close

Mengobati Penyakit Kerinduan

Tak bisa disangkal manusia akan selalu bersinggungan dengan cinta. Sementara kecintaan menunjukkan buah kerinduan. Orang yang mencinta akan rindu kepada orang yang dicintainya.
Kerinduan terhadap kekasih, kadang kala membekaskan murung. Ingin bertemu dan berdekatan dengan sang kekasih. Air mata tak jarang menetes alasannya terbakar oleh kerinduan di hati. Sebagian orang bahkan sampai menjadi gila karena rindunya pada orang yang dicintainya.
Kerinduan (Al’isq), ialah sebuah kesengsaraan. Penyakit yang membekaskan kekurangan di hati. Lantas apakah obat untuk menangani penyakit yang menggerogoti jiwa ini???
Allah mengisahkan penyakit ini dalam Al Qur’an tentang dua tipe insan. Pertama, wanita dan kedua, kaum homoseks yang cinta terhadap mardan (anak laki-laki yang rupawan). 
Allah mengisahkan bagaimana penyakit ini telah menyerang istri Al Aziz (gubernur Mesir) yang mengasihi Nabi Yusuf, dan menimpa kaum Luth. Allah mengisahkan kehadiran para malaikat ke negeri Luth.
وَجَاءَ أَهْلُ الْمَدِينَةِ يَسْتَبْشِرُونَ(67)قَالَ إِنَّ هَؤُلَاءِ ضَيْفِي فَلَا تَفْضَحُونِ(68)وَاتَّقُوا اللَّهَ وَلَا تُخْزُونِ(69)قَالُوا أَوَلَمْ نَنْهَكَ عَنِ الْعَالَمِينَ(70)قَالَ هَؤُلَاءِ بَنَاتِي إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِينَ(71)لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ(72)
Dan datanglah masyarakatkota itu (ke tempat tinggal Luth) dengan gembira (karena) kedatangan tamu-tamu itu. Luth berkata, “Sesungguhnya mereka yakni tamuku; maka janganlah kamu memberi malu (kepadaku), dan bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu membuat aku terhina.” Mereka berkata, “Dan bukankah kami telah melarangmu dari (melindungi) manusia?” Luth berkata, “Inilah puteri-puteri (negeri) ku (kawinlah dengan mereka), kalau kau hendak berbuat (secara yang halal).” (Allah berfirman), “Demi umurmu (Muhammad), bekerjsama mereka terombang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan).” [Al Hijr : 67-72]
Cinta yang mendalam melahirkan kerinduan pada diri seseorang. Rindu yaitu salah satu penyakit hati, suatu “rasa” sakit yang sungguh berlainan dengan penyakit-penyakit yang lain, baik cara pengobatannya maupun penyebabnya. Paramedis tidak akan mampu mengobati penyakit asmara ini, alasannya asmara adalah penyakit dari dimensi lain dan hanya hinggap di hati manusia-insan yang diharu biru oleh asmara. Allah Azza wa Jalla menandaskan dua tipen insan dalam hal penyakit asmara (cinta) ini adalah, pegiat asmara dari golongan komunitas wanita dan pecinta dari para perjaka tampan. 
Gejolak rindu akan terobati jikalau sang perindu bertemu dengan kekasih hatinya. Seorang perindu sejati akan rela berkorban apa saja demi sang pujaan hati. Banyak tentang tafsir dan interpretasi dari para berilmu cendikia tentang kerinduan ini, dimana satu sama lain saling mengklaim kebenaran tafsirnya. Dalam hal ini kami Ibnu-Qayyim al-Jauziyah- berkeyakinan bahwa ialah Sunnatullah yang disematkan kepada setiap mahluk-Nya adalah rasa saling kepincut dan keinginan ingin mempunyai sesuatu yang dicintainya, berikut rasa ingin membangun kebersamaan dan keserasian antar sesama manusia dan mahluk yang lain. 
Pertalian itu biasanya didasari oleh semangat kesamaan, kecocokan dan kesetaraan, baik yang berdimensi jenis (bagian), habitat maupun stereotip kehidupan. Misalnya pria yang normal tentu akan tertarik dengan dengan perempuan yang elok, begitu juga yang terjadi dengan habitat hewan. Sebaliknya, rasa tidak tertarik dipicu oleh tidak adanya kesamaan, kecocokan, dan tidak adanya keselarasan. 
Itulah karena utama dari pupusnya nilai-nilai cinta pada diri setiap mahluk-Nya. Bila kita mau menafakuru kejadian alam, maka putaran sinar galaksi pada tata surya ini terjadi sejalan dengan unsur keseimbangan antara poros atas dan poros bawah, satu sama lain tidak bertabrakan sebab bagian tersebut. Demikian pula kalau kita mencermati fenomena alam, maka kita akan melihat air mengalir ke dataran yang lebih rendah, api menjalar ke angkasa, dan manusia mempunyai rasa cinta kepada sesuatu yang disukainya. Semua itu mengalir sejalan dengan Sunnatullah (putaran kehidupan). 
Ada banyak ragam asmara (ihwal cinta) dalam kehidupan insan, namun cinta yang paling utama dan termulia yaitu cinta cuma terhadap , demi dan untuk Allah Swt. Yaitu menyayangi segenap apa yang dicintai oleh Allah Swt, dan senantiasa menumbuhkan dan meningkatkan rasa cinta terhadap Allah dan Rasul-Nya dalam hati dengan lapang dada dan sepenuh jiwa. Di antara wacana cinta, ada cinta yang menurut kesamaan persepsi hidup, ideologi, dan jalan kehidupan. Kesamaan agama, mahzab, visi dan misi, kedekatan dan kekerabatan, kepentingan bisnis, ketertarikan akan keelokan dan ketampanan. 
Demikian pula ada cinta yang berdasarkankesamaan visi dan misi untuk menggapai kepentingan pragmatis, baik berdimensi jabatan, keuntungan materi, posisi, kebutuhan akan pengetahuan dan pengalaman, serta obsesi yang hendak diraih. 
Wacana cinta (ragam asmara) seperti tersebut diatas disebut cinta pragmatis, alasannya adalah lahirnya cinta cuma karena kepentingan dan gapaian tertentu. Cinta seperti itu akan pudar sejalan dengan terpenuhinya kepentingan pragmatis sang pecinta. Adapula cinta yang tidak menurut kepentingan pragmatisme, namun lahir dari keinginan yang berpengaruh untuk mencintai, adalah sebuah jalinan cinta yang suci dan higienis dari “noda” pamrih, dan sebuah cinta yang fitri antara sang pecinta dan kekasihnya. Gelora cinta mirip itulah yang lahir dari ruh-ruh suci, sehingga cinta abadi tidak akan pudar oleh mega godaan dan rintangan yang menghalanginya. Pada diri sang pecinta (perindu) mirip itu maka tidak ada sedikitpun ruang dalam syakilah hatinya kecuali sang pujaan hati, sehingga sang pegiat asmara diharu-biru cintanya dan tidak jarang didera oleh cintanya yang tak bertepi. 
Jika cinta lahir dari jalinan dua hati dan ruh, lantas bagaimana dengan cinta yang muncul dari satu arah? Sedangkan realita menandakan bahwa banyak Ritus” cinta yang lahir justru hanya dari satu pihak, dan cinta yang lahir dari dua arah justru banyak berpijak pada nafsu dan harapan yang pragmatis, merespon realita tersebut maka yang harus diingat ialah bahwa nuansa percintaan itu tidak akan lepas dari tiga hal : 
Alasan bercinta. Kebanyakan orang sering terjebak pada gelora cinta yang semu dan sama sekali tidak mengerti hakikat cinta itu sendiri. Hal yang paling esensial dalam bercinta yaitu mengerti “kesejatiannya” bukan penampilan lahirnya, ketulusan, kejujuran dan kesucian- dalam bercinta lebih utama dibandingkan dengan kepura-puraan, kehipikritan, dan tampilan-penampilan yang mendustai.
hambatan yang merintangi percintaan. Hal itu baik yang terkait dengan etika dan estetika serta perilaku sang pecinta. Rendahnya moralitas dan kejelekan laris si pecinta akan membuat sang kekasih luntur cintanya, atau bahkan memutuskan cintanya. 
kendala (malu) yang lahir dari dari sang kekasih itu sendiri. Dengan kelemahan (aiban) itu, maka akhirnya sang pecinta menjadi tidak simpatik dan cintanya akan luntur.
Seorang pecinta sejati akan menerima dengan penuh ketulusan atas segala kekurangan kekasihnya, bersedia mengorbankan semuanya demi sang kekasih, dan tanpa ada pamrih yang terselubung. Pengorbanan dan pengabdiannya penuh dengan ketulusan dan dikerjakan oleh kedua belah pihak yang salng mencintai. Itulah sejatinya yang disebut dengan cinta yang hakiki. 
Akan tetapi, semudah itukah merealisasikan cinta yang sejati? Sejarah memaparkan bahwa jikalau tidak ada rasa arogan atau arogan, serta nafsu untuk berkuasa dan dimuliakan yang bergolak di dada para kafir, niscaya Rasulullah Saw akan menjadi insan yang paling mereka cintai melampaui cinta mereka kepada diri, keluarga, dan hartanya. Selama rasa arogan dan arogan serta nafsu ingin berkuasa dan dihormati masih bersemayam di dada umat Muhammad Saw, pasti mereka masih lebih menyayangi diri mereka sendiri daripada mencintai Rasul-Nya. 
Para mahir hikmah menandaskan bahwa gelora asmara adalah penyakit, seperti hal-hal penyakit yang lain yang menggerogoti hati manusia, sehingga asmara mampu diobati. Ada banyak terapi (isyarat ) pengobatan guna menangani penyakit asmara ini. Jika sang pecinta itu orang yang rajin mentradisikan nilai-nilai aliran agama, maka ada terapi syari’at yang diajarkan oleh Rasulullah Saw untuk menyudahi “geliat” asmara, keliaran rindu, dan cintanya. 
Jika terdapat kesempatan bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ *
Hai sekalian pemuda, barangsiapa yang bisa untuk menikah, maka hendaklah ia menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada tindakan zina).
Hadis ini menawarkan dua penyelesaian, utama, dan pengganti. 
Solusi pertama yakni menikah. Jika penyelesaian ini dapat dijalankan, maka dihentikan mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ*
Aku tidak pernah menyaksikan ada dua orang yang saling menyayangi selain melalui jalur akad nikah.
Inilah tujuan dan ajuan Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firmanNya.
,
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا
Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan insan dijadikan bersifat lemah. [An Nisa : 28].
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa kodrat insan yaitu lemah, terutama lemah dalam mendidik nafsu syahwatnya. Mencegah hawa nafsu syahwat bukanlah pekerjaan ringan. namun ialah pekerjaan yang super-super berat. Karena Allah Swt merenggangkan beban para hamba-Nya dengan menghalalkan bagi para lelaki untuk memperistri satu,dua,tiga, dan empat dari perempuan-perempuan yang tepat dengan pilihan mereka. Bahkan untuk meringankan beban itu, Allah juga memperbolehkan menikahi para hamba sahaya, dan para janda. Jika hal tersebut memang demi penyelesaian kerapuhan dalam menahan hawa nafsu syahwatnya, maka harus dikerjakan sesuai pemikiran syariat secara benar. 
Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikan kepada hambaNya. Dan Allah mengenali kelemahan manusia dalam menahan syahwatnya, sehingga memperbolehkan menikahi para wanita yang bagus-baik dua, tiga ataupun empat. Sebagaimana Allah memperbolehkan mendatangi budak-budak wanita mereka. Sampai-hingga Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak perempuan bila mereka membutuhkannya sebagai peredam syahwat. Demikianlah dispensasi dan rahmatNya terhadap makluk yang lemah ini.. 
Jika terapi pertama tidak mampu dikerjakan akhir tertutupnya potensi menuju orang yang dikasihinya alasannya ketentuan syar’i dan takdir, maka penyakit ini mampu semakin ganas. Adapun terapinya mesti dengan meyakinkan pada dirinya, bahwa apa-apa yang diimpikannya tidak mungkin terjadi. Lebih baik baginya untuk secepatnya melupakannya. Jiwa yang telah memutus impian untuk mendapatkan sesuatu, pasti akan tenang dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum terlalaikan, dapat menghipnotis keadaan jiwanya hingga makin menyimpang jauh. 
Dalam keadaan seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain. Yaitu dengan mengajak akalnya berfikir, bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang tidak mungkin dijangkaunya itu mirip tindakan abnormal. Ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya tergolong ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?
Apabila kemungkinan untuk menerima apa yang dicintainya terhalang alasannya larangan syariat, maka terapinya ialah dengan mengangap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keamanan yaitu dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia mesti merasa bahwa pintu ke arah yang diingininya tertutup, dan tidak mungkin tercapai.
Para hebat pesan tersirat menandaskan bahwa terapi secara syariat adalah trapi primer, sedangkan trapi non-syariat yaitu trapi skunder. hal yang paling esensial dalam trapi skunder ialah dengan trapi psikologis. Jika seseorang tidak mampu mengobati dirinya dengan trapi syariat (puasa dan nikah), maka dia dapat menyembuhkan penyakit asmara (rindu) dan cintanya dengan trapi psikologis. 
Berdoa
alasannya doa bisa mengganti takdir. Merendahkan diri terhadap Allah, secara nrimo menyerahkan diri terhadap-Nya, nrimo, dan memohon terhadap-Nya dengan segala kerendahan agar disembuhkan dari penyakit.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selam tidak mengandung dosa dan menetapkan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: 
[1] Allah akan secepatnya mengabulkan do’anya, 
[2] Allah akan menyimpannya baginya di darul baka kelak, dan 
[3] Allah akan menghindarkan darinya keburukan yang semisal.” Para teman lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allahu akbar (Allah Maha besar).”
Ketika seseorang berada dalam kesempitan dan beliau rajin dalam berdo’a, mencicipi kebutuhannya pada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan do’anya. Termasuk di antaranya apabila seseorang memohon pada Allah agar dilepaskan dari penyakit rindu dan kasmaran yang terasa mengoyak-ngoyak hatinya. Penyakit yang menjadikan dirinya bingung gulana, duka dan sengsara. Oleh sebab itu, perbanyaklah do’a.
Banyak berpikir dan berdzikir
Berpikir dan merenungi bahwa ini yaitu penyakit. Berdzikir supaya menguatkan hati dan menenangkan jiwa
Allah berfirman,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berzikir (mengenang) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengenang Allah hati menjadi tenteram” [Ar-Ra’du:28]
Menyibukkan diri dengan hal-hal yang berfaedah
Kita telah tahu alasannya adalah mabuk cinta ialah karena aktivitas hati yang kosong. Hatinya akan dipenuhi bayang-bayang kekasihnya. Bayang-bayang itu akan memudar kemudian pecah bareng kesibukan ketaatan yang berujung dengan melupakannya.
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata:
وَنَفْسُكَ إِنْ أَشْغَلَتْهَا بِالحَقِّ وَإِلاَّ اشْتَغَلَتْكَ بِالبَاطِلِ
 
“Jika dirimu tidak disibukkan dengan hal-hal yang baik, pasti akan disibukkan dengan hal-hal yang batil” [Al Jawabul Kaafi hal 156, Darul Ma’rifah, cetakan pertama, Asy-Syamilah].
Senantiasa menghadiri majelis ilmu, duduk bareng orang-orang zuhud dan mendengar cerita-cerita orang shalih.
Majelis ilmu yakni daerah me-recharge akidah sesudah baterainya habis termakan oleh buaian berbuah tak konkret. Kumpulan orang-orang yang sholih yakni daerah istirahatnya hati dari kesibukan menangkal fitnah dan makar dunia.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di satu rumah Allah, mereka membacakan kitabullah dan mempelajarinya, kecuali turun kepada mereka ketenangan, dan rahmat menyelimuti mereka, para malaikat mengelilingi mereka dan Allah memuji mereka di hadapan makhluk yang ada didekatnya”. [HR. Muslim nomor 6793]
Menengok orang sakit, mengiringi mayit, menziarahi kubur, melihat orang mati, berpikir wacana ajal dan kehidupan setelahnya.
Kelezatan dunia yang semu mampu remuk redam dengan meningat kematian, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengenang penghancur kelezatan, yakni kematian” (HR. Imam Empat kecuali Abu Daud)
Selalu konsisten menjaga sholat dengan tepat, menjaga kewajiban-kewajiban sholat, baik berupa kekhusyukan dan kesempurnaannya secara lahir dan bathin.
Jika sholat kita memang benar, maka akn menghalangi seluruhnya, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (tindakan-tindakan) keji dan mungkar” [Al-Ankabut: 45]
Membayangkan akan ditinggal pergi orang yang dicintainya, mampu jadi ditinggal mati atau ditinggal pergi tanpa alasannya adalah atau ditinggal alasannya telah jemu dan jenuh.
Karena semua yang ada di dunia akan musnah, Allah ‘Azza wa jallaberfirman,
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” [Ar-Rahman: 26]
Merenungi akhir perbuatannya dan kondisi jelek para peminum khamr asmara
Hal ini bisa didapat dengan membaca dan menoleh kebelakang dengan berkaca kepada sejarah. orang-orang yang hendak hina dunia dan akhirat alasannya cinta. Qobil yang membunuh habil, Abdurrahman bin Muljam yang membunuh Ali bin Abi Thalib radhiallhu ‘anhu, terbunuhnya unta nabi Shalih ‘alahi ssalam. Semua karena al-’isyq terhadap wanita
Bersabar, alasannya adalah perjuangan melepas belenggu al-’isyq sungguh menuntut keteguhan.
Jika bersabar dengan sebenar-benarnya akan menerima pahala yang tak terkira, Allah ‘Azza wa jalla berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
 
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabar sajalah yang akan dipenuhi ganjaran mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar: 10)
Yakin bahwa Allah akan memberi ganti lebih baik
Salah satu kegalauan yaitu apakah beliau bisa dapat yang mirip ini kelak. benih cinta ini yang sulit semai. Tebing asmara ini yang telah susah payah didaki. Lika-liku kasih yang berat dilewati. Istana sayang yang dibangun  bersama. Apaka itu semua akan ditinggal dan roboh begitu saja?. Jawabannya ialah, Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Istana itu dibangun diatas pondasi kemaksiatan kepada Allah. Tampak megah dan tegar tapi hakikatnya lemah tak bertumpu bagai tiang penyangga yang bersandar kepada temboknya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
نَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya bila engkau meninggalkan sesuatu alasannya adalah Allah, pasti Allah akan memberi ganti padamu dengan yang lebih baik bagimu.” (HR. Ahmad 5/363. Syaikh Syu’malu Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)
Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq