Pengertian Antara “Kelembagaan” dan “Organisasi”
Kata “kelembagaan” merupakan padanan dari kata Inggris institution, atau lebih tepatnya social institution; sedangkan “organisasi” padanan dari organization atau social organization. Meskipun kedua kata ini telah lazim dikenal masyarakat, namun pengertian dalam sosiologi berlainan. Sebagaimana kata Horton dan Hunt (1984: 211): What is an institution? The sociological concept is different from the common usage. Kedua kata tersebut pada awalnya digunakan secara bolak balik, baur dan luas, namun hasilnya lebih menjadi tegas dan sempit. Tujuannya yaitu membangun suatu makna yang baku secara keilmuan, sebagaimana dipaparkan dalam bagian selesai bagian ini. Keduanya memiliki relasi yang besar lengan berkuasa, sering sekali muncul secara bersama-sama, tetapi juga sering digunakan secara bolak balik, karena menyangkut objek yang serupa atau banyak kesamaannya.
Kata “institution” sudah diketahui semenjak permulaan kemajuan ilmu sosiologi. Frasa mirip capital institution dan family intitution sudah terdapat dalam tulisan soiolog August Comte sebagai bapak pendiri ilmu sosiologi, semenjak abad ke 19. Di sisi lain, konsep organisasi dalam pengertian yang sangat luas, juga ialah ungkapan pokok terutama dalam ilmu antropologi. Kedua kata ini sering sekali menyebabkan perdebatan di antara para mahir. Persoalannya terletak pada sebab tekanan masing-masing orang yang berlawanan-beda, atau sering mempertukarkan penggunaannya. “What contstitutes an ‘institution’ is a subject of continuing debate among social scientist….. The term institution and organixation are commonly used interchangeably and this contributes to ambiguityand confusion” (Norman Uphoff, 1986: 8).
Menurut Soemardjan dan Soemardi (1964: 61) “…belum terdapat ungkapan yang menerima pengesahan umum dalam kalangan para sarjana sosiologi untuk menterjemahkan ungkapan Inggris ‘social institution’… Ada yang menterjemahkannya dengan istilah ‘pranata’, ada pula yang ‘bangunan sosial’”. Ketidaksepakatan tersebut bukan sekedar apa padanan katanya yang sesuai dalam bahasa Indonesia. Yang lebih penting adalah, apa makna kata itu sendiri sebaiknya. Selama ini pengertiannya sering berbeda-beda antar penulis, tergantung buku mana yang kita baca. Horton dan Hunt (1984) misalnya, menempatkan social organization selaku desain yang lebih luas, yang di dalamnya meliputi social institution.
Ada banyak sekali definisi kelembagaan yang disampaikan oleh hebat dari banyak sekali bidang. Lembaga yaitu:
….. aturan di dalam suatu golongan penduduk atau organisasi yang menfasilitasi kerjasama antar anggotanya untuk membantu mereka dengan impian di mana setiap orang mampu bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk meraih tujuan bareng yang dikehendaki (Ruttan dan Hayami, 1984).
….. hukum dan rambu-rambu sebagai tutorial yang digunakan oleh para anggota suatu golongan masyarakat untuk mengontrol relasi yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi (institutional arrangements) mampu ditentukan oleh beberapa unsur: hukum operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumber daya, hukum kolektif untuk memilih, menegakan aturan atau hukum itu sendiri dan untuk merubah hukum operasional serta mengatur kekerabatan kewenangan organisasi (Ostrom, 1985; 1986).
….. suatu himpunan atau tatanan norma–norma dan tingkah laris yang bisa berlaku dalam sebuah periode tertentu untuk melayani tujuan kolektif yang mau menjadi nilai bareng . Institusi ditekankan pada norma-norma prilaku, nilai budaya dan akhlak istiadat (Uphoff, 1986).
….. sekumpulan batasan atau aspek pengendali yang mengatur hubungan sikap antar anggota atau antar kelompok. Dengan definisi ini kebanyakan organisasi umumnya yaitu institusi alasannya adalah organisasi lazimnya memiliki aturan yang mengendalikan relasi antar anggota maupuna dengan orang lain di luar organisasi itu (Nabli dan Nugent, 1989).
….. hukum main di dalam suatu kalangan sosial dan sangat dipengaruhi oleh faktor-aspek ekonomi, sosial dan politik. Institusi dapat berupa hukum formal atau dalam bentuk isyarat etik informal yang disepakati bersama. North membedakan antara institusi dari organisasi dan menyampaikan bahwa institusi adalah aturan main sedangkan organisasi yakni pemainnya (North, 1990).
….. meliputi penataan institusi (institutional arrangement) untuk menggabungkan organisasi dan institusi. Penataan institusi adalah suatu penataan hubungan antara unit-unit ekonomi yang menertibkan cara unit-unit ini apakah dapat berafiliasi dan atau berkompetisi. Dalam pendekatan ini organisasi yaitu suatu pertanyaan tentang pemain film atau pelaku ekonomi di mana ada persetujuan atau transaski yang dilaksanakan dan tujuan utama persetujuan yakni meminimalkan ongkos transaksi (Williamson, 1985).
Umumnya definisi forum mencakup rancangan teladan sikap sosial yang sudah mengakar dan berlangsung terus menerus atau berulang. Dalam hal ini sangat penting diperhatikan bahwa perilaku sosial tidak menghalangi lembaga pada peraturan yang menertibkan perilaku tersebut atau mewajibkan orang atau organisasi untuk mesti berpikir nyata ke arah norma-norma yang menerangkan sikap mereka namun juga pengertian akan lembaga ini memusatkan perhatian pada pemahaman mengapa orang berprilaku atau bertindak sesuai dengan atau bertentangan dengan peraturan yang ada.
Merangkum dari banyak sekali pengertian yang dikemukakan sebelumnya, maka yang dimaksud kelembagaan dalam Bahan Ajaran ini yaitu: ”suatu tatanan dan teladan relasi antara anggota masyarakat atau organisasi yang saling mengikat yang mampu memilih bentuk kekerabatan antar manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan dan ditentukan oleh aspek-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, arahan etik aturan formal maupun informal untuk pengendalian prilaku sosial serta insentif untuk berafiliasi dan meraih tujuan bersama.”
Unsur-Unsur Kelembagaan
Dari aneka macam definisi yang ada, dapat kita rangkum aneka macam bagian penting dari kelembagaan, di antaranya yaitu:
Ø Institusi ialah landasan untuk membangun tingkah laku sosial masyarakat;
Ø Norma tingkah laku yangmengakar dalam penduduk dan diterima secara luas untuk melayani tujuan bareng yang mengandung nilai tertentu dan menciptakan interaksi antar manusia yang terencana;
Ø Peraturan dan penegakan aturan/hukum;
Ø Aturan dalam masyarakat yang memfasilitasi koordinasi dan koordinasi dengan tunjangan tingkah laku, hak dan kewajiban anggota;
Ø Kode etik;
Ø Kontrak;
Ø Pasar;
Ø Hak milik (property rights atau tenureship);
Ø Organisasi;
Ø Insentif untuk menciptakan tingkah laris yang dikehendaki.
Dari banyak sekali komponen di atas dapat kita lihat bahwa definisi institusi atau kelembagaan didominasi oleh unsur-bagian hukum, tingkah laris atau arahan etik, norma, aturan dan faktor pengikat yang lain antar anggota penduduk yang membuat orang saling mendukung dan mampu berproduksi atau menciptakan sesuatu alasannya ada keselamatan, jaminan akan penguasaan atas sumber daya alam yang disokong oleh peraturan dan penegakan aturan serta insentif untuk mentaati hukum atau melaksanakan institusi. Tidak ada manusia atau organisasi yang bisa hidup tanpa interaksi dengan penduduk atau organisasi lain yang saling mengikat.
Perpaduan antara banyak sekali pendekatan ini bisa menciptakan analisis kelembagaan (institutional analysis) yang memadai. Apa implikasi dari pembangunan atau penguatan kelembagaan bagi pengembangan usaha penduduk ? Kelembagaan (institusi) bisa berkembang baik jikalau ada infrastruktur kelembagaan (institutional infrastructure), ada penataan kelembagaan (institutional arrangements) dan mekanisme kelembagaan (institutional mechanism).
Memperhatikan latar belakang teori di atas, maka kita ingin mendekati analisis kelembagaan dari dua sudut utama ialah lembaga sebagai organisasi dan forum sebagai aturan main sebagaimana tersebut di atas. Berbeda dengan pengembangan kelembagaan dalam bisnis, jual beli dan industri, pengembangan kelembagaan dalam usaha masyarakat cukup sukar mengingat kompleksnya bagian-unsur dalam pengembangannya. Ada faktor ekologi, teknologi, sistem produksi pertanian, pengelolaan hutan, sosial, ekonomi dan politik. Terlepas dari kompleksitas masalah yang ada, kelembagaan dan kebijakan yang berkaitan dengan perjuangan-usaha penduduk tidak terlepas dari sejarah terbentuknya kelembagaan yang relevan dengan unsur penyusun usaha tersebut, utamanya kelembagaan sosial dan politik. Analisis kelembagaan perlu dibedakan dari analisi para pihak (stakeholder analysis) yang final-simpulan ini banyak dibicarakan.
Obyek dan Kajian Kelembagaan
Ketidaksepahaman tersebut dapat diurai, dengan pertama-tama melihat, apa sesungguhnya objek yang menjadi perhatian. Pada hakikatnya, objek ini mengkaji dua hal yang berlawanan dengan dua ungkapan yang satu sama lain tidak konsisten. Dua istilah yang dimaksud yakni ‘kelembagaan’ dan ‘organisasi’, dan dua faktor tersebut adalah ‘faktor kelembagaan’ dan ‘aspek keorganisasian’.
Jika melihat pada desain sosiologi tamat era 19 hingga awal kala 20, para andal menggunakan entry perumpamaan yang berlawanan, tetapi membahas hal yang serupa (lihat contohnya Ralph et al., 1977). Sebagian ahli mendefiniskan kelembagaan yang mencakup aspek organisasi, sebaliknya ada yang memasukkan aspek-faktor kelembagaan dibawah topik organisasi sosial. Sesungguhnya ada dua objek pokok yang berlawanan yang dibicarakan dalam hal ini. Pertama adalah apa yang disebut Koentjaraningrat dengan ‘wujud ideel kebudayaan” atau Colley menyebutnya dengan public mind (Soemardjan dan Soemardi, 1964: 75), atau Gillin dan Gillin menyebutnya dengan cultural; sementara yang kedua adalah “struktur”.
Dalam penelusuran secara kronologis tampakbagaimana kedua objek tersebut yang pada awalnya senantiasa berbaur, kemudian menjadi terpisah (Mitchel, 1968: 172-3). Hal ini disebabkan alasannya sosiolog tersebut hanya mengenal satu kata saja dalam menerangkan fenomena sosial: institution saja atau organization saja. Pada akhirnya, kira-kira mulai tahun 1950-an, terjadi pergantian yang mendasar, dimana istilah institution semakin terkonsentrasi kepada aspek-faktor nilai, norma dan perilaku; sedangkan organization terkonsentrasi kepada struktur. Perhatikan dua definisi berikut antara yang menggunakan social institution dengan Cooley yang menggunakan social organization. Sumner memasukkan faktor struktur ke dalam pemahaman kelembagaan (dalam Soemardjan dan soemardi, 1964: 67): “An institution consist s of a concept (idea, notion, doctrine, interest) and structure. The structure is a framework, or apparatus, or perhaps only a number of functionaries set to-operate in prescribed ways at a certain conjuncture. The structure holds the concepts and furnishes instrumentalis for bringing it into the world of facts and action in a way to serve the interaest of men in society”.
Sebaliknya Cooley dalam buku Social Organization yang terbit tahun 1909, memasukkan objek mental dalam pembahasannya ihwal grup primer. Ia menyatakan (dalam Mitchell, 1968: 173): “…. his view of social organization as the ‘diferentiated unity of mental or social life’….. mind and one’s conception of self are shaped through social interaction, and social organization is nothing more than the shared activities and understanding which social interaction requires”.
Nilai dan norma juga merupakan aspek yang dikaji dalam organisasi sosial oleh Emile Durkheim (dalam Le Suicide yang terbit tahun 1897) Ia menyatakan bahwa: “ …. social integration and individual regulation through consensus about morals and values”. Demikian pula dengan Soekanto yang menyaksikan norma dalam oragnisasi soial. Ia berpendapat bahwa organisasi sosial yakni norma-norma yang diwujudkan dalam hubungan antar manusia (Soekanto, 1999: 218). Jelaslah, apa yang dimaksudnya dengan ‘organisasi sosial’ disini tidak berlawanan dengan apa yang dimaksud dengan social institution oleh Sumner atau Cooley dengan tekanan pada established norm.
Jika dicermati, maka sebenarnya ada dua hal yang menjadi kajian dalam kelembagaan sosial (ataupun organisasi sosial). Menurut Knight (1952: 51): “The term institution has two meanings …. One type … may be said to be created by the ‘inveisible hand’. …….The other type is of course the deliberately made….”. Kelembagaanmemiliki dua bentuk, adalah sesuatu yang dibentuk oleh masyarakat itu sendiri, serta yang tiba dari luar yang sengaja dibentuk. Meskipun ia membedakannya berdasarkan asal terbentuknya, tetapi di sana melekat banyak sekali perbedaan pokok. Apa yang yang berdasarkan Knight terbentuk dengan sendirinya (invisible hand), bagi sosiolog Sumner hal itu mampu dijelaskan denga gamblang, yakni berawal dari folkways yang meningkat menjadi custom, lalu bermetamorfosis mores, dan matang dikala menjadi norm. Sementara, bagi Norman Uphoff, apa yang tiba dari luar ini disebut dengan organisasi.
Pernyataan bahwa kelembagaan (atau organisasi) memiliki dua bentuk, juga dinyatakan oleh Uphoff (1986: 9), bahwa: “Some kinds of institutions have an organizational form with roles and structures, whereas others exist as pervasive influenced on behaviour”. Dua hal yang dimaksudnya disini yaitu organisasi dalam bentuk roles (peran) dan structur, serta sesuatu yang menghipnotis perilaku. Sesuatu yang terakhir ini yakni ‘norma’ yang diturunkan dari ‘nilai’ yang hidup dalam suatu kelompok masyarakat.
Lebih jauh Uphoff menyatakan, bahwa intitusi memiliki dua orientasi, yakni roleoriented dan rule-oriented; tetapi kelembagaan lebih fokus kepada rules. Secara jelas Uphoff mengakui adanya aspek organisasi dalam kelembagaan; tetapi “pengembangan kelembagan” (institutional development) cuma difokuskan terhadap kelembagaan yang mempunyai struktur, serta organisasi yang memiliki potensi untuk dikembangkan.
Selaras dengan itu, Beals (1977: 423-4) yang masuk melalui social organization menyatakan bahwa suatu organisasi dapat dipandang dari sisi struktural dan proses. Melihat secara struktural, adalah bagaimana korelasi atau cara-cara bagaimana anggota diorganisasikan, yang menyangkut posisi masing-masing anggota. Sedangkan secara proses dalam arti berbagai aktifitas atau sikap yang diharapkan dari anggota, yaitu batasan bertingkah yang boleh atau dihentikan.
Sambungannya :