close

Masjid Al Wustho Mangkunegaran

masjid pura mangkunegaran

Dibangun oleh Mangkunegara VI

Di jantung kota Solo atau Surakarta, selain keraton Kasunanan, pula terdapat keraton lain yg tak kalah pentingnya, yaitu Pura Mangkunegaran. Keberadaan Pura ini bermula dr eksistensi perjanjian pada tahun 1757 (tiga tahun sehabis Perjanjian Giyanti) yg memutuskan Raden Mas Said atau Mangkunegara I untuk memimpin sebagian kawasan Keraton Kasunanan.

Sebagai “pewaris” Kerajaan Demak, masuk akal kalau pada kedua keraton itu masih tampak imbas Islamnya. Satu di antaranya yakni Masjid Keraton.

Setelah Keraton Kasunanan berdiri, tak usang kemudian Masjid Agung Surakarta dibangun di sebelah barat alun-alun yg tak jauh dr tembok keraton. Di halaman Masjid Keraton Surakarta ini, setiap tahun berlangsung puncak acara Maulud Nabi Muhammad saw. yg lebih diketahui selaku “sekaten”.

Tidak berlainan dgn Keraton Kasunanan, Pura Mangkunegaran pula mendirikan sebuah masjid yg bemama Masjid al-Wustho. Lokasi masjid ini tak jauh dr Pura Mangkunegaran, hanya dibatasi suatu jalan beraspal yg mengelilingi pura.

masjid pura mangkunegaranEntah alasannya adalah alasan apa, yg jelas Masjid al-Wustho tak seperJti Masjid Agung Surakarta yg dibangun serempak dgn dibangun nya Keraton Kasunanan Tetapi, walau usianya belum meraih ratusan tahun, bukan berarti Masjid al-Wustho tak mengandung nilai historis. Melihat pendirinya Masjid al-Wustho terang mengandung nilai historis,  alasannya adalah dibangun oleh Raja Mangkunegara IV pada permulaan kala ke-20.

Yang cukup mempesona & menakjubkan, meskipun belum setua masjid lain, tetapi Masjid al-Wustho memiliki banyak kekhasan yg tak atau belum terdapat di masjid lain. Mengingat hal itu, tak salah bila G.F. Pijper dlm bukunya Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950 menyinggung eksistensi masjid ini.

  Masjid Tiban, Dibangun Atas Dasar Petunjuk Sang Khaliq

Mengenai arsitektur & bentuknya, dengan-cara lazim dapat dibilang menjiplak teladan Masjid Agung Demak, yakni mempunyai atap tumpang atau tingkat, berserambi, & ciri-ciri lain yg utama. Tentu saja termasuk beduk, kentongan, & mustaka yg diletakkan di potongan puncak atap masjid.

Kekhasan Masjid al-Wustho tercermin dr pagar hingga kondisi di dalamnya. Pagar tebal dgn motif kepala gapura yg mengelilingi masjid, membuat Masjid al-Wustho tampak anggun & berwibawa

Dan, alasannya adalah berstatus masjid keraton maka tentu saja memiliki ukuran yg cukup besar. Juga tergolong halamannya yg ditanami pepohonan.

Satu diantara kekhasan lain yg sungguh menonjol yaitu banyaknya tulisan kaligrafi nukilan dr ayat Al-Qur’an & hadist Nabi saw. Kaligrafi itu bukan saja terdapat di tampang gapura utama & tiga sisi gapura kedua, tetapi pula di pintu-pintu masuk, jendela, & empat sokoguru atau tiang utama.

Satu goresan pena kaligrafi yg termaktub di tiang sokoguru yakni sebuah nukilan hadits Nabi saw. yg berbunyi, “Siapa yg membangun masjid ini untuk Allah maka Allah akan mendirikan sebuah rumah di nirwana kelak.”

Begitulah sekilas Masjid al-Wustho dgn sedikit kekhasannya. Saat ini, takmir (kepengurusan) sudah diambil alih oleh umat Islam sekitar masjid.