close

Masjid Jami Batu Ampar Sumenep

Peninggalan Cucu Sunan Kudus

Islam & masjid ialah dua hal yg tak terpisahkan. Masjid yakni sentral kegiatan kaum muslimin dlm hubungannya dgn Allah dengan-cara vertikal maupun dgn penduduk .

Bila kita membuka lembaran sejarah, penyiaran Islam tak lepas dr tugas masjid selaku sentral acara. Misalnya, tatkala Nabi Muhammad saw. datang di Madinah dikala berhijrah maka yg pertama kali ia bangkit ialah Masjid Nabawi. Demikian juga, penyiaran Islam di Jawa oleh Wali Songo, masjid tetap merupakan hal penting yg tak dapat diabaikan. Sampai kita pula mampu menyaksikan bukti-bukti sejarah itu. Misalnya, Masjid Sunan Ampel di Surabaya atau Masjid Agung Demak yg terkenal dgn sokotatalnya itu.

Dalam buku Sejarah Madura Selayang Pandang yg di tulis oleh Dr. Abdurrahman (mantan Bupati Sumenep [1963-1974]) menerangkan bahwa Islam di Madura disiarkan oleh Sunan Giri. Dalam buku itu tak dijelaskan lebih lanjut kapan & di mana Sunan Giri menyiarkan Islam di “Pulau Garam” itu.

Pada penggalan lain dikisahkan pula bahwa di Sumenep, Islam disebarkan oleh salah seorang pangeran yg berasal-undangan dr Sunan Kudus. Konon, Pangeran Katandur—demikian nama pangeran itu– yakni seorang ahli pertanian. Dari Pangeran Katandur inilah lahir Bindara Saot yg lalu menjadi Raja Sumenep yg ke-30 (memerintah dr tahun 1750-1762 M).

Menurut R.B. Moh. Ishaq Tirtokusumo, salah seorang saudara Raja Sumenep, menyatakan bahwa ayah Bindara Saot tatkala menjadi Raja Sumenep bergelar Raden Tumenggung Tirtonegoro inilah yg mem¬bangkit Masjid Jami Batu Ampar tersebut. Ayah Bindara Saot itu bernama Abdullah bin Abdul Qidam. Pembangunan masjid ini dilakukan pada tahun 1002 H atau 1583 M. Angka tahun tersebut menurut sebuah prasasti berbahasa Arab yg sampai kini masih tersimpan dgn baik di rumah R.B. Moh. Ishaq Tirtokusumo.

  Masjid Al Wustho Mangkunegaran

Dengan demikian, masjid yg terletak kurang lebih 27 km ke arah barat kota Sumenep ini sudah berusia empat masa lebih. Berarti, Masjid Jami Batu Ampar yg berada di Kecamatan Guluk-Guluk ini lebih tua usianya dibandingkan dgn Masjid Jami Kota Sumenep—sekarang berubah nama menjadi Masjid Agung Dati II Sumenep—yang dibangun tahun 1763-1784.

Kalau masjid ini dr depan tampak gres, menurut R.B. Moh. Ishaq, memang beberapa serpihan telah direnovasi dgn tunjangan dr Departemen Agama Kabupaten Sumenep. Namun demikian, keaslian masjid yg berukuran 12 x 24 m masih belum hilang, utamanya pada bagian dalam.

Moh. Ishaq tatkala ditanya, apakah Kiai Abdullah yg dimaksud adalah Kiai Abdullah yg mendirikan Masjid Brumbung yg dikuai pula dgn sebutan Kiai Brumbung?.

Atas pernyataan ini, Moh. Ishaq membantahnya. Bantahan itu agaknya mendekati kebenaran, mengingat perbedaan pendirian masjid tersebut. Masjid Brumbung dibangun serempak (?) dgn dibangunnya Masjid Agung Sumenep.

Di samping itu, Kiai Abdullah bin Kiai Abdul Qidam ini, masih menurut orang yg sama, tak pernah berpetualang ke mana-mana. Sepanjang umurnya ia habiskan di Desa Batu Ampar, kawasan ia berdakwah. Namun demikian, antara dua orang Abdullah itu tak dikesampingkan kemungkinan bahwa keduanya merupakan satu keturunan Sunan Kudus.

Menjadi Mitos

Seperti lazimnya barang antik yg suka diiringi mitos-mitos maka Masjid Jami Batu Ampar yg dikelilingi kuburan ini berdasarkan cerita penduduk sekitar, tatkala diadakan pelebaran ada kuburan yg pindah sendiri.

Cerita tersebut makin kokoh karena di pekuburan itu disemayamkan pula Kiai Abdullah bin Abdul Qidarn. Kalau orang-orang ditanya, apakah insiden aneh tersebut terjadi pada masjid atau kuburannya? Mereka menyampaikan dua-duanya mempunyai keajaiban. Wallahu a’lam.

  Masjid Dian Al Mahri

Seperti lazimnya masjid desa, meskipun Masjid Jami Batu Ampar mempunyai nilai sejarah yg penting dlm penyebaran Islam di Madura, namun keadaan fisiknya sangat memprihatinkan. Misalnya, tembok masjid ini kelihatan ditumbuhi jamur & bangunan pagar luar dibiarkan telanjang, terlihat mulai keropos. Lantainya pula kurang terawat dgn baik.

Sekalipun dengan-cara keseluruhan mampu dibilang baik, tetapi tak kurang untuk pemeliharaan bangunan bersejarah diharapkan perawatan yg lebih memadai.