakan implementasi dari pemikiran Tri Rna. Diajarkan pula lewat yadnya dapat terjadi proses penyucian diri manusia baik secara rohani maupun jasmani. Amati karya mempunyai arti gada yang artinya tidak bekerja dimaknai selaku peluang untuk mengecek kerja kita apakah aktifitas kerja itu telah berlandaskan dharma atau sebaliknya. Kerja yang bagus (subha hukuman alam) mampu membantu manusia terhindar dari penderitaan. Berdasarakan uraian diatas pedoman agama Hindu memandang kerja selaku yadnya dan titah Hyang Widhi.

c) Amati Lelungan

Lelungan Artinya dihentikan bepergian. Amati lelungan ialah salah satu dari empat brata penyepian yang berpunsi sebagai penilaian diri dan selaku sumber pengendalian diri. Amati lelengan mempunyai arti menghentikan bepergian ke luar rumah, maka pada dikala Nyepi jalan raya sungguh sepi. Dalam konteks yang lebih luas memiliki arti evaluasi diri. Evaluasi kerja berafiliasi dengan Tuhan, sesama, dan alam sekitar apakah sudah baik atau belum, sehingga kita mampu menilai hasil kerja seobyetif mungkin. Mutu meningkat untuk kebaikan atau merosot, langkah berikutnya bisa menentukan perilaku. Diharapkan supaya lebih memantapkan kualitas kerja untuk hidup manusia.

Pada prinsipnya, dikala Nyepi, panca indria kita diredakan dengan kekuatan manah dan budhi. Meredakan nafsu indria itu mampu menumbuhkan kebahagiaan yang dinamissehingga kualitas hidup kita kian meningkat. Bagi umat yang mempunyai kesanggupan yang khusus, mereka melaksanakan tapa yoga brata samadhi pada dikala Nyepi itu.

Yang terpenting, Nyepi dirayakan dengan kembali melihat diri dengan pandangan yang jernih dan daya logika yang tiggi. Hal tersebut akan mampu melahirkan perilaku untuk mengoreksi diri dengan melepaskan segala sesuatu yang tidak baik dan memulai hidup suci, tenang menuju jalan yang benar atau dharma.

Untuk melakukan Nyepi yang benar-benar spritual, yaitu dengan melakukan upawasa, mona, dhyana dan arcana.

Upawasa artinya dengan niat suci melaksanakan puasa, tidak makan dan minum selama 24 jam biar menjadi suci.

Kataupawasa dalam Bahasa Sanskerta artinya kembali suci. Mona artinya berdiam diri, tidak bicara sama sekali selama 24 jam.

Dhyana, ialah melaksanakan pemusatan pikiran pada nama Tuhan untuk mencapai keheningan.

Arcana, ialah melaksanakan persembahyangan mirip umumdi daerah suci atau tempat pemujaan keluarga di rumah.

Pelaksanaan Nyepi mirip itu pastinya harus dilaksana-kan dengan niat yang berpengaruh, ikhlas tulus dan tidak didorongoleh ambisi-ambisi tertentu. Jangan sampai dipaksa atau ada perasaan terpaksa. Tujuan meraih keleluasaan rohani itu memang juga sebuah ikatan. Namun ikatan itu dikerjakan dengan sarat keikhlasan.

d) Puncak Acara Nyepi

Setelah melaksanakan Amati Lelungan, Keesokan harinya, yakni pada penanggal pisan, sasih kadasa( tanggal 1, bulan ke-10), tibalah Hari Raya Nyepi sebetulnya. Pada hari ini situasi seperti mati. Pada hari ini umat Hindu melakukan “catur brata’’ penyepian yang terdiri dari perhatikan geni ( tiada berapi-api/tidak memakai dan atau membangkitkan api, amati karya (tidak melakukan pekerjaan ), perhatikan lelungan (tidak bepergian),dan amati lelanguan (tidak mendengarkan hiburan). Serta bagi yang bisa juga melaksanakan tapa,brata,yoga dan semadhi.

Demikianlah untuk era baru, betul-betul dimulai dengan sebuah halaman baru yang putih higienis. Untuk mengawali hidup dalam tahun Baru Caka pun, dasar ini dipergunakan, sehingga semua yang kita lakukan berawal dari tidak ada,suci dan higienis, tiap orang berakal ( sang wruhing jnana) melaksanakan brata ( pengekangan hawa nafsu), yoga (menghubungkan jiwa dengan paramatma(ilahi), tapa (latihan ketahanan menderita) dan samadi (manunggal terhadap tuhan,yang tujuan akhirnya adalah kesucian lahir batin) Semua itu menjadi kewajiban bagi umat Hindu semoga memiliki kesiapan batin untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan pada tahun yang baru.

Sesudah

Ngembak Geni

Ngembak Geni berasal dari dua kata, dimana ngembak yang mempunyai arti mengalir dan geni yang mempunyai arti api yang ialah simbol dari Brahma (Dewa Pencipta).

Olehsebab itu pada hari ini tapa berate yang kita kerjakan selama 24 jam (Nyepi) hari ini mampu diakhiri dan kembali beraktifitas seperti biasa, memulai hari yang baru untuk berkarya dan mencipta alias berkreatifitas kembali sesuai swadharma/kewajiban masing – masing. Ngembak geni biasanya diisi dengan kegiata mengunjungi saudara atau saudara untuk bertegur sapa dan bermaaf-maafan.

Mulai dengan aktivitas gres yang didahului dengan mesima krama di lingkungan keluarga, warga terdekat (tetangga) dan dalam ruang yang lebih luas diadakan program Dharma Santi mirip ketika ini.

Yadnya dijalankan alasannya kita ingin meraih kebenaran. Dalam Yajur Weda XIX. 30 dinyatakan : Pratena diksam apnoti, diksaya apnoti daksina. Daksinasradham apnoti, sraddhaya satyam apyate. Artinya : Melalui pengabdian/yadnya kita menemukan kesucian, dengan kesucian kita mendapat kemuliaan. Dengan kemuliaan kita menerima kehormatan, dan dengan kehormatan kita mendapatkan kebenaran.

Sesungguhnya seluruh rangkaian Nyepi dalam rangka memperingati pergantian tahun baru saka itu yaitu sebuah obrolan spiritual yang dikerjakan oleh umat Hindu biar kehidupan ini senantiasa seimbang dan harmonis serta sejahtera dan tenang.

Mekiyis dan nyejer/ngaturang bakti di Balai Agung yakni obrolan spiritual manusia dengan alam dan Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala manifetasi-Nya serta para leluhur yang sudah disucikan.

Tawur Agung dengan segala rangkaiannya yaitu obrolan spiritual insan dengan alam sekitar para bhutademi keseimbangan bhuana agung bhuana alit. Pelaksanaan catur brata penyepian merupakan dialog spiritual antara din sejati (Sang Atma) seseorang umat dengan sang pendipta (Paramatma) Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Dalam din insan ada sang din /atrnn (si Dia) yang bersumber dan sang Pencipta Paramatma (Beliau Tuhan Yang Maha Esa).

Sima krama atau dharma Santi yaitu dialog antar sesama wacana apa dan bagaimana yang telah, dan yang sekarang serta yang hendak tiba.

Bagaimana kita dapat meningkatkan kehidupan lahir batin kita ke depandengan berpijak pada pengalaman selama ini. Maka dengan perayaan pergeseran tahun gres saka (Nyepi) umat sudah melakukan obrolan spiritual kepada semua pihak dengan Tuhan yang dipuja, para leluhur, dengan para bhuta, dengan diri sendiri dan sesama insan demi keseimbangan, keselarasan, kemakmuran, dan kedamaian bareng . Namun layak juga diakui bahwa saban hari suci keagamaan seperti Nyepi tahun 2021 ini,ada saja godaannya. Baik sebab sisa-sisa bhutakalanya, sisa mabuknya, dijadikan peluang memunculkan dendam lama atau tindakan lainnya.

Dunia kasatmata ini memang dikuasai oleh aturan Rwa Bhineda. Baik-buruk, menang-kalah, kaya-miskin, sengsara-bahagia dst. Manusia berada di antara itu dan manusia diuji untuk mengontrol diri di antara dua hal yang saling berlainan bahkan saling berlawanan.

4. RANGKAIAN MAKNA

Jika kita perhatikan tujuan filosofis Hari Raya Nyepi, tetap mengandung pengertianartidefinisidari dan makna yang berhubungan dengan permintaan abad sekarang dan kala yang hendak datang. Melestarikan alam sebagai tujuan utama upacara Tawur Kesanga tentunya merupakan permintaan hidup era sekarang dan yang akan tiba. Bhuta Yajña (Tawur Kesanga) mempunyai arti dan makna untuk memotivasi umat Hindu secara ritual dan spiritual supaya alam selalu menjadi sumber kehidupan.Tawur Kesanga juga bermakna melepaskan sifat-sifat serakah yang menempel pada diri insan.

  Puisi Untuk Pahlawan Kemerdekaan | Melihat Indonesia, mengenang Nusantara

Pengertian Arti Definisi dari ini dilontarkan mengingat kata “tawur” memiliki arti mengembalikan atau mengeluarkan uang. Sebagaimana kita pahami, manusia senantiasa mengambil sumber-sumber alam untuk mempertahankan hidupnya. Perbuatan mengambil akan mengendap dalam jiwa atau dalam hukuman alam wasana. Perbuatan mengambil perlu dimbangi dengan perbuatan memberi, yaitu berbentukpersembahan dengan lapang dada tulus.

Mengambil dan memberi perlu selalu dijalankan supaya karma wasana dalam jiwa menjadi sebanding. Ini bermakna Tawur Kesanga berarti memotivasi keseimbangan jiwa. Nilai inilah sepertinya yang perlu ditanamkan dalam merayakan perubahan Tahun Saka Menyimak sejarah lahirnya, dari merayakan Tahun Saka kita memperoleh suatu nilai kesadaran dan toleransi yang senantiasa diharapkan umat manusia di dunia ini, baik kini maupun pada kala yang hendak tiba.

Umat Hindu dalam zaman terbaru kini ini yakni seperti berenang di lautan perbedaan. Persamaan dan perbedaan merupakan kodrat. Persamaan dan perbedaan pada zaman modern ini tampak semakin eksis dan bukan merupakan sesuatu yang negatif. Persamaan dan perbedaan akan selalu nyata jika manusia mampu memberikan proporsi dengan logika dan akal yang sehat.

Brata penyepian adalah untuk umat yang sudah mengkhususkan diri dalam bidang kerohanian. Hal ini dimaksudkan biar nilai-nilai Nyepi mampu dijangkau oleh seluruh umat Hindu dalam segala tingkatannya. Karena agama diturunkan ke dunia bukan untuk satu lapisan penduduk tertentu.

5. MAKNA TUJUAN

Adapun tujuan dilaksanakannya hari raya Nyepi mampu dilihat dari banyak sekali faktor selaku berikut:

  1. Aspek Religius merupakan sebuah proses penyucian Buana Agung dan Buanaalit untuk merealisasikan kesejahtraan dan kebahagiaan lahir bathin (jagadhita dan moksa) terbina kehidupan yang berlandaskan satyam (kebenaran), siwam (kesucian), sundaram (keselarasan)
  2. Membiasakan diri untuk melakukan tapa, yoga dan semadi bagi masing-masing eksklusif umat, ini mengandung makna penilaian perbnuatan dala setahun.
  3. Aspek social budaya merupakan wahana untuk intergrasi umat gotong royong ngiring Ida Betara dari permulaan hingga nyejer di Bale Agung.

6. HINDU BALI DALAM RITUAL UMAT HINDU

Agama Hindu memiliki satu karakteristik yang sungguh unik, ialah sifat agama Hindu yang sangat fleksibel. Fleksibel dalam artian melekat dan melebur menjadi satu dengan akhlak dan budaya di daerah tersebut. Sebagai contoh, ketika meningkat di India, Agama Hindu tersebut memiliki rasa khas India. Lalu setelah meningkat di Indonesia, agama Hindu tersebut memiliki rasa khas Indonesia. Sehingga Agama Hindu yang meningkat di seluruh dunia, baik itu di India, Indonesia, dan tempat yang lain, semuanya mempunyai tata cara ritual yang berlainan sesuai dengan daerah, waktu, dan keadaan daerahnya.

Keunikan itulah yang menyebabkan tidak ada peringatan Nyepi di India mirip yang dijalankan di Bali, alasannya adalah Nyepi yaitu pembiasaan tradisi budaya orisinil Bali.

Nyepi yang ada di Bali dulu berkembang secara sporadis di beberapa desa di Bali. Disebut sebagai Nyepi Desa, alasannya adalah khusus berlaku di desa tersebut. Di Kabupaten Buleleng misalnya, desa-desa yang melakukan Nyepi Desa yaitu Desa Banyuning dan Desa Bukti. Di Kabupaten Karangasem Nyepi Desa dijalankan di Desa Tanah Ampo, Desa Datah, dan Desa Manggis. Selain Kabupaten Buleleng dan Karangasem, di Kabupaten Gianyar juga ada desa yang melakukan Nyepi Desa, adalah Desa Buahan.

Selain Nyepi Desa, di Bali juga dikenal ada Nyepi Subak, yakni ritual yang dijalankan dengan tidak melaksanakan aktivitas apapun yang berhubungan dengan pertanian padasuatu wilayah Subak.

Ada juga ritual Nyepi Segara yang dilakukan dengan tidak melaksanakan sama sekali kegiatan di Laut pada saat perayaannya. Nyepi Segara ialah tradisi yang masih dikerjakan sampai ketika ini oleh penduduk Kusamba dan penduduk Nusa Penida. Nyepi-Nyepi yang dikerjakan di Bali dilatarbelakangi anutan bahwa untuk keserasian bareng , alam dan lingkungan perlu diberi waktu jeda dari kegiatan-aktivitas insan yang sudah berkala dilaksanakan.

Selain itu, Nyepi juga dibilang bertujuan untuk persiapan imbas dari perubahan demam isu.Setelah diadaptasi dengan gaya Hindu, peringatan Nyepi yang dilakukan oleh Hindu Bali memiliki rangkaian ritual yang lebih panjang, yakni kurang lebih satu ahad, mencakup ritual Melasti, Tawur Agung, dan Pengerupukan. Sedangkan, Nyepi yang dikerjakan oleh masyarakat non-Hindu Bali cuma satu hari saja, yaitu sesuai dengan tanggal yang tertera pada kalender nasional Indonesia.

Perlu digarisbawahi, masyarakat non-Hindu Bali sama sekali tidak dilibatkan dan dipaksa untuk melakukan ritual yang berbau Hindu. Semua ritual yang diwajibkan dilaksanakan oleh penduduk non-Hindu Bali murni adalah tradisi asli budaya tanah Bali, ialah empat larangan ketika Nyepi yang telah diterangkan pada awal tulisan.Makara sangatlah keliru bila ada pernyataan yang menyampaikan bahwa umat non-Hindu di Bali dipaksa untuk melakukan ritual Hindu Nyepi, alasannya adalah semua yang mereka kerjakan adalah bab dari kearifan lokal yang ialah tradisi budaya asli Bali.

Baca:

Apa alasannya kenapa seluruh bagian masyarakat yang tinggal Bali wajib melakukan Nyepi?

Alasan pertama, sudah pasti sebab itu merupakan tradisi budaya orisinil Bali. Sebagaimana kita tahu, sampai ketika ini budaya Bali lah yang menjadi pondasi utama pendongkrak pariwisata Bali hingga bisa sekuat kini. Pariwisata Budayalah yang menghadirkan banyak pelancong ke Bali sehingga di Bali terbuka terlalu banyak lapangan kerja dan peluang-peluang bisnis yang banyak. Tentu kita semua orang yang tinggal di Bali, baik itu penduduk asli maupun pendatang, punya tanggung jawab yang serupa besar untuk menjaga dan melestarikan budaya Bali. Jika budaya itu tidak dijaga, Bali mau mengandalkan apa?

Alasan kedua, Nyepi yaitu cara kita –orang yang tinggal di Bali- menghargai dan memahami alam. Menghargainya dengan menawarkan waktu satu hari pada alam untuk bernapas bebas, sehabis selama setahun kita menjejali alam ini dengan polusi dan semua sikap yang menghancurkan alam. Kemudian belajar memahaminya dengan merasakan sendiri indahnya alam, seperti mendengar kicauan burung-burung di pagihari yang lazimnya tak kita sadari alasannya adalah hilang ditelan suara kendaraan bermotor. Kita juga bisa merasakan bagaimana segarnya udara Bali kalau tanpa polusi selama satu hari. Momen-momen yang mau menunjukkan kita kesadaran bahwa kita hidup di bumi ini berdampingan dengan makhluk hidup lain.

Oleh sebab itu kita tidak boleh egois mengeksploitasi hanyauntuk kepentingan sesaat manusia, tanpa memikirkan efek buruknya bagi alam beserta isinya.Alasan ketiga, Nyepi memberi kita waktu untuk berkumpul bersama keluarga selama satu hari penuh didalam rumah. Memberi peluang bagi kita dan keluarga untuk mampu berkeluh kesah, bercerita, dan bertukar fikiran.

Menumbuhkan dan membangkitkan lagi kehangatan dan keakraban dalam keluarga. Ini bisa terjadi alasannya tidak ada anggota keluarga yang melakukan acara, dan berpergian ke luar rumah. Bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi momen untuk bersua kembali dengan keluarga yang bekerja di luar kawasan atau yang tinggal di rumah yang berlainan.

Dan argumentasi yang terakhir yaitu untuk menawarkan waktu pada diri kita sendiri biar mampu ‘berhenti sejenak’ dari segala hal yang berkala dilakukan. Meninggalkan keramaian kemacetan dan polusi. Sejenak tanpa laptop, rapat, dan juga proyektor. Tidak dengan pergi ke mall, bioskop, atau pun gemerlap dunia malam. Memberi waktu pada jiwa dan raga ini untuk beristirahat —dalam artian yang sebetulnya. Bahkan lebih jauh dari itu, untuk bisa berintrospeksi dan merenungkan apa yang sudah dan sedang dijalani dikala ini. Kalau-jika ada yang melenceng, masih ada potensi untuk meluruskannya.

Demikianlah postingan sejarah dan pengertian hari raya nyepi bagi umat Hindu di Bali dalam menyambut Tahun Baru Saka 1943 pada goresan pena pengertianartidefinisidari.blogspot.com, Selamat melakukan Catur Brata penyepian bagi Sahabat Bali beragama Hindu!