1. Silariang
Pada dasarnya perkawinan silariang merupakan kehendak berdua laki-laki dan wanita. Namun demikian persoalannya tetap menjadikan siri bagi pihak tomasiri yang selalu mempunyai kewajiban menurut prosedur adat membunuh tau sala.
Selama belum melaksanakan maddeceng yaitu perdamaian belum tercapai selaku balasan larinya gadis bersama seorang pemuda pujaannya. Hal ini dipandang sebagai tantangan dan penghinaan kepada kehormatan pihak keluarga wanita tersebut, namun sebenarnya perginya seorang gadis bareng pria pujaan atas dasar hasratberdua, tetapi pihak perjaka tetaplah dipersalahkan sehingga disebut selaku pihak tau sala (Natsir Said, 1962:118).
Bahwa pihak To masiri memiliki keharusan untuk balas dendam,
ialah dengan jalan membunuh laki-laki tersebut untuk mampu mengembalikan atau memulihkan kembali harga dirinya atau kehormatannya dalam masyarakat. Dan bila To masiri” tidak berbuat sesuatu atas kejadian yang menimpa dirinya atau keluarganya atau diam seribu bahasa maka dianggap orang yang tak memiliki harga diri atau kehormatan disebut To de sirina’, walaupun dikenali bahwa perginya seorang gadis yakni atas dasar janji berdua.
Sebagai tindakan akibat yang ialah kewajiban untuk membunuh To sala dengan maksud untuk menegakkan kembali harga dirinya atau kehormatan adalah semenjak gadis itu meninggalkan rumahnya pergi bareng laik-laki yang dicintainya sampai diadakannya perdamaian, tetapi keharusan untuk membunuh pihak To masiri” terhadap To sala” dalam kondisi terdesak cukup membuang tutup kepala atau apa saja yang dipakainya baik baju ataupun sarungnya, kemudian masuk pekarangan rumah kepala budpekerti, maka pada ketika itupula toma siri tidak berhak membunuh tau sala.
Pada dasarnya sumbangan diri dari To sala oleh kepala etika di mana To sala mendapat hak untuk tidak dihukum atau dibunuh oleh To masiri dan perkaranya akan teratasi sehabis diberikan hukuman atau eksekusi dan raja atau kepala etika, maka pulihlah siri bagi keluarga gadis yang dipermalukan.
Dapat dikemukakan bahwa segala tindakan yang dapat mengakibatkan ketersinggungan terhadap harkat dan martabat manusia merasa terhina maka hal itu dinamakan siri, dengan siri inilah sehingga untuk mempertahankan dan mempertahankannya mendorong manusia untuk bertindak secara rasional maupun secara irasional.
2. Rilariang
Sesuai kenyataan yang sering terjadi dalam hidup dan kehidupan penduduk Suku Bugis ihwal perkawinan, maka kawin rilariang mempunyai kemiripan dengan kawin silariang. Hal ini mampu dilihat dari sisi balasan yang ditimbulkannya adalah keduanya mengakibatkan siri bagi pihak keluarga selaku pihak yang terkena siri atau selaku pihak toma siri maka menurut hukum budpekerti berkewajiban untuk menegakkan kembali harga dirinya. Sedangkan perbedaannya, adalah kawin silariang merupakan kehendak bersama antara pria dan wanita. Sedangkan kawin rilariang yakni berlawanan dengan kehendak gadis atau wanita yang dibawa lari tersebut.
Ter Haar yang dikutip oleh (Andi Muin, 1990:164) silariang adalah kerap kali lari dengan seorang wanita atau seorang laki-laki yang sudah ditunangkan atau dikawinkan dengan orang lain, kerap kali juga menenteng lari perempuan dengan cara paksa.
(Bertling, 1994:37), membedakan kawin silariang dengan kawin rilariang. Kawin silariang yaitu larinya seorang gadis dengan perjaka atas dasar kehendak bareng , sedangkan rilariang ialah larinya gadis atas dasar paksaan dan cowok ataukah bertentangan dengan hasratgadis.
Dapat dikemukakan bahwa pengertian kawin lari yang diistilahkan dengan rilariang adalah suatu perkawinan yang terjadi setelah seorang pria melarikan seorang wanita yang bertunangan atau kawin dengan cara paksa atau bertentangan dengan kehendak atau tidak disetujui antara kedua belah pihak, baik perempuan maupun pihak pria.
Lebih lanjut, dikemukakan Bertling tentang alasannya adalah-sebab terjadinya
kawin rilariang:
- Bilamana pihak laki-laki atau perjaka telah datang melamar tetapi ditolak dengan alasan perbedaan dan mas kawin yang terlalu tinggi atau kemungkinan perempuan itu telah dipertunangkan dengan cowok lain.
- Biasanya terjadi penghinaan pribadi kepada pihak laki-laki yang dianggapnya selaku siri sehingga bagi pria merasa dirinya malu di hadapan orang atau masyarakat.
3. Erangkale
Kawin erangkale yaitu berasal dari kata Erang artinya bawa dan Kale memiliki arti diri. Jadi erang kale memiliki arti jika gadis itu membawa dirinya kerumah pemuda, sehingga mengakibatkan siri bagi keluarganya. (Natsir Said, 1992: 33)
Jika dilihat dan tata bahasanya, ialah erangkale terjadi dari suku kata yakni erang artinya bawa dan kale artinya diri. Jadi erangkale yakni menjinjing diri. Oleh Chabot, menterjemahkan erangkale juga menenteng diri (Bertling, 1994: 23).
Berdasarkan pengertian di atas maka penulis mampu memperlihatkan pemahaman bahwa kawin erangkale ialah perkawinan yang dilangsungkan sehabis gadis dengan kemauannya sendiri menenteng dirinya ke daerah kediaman perjaka atau laki-laki yang dicintainya.
Sebab terjadinya erangkale yaitu:
- Terjadinya korelasi cinta dengan seorang pemuda di mana seorang gadis atau wanita mendengar kabar perjaka itu akan kawin dengan gadis lain, maka sebelum terjadinya ijab kabul maka gadis pergi menenteng diri ke rumah kepala akhlak atau imam, untuk menyampaikan bahwa beliau mesti dikawinkan dengan cowok pujaannya. Walaupun bantu-membantu pemuda itu tidak bertanggung jawab.
- Biasanya satu pesta perkawinan atau kawasan hingar bingar, dimana seorang gadis merasa dipermalukan (ripakasiri) oleh seorang cowok maka umumnya terjadi erangkale.
- Seorang perempuan adalah sudah diketahui berpecahan dengan seorang perjaka atau pria yang telah dibicarakan di lingkungannya, sehingga perempuan merasa aib atas dirinya maka terjadi erangkale (Bertling, 1994:33).
Pada dasarnya balasan yang ditimbulkan erangkale hampir sama dengan kawin silariang atau rilariang, yakni adanya dua pihak yang bertentangan yaitu pihak taumasiri, yang mempunyai kewajiban membunuh pihak tau sala dengan maksud untuk mempertahankan harga diri atau kehormatan sampai dikala maddeceng (berdamai).
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa erangkale timbul karena adanya perasaan siri dari pihak gadis atau wanita dan erangkale
ini dilakukan oleh seorang gadis atas kemauan sendiri.
Itulah tiga istilah yang dapat kami share untuk mengetahui pemahaman kawin lari khususnya dalam masyarakat suku bugis.