Pemberontakan DI/TII pernah terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Gerakan DI/TII bahwasanya sudah usang ada, yaitu semenjak lahirnya Komite Pembela Kebenaran PSII selaku balasan dr perpecahan yg terdapat dlm Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Perpecahan itu membuat Kartosuwiryo mendirikan perguruan Suffah yg ada pada masa pendudukan Jepang dikembangkan menjadi sentra latihan kemiliteran bagi perjaka-cowok Islam, utamanya Hizbullah & Sabilillah. Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) ialah suatu gerakan yg menghendaki berdirinya suatu negara Islam Indonesia. Pemberontakan DI/TII bermula di Jawa Barat, kemudian menyebar ke tempat-tempat lain, mirip Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, & Kalimantan Selatan.
Berikut ini akan dijelaskan latar belakang & proses pemberontakan DI/TII di beberapa kawasan.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo (S.M. Kartosuwiryo). Pada zaman pergerakan nasional, Kartosuwiryo merupakan tokoh pergerakan Islam Indonesia yg cukup disegani. Selama pemerintahan Jepang, Kartosuwiryo menjadi anggota Masyumi. Bahkan, ia terpilih sebagai Komisaris Jawa Barat merangkap Sekretaris I. Dalam kehidupannya, Kartosuwiryo mempunyai impian untuk mendirikan Negara Islam Indonesia. Untuk memujudkan cita-citanya, Kartosuwiryo mendirikan sebuah pesantren di Malangbong Garut, yakni Pesantren Sufah. Pesantren Sufah selain menjadi tempat belajar keagamaan pula dijadikan selaku tempat latihan kemiliteran Hizbullah & Sabillah. Dengan pengaruhnya, Kartosuwiryo sukses mengumpulkan banyak pengikut yg kemudian dijadikan sebagai pecahan dr pasukan Tentara Islam Indonesia (TII). Dengan demikian, kedudukan Kartosuwiryo semakin berpengaruh.
Pada bulan Februari diselenggarakan sebuah pertemuan di Casayong, Jawa Barat. Dalam konferensi itu diputuskan untuk mengubah ideologi Islam dr partai menjadi Negara. Masyumi Jawa Barat dibekukan & sebagai gantinya diangkat Kartosuwiryo selaku imam bagi umat Islam Jawa Barat. Untuk menyempurnakan keputusan itu, maka dibentuklah Tentara Islam Indonesia (TII) & selaku puncaknya pada tanggal 7 Agustus 1949 diadakan Proklamasi pendirian Negara Islam Indonesia (NII).
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah & Mahfu’dz Abdurachman (Kyai Somalangu). Amir Fatah ialah seorang komandan laskar Hizbullah di Tulangan, Sidoarji, & Mojokerto. Setelah mendapat pengikut, Amir Fatah kemudian memproklamasikan diri untuk bergabung dgn DI/TII pada tanggal 23 Agustus 1949 di Desa Pengarasan, Tegal. Amir Fatah Kemudian diangkat selaku Komandan Pertempuran Jawa Tengah dgn pangkat Mayor Jenderal Tentara Islam Indonesia.
Selain itu, di Kebumen muncul pemberontakan DI/TII yg dilancarkan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) yg dipimpin oleh Kyai Somalangu. Kedua gerakan ini bergabung dgn DI/TII Jawa Barat, pimpinan Kartosiwiryo. Pemberontakan di Jawa Tengah ini menjadi semakin kuat setelah Batalion 624 pada Desember 1951 membelot & memadukan diri dgn DI/TII di kawasan Kudus & Magelang.
Untuk mengatasi pemberontakan-pemberontakan tersebut, Pemerintahan RI membentuk pasukan khusus yg disebut dgn Banteng Raiders. Pasukan Raiders ini melaksanakan serangkaian operasi kilat penumpasan DI/TII, yaitu Operasi Gerakan Banteng Negara (OGBN) di bawah pimpinan Letkol Sarbini, kemudian diganti oleh Letnan Kolonel M. Bachrun, & selanjutnya dipegang oleh Letkol A. Yani. Berkas operasi tersebut, pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah mampu ditumpas pada 1954. Adapun yg menanggulangi pembelotan Batalion 624, pemerintah melancarkan Operasi Merdeka Timur yg dipimpin oleh Letnan Kolonel Soeharto.
Pemberontakan DI/TII di Aceh
Pada tanggal 20 September 1953 terjadi proklamasi bahwa Aceh merupakan bagian dr Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Pernyataan itu diberikan oleh Daud Beureueh setelah dikecewakan pimpinan Republik Indonesia yg menghapuskan status Aceh selaku Daerah spesial. Daud Beureueh yg menjabat sebagai ketua PUSA (Persatuan Ulama Seluruh Aceh) serta bekas Gubernur Militer Daerah Istimewa Aceh di masa Revolusi menjadi banyak yg mendukung gagasannya.
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan
Pernyataan sebagai serpihan dr NII pimpinan Kartosuwiryo pula terjadi di Kalimantan Selatan pada bulan Oktober 1950. Ibnu Hajar alias Haderi bin Umar alias Angli yakni bekas Letnan Dua TNI yg bareng anggota kesatuannya melaksanakan desersi & menyatakan bergabung dgn gerakan Kartosuwiryo. Bahkan Ibnu Hajar diangkat menjadi Menteri Negara oleh Kartosuwiryo.
Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan
Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan pula melaksanakan hal yg sama sesudah dikecewakan oleh Pimpinan RI. Sebagai ketua Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) yg beranggotakan sekitar 15.000 gerilyawan menuntut pemerintah biar semua anggotanya diangkat menjadi prajurit pemerintah, Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), dgn nama Brigade Hasanuddin. Tuntutan ditolak, karena keanggotaan APRIS lewat seleksi. Penolakan itu mengecawakan, sebab yg lolos seleksi justru Andi Aziz & anak buahnya yg bekas serdadu KNIL. Kekecawaan memuncak tatkala Letkol Warouw diangkat sebagai komandan Korps Cadangan Tentara Nasional (CTN), sehingga Kahar Muzakkar melarikan diri ke hutan & memproklamasikan diri sebagai kepingan dr NII pimpinan Kartosuwiryo.
Gerakan DI/TII dengan-cara sedikit demi sedikit mampu dipadamkan. Operasi militer yg paling lama ialah pengkapan Kartosuwiryo yg baru memperoleh hasil pada tanggal 14 Agustus 1962. Melalui pengadilan Mahkamah Angkatan Darat, Kartusowiryo dijatuhi hukuman mati.
Sekian uraian tentang Pemberontakan DI/TII di Berbagai Daerah, gampang-mudahan berfaedah.