close

Masjid Darul Falah

Berkat Perjuangan KRT Merlowijoyo III

Masjid Darul Falah terletak di Desa Sukolilan, Kecamatan Patebon, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, sekitar lima kilo meter ke arah barat maritim dr kota Kendal. Kalau dilihat dengan-cara sekilas tak terlihat selaku masjid bersejarah yg mempunyai peran dlm penyebaran agama Islam. Padahal, dr masjid inilah Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Mertowijoyo El berbagi agama Islam di tempat Sukolilan & sekitarnya.

Hal ini diakui pengurus Masjid Darul Falah, Nur Hasan, tatkala ditemui penulis. Menurutnya, dengan-cara pasti tak ada bukti autentik kapan Masjid Darul Falah dibangun. Namun, disangka sekitar tahun 1800 M atau masa ke-19. Hal ini berdasarkan pada kehadiran KRT Mertowijoyo di Kendal pada tahun tersebut.

Kedatangannya yg pula masih keturunan Keraton Yogyakarta di Kendal adalah untuk membasmi kejahatan ilmu hitam yg kala itu masihbanyak terjadi. Berkat perjuangannya penjahat-penjahat tersebut berhasil ditundukkan. Di samping selaku pembasmi kejahatan, KRT Mertowijoyo III ternyata pula seorang mubalig yg membuatkan agama Islam.

Ia pula pernah menjabat sebagai Bupati Kendal IH. Di samping itu, ia pula dikenal selaku senopati (penglima perang) yg tangguh. Berkat kesaktiaannya, ‘daerah Kendal menjadi aman tenteram. Berkat perjuangannya pulalah Masjid Darul Falah mampu didirikan.

Bentuk fisik masjid tersebutmulanya terbuat dr kayu jati seluruhnya. Bentuknya pun lebih kecil dibandingkan sekarang. Karena dimakan usia, hasilnya direnovasi dgn mengubah kepingan-bagian yg rusak. Hanya beberapa pecahan yg tak ikut diperbaiki karena masih kuat & kokoh.

Bentuk bangunan yg masih asli, antara lain mustaka versi manukan (model Hindu), beduk, & tiang. Sampai ketika ini Masjid Darul Falah sudah mengalami tiga kali perbaikan. Dana untuk perbaikan berasal dr swadaya mumi penduduk & santunan pihak lain. Meski demikian, bentuk orisinil masjid dapat terlihat dgn terang. Hal itu alasannya renovasi tersebut tak dengan-cara total, namun cuma mengubah potongan-potongan yg rusak.

  Masjid Jami Tuban

Pusaka Gaman

Masih berdasarkan Nur Hasan, cerita tentang KRT Mertowijoyo III ternyata tak hanya membasmi kejahatan & berdakwah, tetapi pula mencakup senjata (gaman) yg dimilikinya. Ia memiliki senjata berupa kendil (alat menanak nasi yang dibuat dr tanah liat) & merang (terbuat dr bekas batang padi).

Salah satu keistimewaan kendil tersebut, apabila dipakai untuk menanak nasi, berapa pun orang yg ikut mengkonsumsi nasinya akan merasa kenyang semuanya. Untuk menjamu 35 orang atau 50 orang pyn akan tetap kenyang. Sedangkan, keistimewaan merang yaitu kalau ada musuh, merang tersebut disebarkan lalu menjadi cacing sehingga mem¬buat lawan-musuhnya menjadi takut.

Sekarang kedua benda pusaka tersebut diyakini masih ada & terletak di sebelah makamnya. Namun, hanya orang-orang tertentu saja yg mampu melihatnya. Sampai hari ini tak ada yg berani mengganggu keberadaan benda pusaka tersebut. Dulu pernah ada yg menjajal mengambilnya, tetapi tak mampu.

Bentuk kendil tersebut, berdasarkan Nur Hasan, hanya mampu dilihat melalui ilmu hakikat. Ukurannya kira-kira setengah tong (drum) aspal. Ada pula yg menyebutnya kendil wesi. Karena jasanya itulah, makam KRT Mertowijoyo III yg terletak di belakang masjid selalu ramai didatangi orang berziarah, khususnya pada malam Jumat Kliwon. Haulnya dijalankan tiap bulan Muharam. Pada haul tersebut didatangi oleh ribuan umat Islam dr aneka macam daerah di Kabupaten Kendal.

Pemerintah Daerah Kendal pun, lewat DPU & Depdikbud, ikut melestarikan salah satu peninggalan bersejarah itu. Apalagi pada saat zaman penjajahan Belanda, camat-camat yg meninggal dunia dimakamkan di Sukolilan. Kadang-kadang makamnya dimanfaatkan orang untuk bersemedi, nyepi, & sebagainya.

Kiai Fakih

Di samping KRT Mertowijoyo, sebagai penerus usaha Islam di Sukolilan yaitu Kiai Fakih yg hidup sekitar tahun 1900-an. Ia diketahui selaku guru tarekat (mursyid tharicjah), murid dr Mbah Ibrahim Brumbung, Mranggen, Demak. Sebagai guru tarekat, tentu saja banyak muridnya yg berasal dr daerah Kendal & luar tempat.

  Masjid Jami Kampung Baru Donggala

Kiai Fakih pun mempunyai keutamaan. Menurut Nur Hasan, kalau ia ingin mencari ikan di laut, cukup dr pinggir bahari saja, lalu tangan ditengadahkan. Begitu tangan ditengadahkan mirip orang berdoa, ikan-ikan yg ada di laut tiba-tiba sudah ada ditangannya, sehingga tinggal mengambil saja. Ia wafat sekitar tahun 1930-an & dimakamkan di desa lokal.

Kini, masjid yg telah berusia satu kala lebih itu, marak dgn acara keislaman, di antaranya digunakan untuk Madrasah Diniyah, shalat lima waktu, shalat Jumat, shalat Idul Fitri, & Idul Adha. Juga digunakan untuk peringatan hari-hari besar Islam, pengajian, & acara keagamaan lainna