Memanfaatkan Sya’ban Agar Ramadhan Tak Ngos-Ngosan

Disebut Sya’aban, alasannya adalah sya’ban yg berasal dr kata syi’ab mampu dimaknai sebagai jalan setapak menuju puncak. Artinya bulan sya’ban adalah bulan antisipasi yg disediakan oleh Allah swt pada hambanya untuk menapaki & menjelajahi keimanannya sebagai antisipasi menghadapi puncak yakni Ramadhan.

Allah berfirman dlm Quran surat Yunus 63-64:

“(Yaitu) orang-orang yg beriman & mereka selalu bertakwa. Bagi mereka isu bangga di dlm kehidupan di dunia & (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat (komitmen-janji) Allah. Yang demikian itu ialah kemenangan yg besar.”

Sya’ban adalah bulan kedelapan dlm penanggalan Hijriyah. Secara bahasa kata “Sya’ban” mempunyai arti “berkelompok”. Nama ini diadaptasi dgn tradisi bangsa Arab yg berkelompok mencari nafkah pada bulan itu.

Sya’ban tergolong bulan yg dimuliakan oleh Rasulullah Saw. selain bulan yg empat, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, & Rajab.

Mumpung masih ada waktu, mumpung ada bulan Sya’ban yg sarat dgn spesialisasi & keutamaan.

Meniti perjalanan menuju puncak bukanlah hal yg gampang. Minimal memerlukan antisipasi-antisipasi yg seringkali sangat melelahkan & menyedot energi. Ingatlah pekerjaan mendaki gunung yg mengharuskan aneka macam macam persiapan fisik mirip lari minimal seminggu sebelumnya & persiapan materi mirip tas gunung, P3K, sepatu gunung & yang lain. Begitu pula meniti puncak di bulan Sya’ban pastinya pendakian itu mengharuskan keseriusan hati & niat yg suci sebab mendaki yaitu usaha menuju yg lebih tinggi yg mesti dilalui dgn sedikit sukar & payah. Kepayahan itu akan terasa tatkala kita memilih berpuasa di bulan Sya’ban selaku bentuk pendakian menuju puncak.

Agar awal Ramadhan tak ngos-ngosan, maka melatih diri dgn puasa mampu dimulai bulan Sya’ban. Puasa sunnah Senin Kamis atau Ayyamul Bidh.

Pendakian menuju puncak di bulan Sya’ban ini pula mampu dilakukan dgn cara banyak beristigfar & meminta ampun atas segala dosa yang  sudah kita kerjakan di bulan-bulan sebelumnya. Baik dosa yg kita kerjakan dlm bentuk langkah-langkah & kelakuan yg aktual maupun dosa yg adanya di dlm hati & tak kasatmata, & justru dosa terakhir inilah yg kadang kala lebih menumpuk dibandingkan dosa kelakukan. Ujub, sum’ah, takabbur & lain sebagainya.

Coba kita dalami an-Nahl ayat 78:

“Dan Allah mengeluarkan ananda dr perut ibumu dlm kondisi tak mengetahui sesuatupun, & ia memberi ananda telinga, pandangan & hati, agar bersyukur.”

Bukankah ayat tersebut seolah mengharuskan manusia agar selalu insyaf & sadar bekerjsama berbagai kedudukan kita di dunia ini, jabatan, kekuatan, kekayaan, kegagahan, kepandaian & semuanya yaitu bantuan Allah Swt & manusia pada mulanya tak mengetahui sesuatu apa.

Jika tebersit dlm hati kita sebagai insan akan kepamilikan & keakuan, sadarlah bahwa itu yakni sebuah kesalahan & dosa. Apalagi jikalau perasaan itu dibarengi dgn kesengajaan menafikan Allah Swt. maka segeralah bertaubat. Allah sendiri mengancam orang-orang mirip ini dlm surat Thaha ayat 124:

“Dan barangsiapa berpaling dr peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yg sempit, & Kami akan menghimpunkannya pada hari akhir zaman dlm keadaan buta.”

Wajiblah setiap insan itu selalu bersujud & berbakti pada Allah Swt. setiap dikala, setiap waktu, makin berpangkat, semakin bakir, semakin kaya, kian berada, maka sujudnya mesti semakin dlm & sarat makna. Semakin kaya harta sebaiknya kian kaya amaliyah.

Di bulan Sya’ban yg sarat fadhilah ini, kita mendaki bareng dgn menjalankan berbagai amal shaleh & meminta magfirah-Nya, sehingga kita akan hingga di puncak nanti selaku insan yg siap menjalankan keinsaniyahannya di depan Sang Khalik. Melatih diri untuk antisipasi Ramadhan dgn memanfaatkan bulan Sya’ban. [Paramuda/Wargamasyarakat]

  Contoh Proposal Aktivitas Pesantren Kilat Ramadhan 1443 Hijriah Di Sekolah Tinggal Edit