BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang semakin baik dan terbaru akan mengembangkan kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau sesuai dengan kemampuan penduduk . Hal ini sejalan dengan meningkatnya kesanggupan penduduk dalam mengeluarkan uang ongkos pemeliharaan kesehatan. Dalam UU Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dikemukakan bahwa pembangunan kesehatan bermaksud untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat secara maksimal. Langkah-langkah yang diambil untuk mewujudkan tujuan pemerataan kesehatan itu antara lain ialah pengembangan puskesmas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan system acuan. Puskesmas dijadikan ujung tombak untuk memeratakan pelayanan kesehatan dasar sampai ke desa-desa dan Umum terpencil. Peran serta penduduk terwujud dalam bentuk berdirinya posyandu di seluruh tanah air.
Rumah sakit dijadikan tumpuan system tumpuan medis, utamanya dalam masalah penyembuhan dan pemulihan kesehatan individual. Untuk memacu pemerataan pembangunan fasilitas dan fasilitas pelayanan kesehatan, pemerintah membuka potensi bagi pihak swasta untuk dapat turut berpartisifasi dalam menunjukkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan dan undangan penduduk .
Pelayanan kesehatan masih tetap hak warga Negara. (UU No.23/1992). Namun hak disini bukan berarti didapatkan secara hanya-cuma, tetapi mampu diartikan bahwa pelayanan kesehatan yang tersedia, gampang dijangkau, bermutu baik, dan dengan harga yang terbayar oleh semua lapisan masyarakat. Pengelolaan fasilitas kesehatan seperti rumah sakit diruntut untuk dikelola dengan administrasi modern dan bersifat sosio-ekonomi. Sebuah rumah sakit mesti senantiasa tanggap akan pergantian-perubahan yang terjadi cukup cepat dan kemudian segera mengantisipasinya sesuai dengan harapan dan kebutuhan penduduk dengan selalu mengacu pada kepuasan pelanggan (Customer satisfaction). Tuntutan masyarakat dikala ini yakni pelayanan kesehatan yang mudah, cepat dan tenteram, yang pada balasannya dapat menunjukkan kepuasan dalam hasil perawatan sesuai dengan penyakit yang dideritanya. Oleh karena itu rumah sakit sebagai suatu organisasi yang bergerak dibidang layanan kesehatan public kian dituntut untuk memberikan layanan kesehatan yang lebih baik.
Rumusan Masalah
1. Pengertian Total Quality Management
2. Prinsif-Prinsif Total Quality Management
3. Standar Pelayanan Kesehatan
4. Penerapan Management Mutu Terpadu
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Total Quality Management
Total quality management (TQM) yaitu sebuah cara pendekatan dalam upaya memajukan efektifitas, efisiensi dan responsive instansi pelayanan kesehatan dengan melibatkan seluruh staf/karyawan dalam segala proses aktifitas meningkatkan mutu dalam rangka menyanggupi kebutuhan/permintaan pelanggan pengguna jasa instansi pelayanan kesehatan-instansi pelayanan kesehatan tersebut. Ini merupakan suatu tingkat tertinggi dalam upaya instansi pelayanan kesehatan tersebut untuk meraih tingkat dunia. Secara terang akan diterangkan perihal TQM lebih lanjut.
Definisi TQM ada bermacam-macam. TQM diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan kedalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan desain mutu, teamwork, produktivitas, dan pemahaman serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993). Defenisi lainnya menyatakan bahwa TQM ialah sistem manajemen yang mengangkat mutu sebagai strategi perjuangan dan berorientasi pada kepuasan konsumen dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992).
Menurut Ariani (1999;25) Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) ialah sebuah penerapan metode kuantitatif dan sumber daya manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku maupun pelayanan bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada tingkatan tertentu di mana keperluan konsumen tercukupi kini dan dimasa datang.
Menurut Tjiptono & Diana (2004) TQM merupakan sebuah pendekatan dalam mengerjakan perjuangan yang menjajal untuk memaksimumkan daya saing organisasi lewat perbaikan terus menerus atas produk, jasa, insan, proses dan lingkungannya. Sementara itu berdasarkan Pulungan (2001), TQM yakni salah satu teladan manajemen organisasi yang berisi seperangkat mekanisme yang mampu digunakan oleh setiap orang dalam upaya memperbaiki kinerja secara terus menerus.
Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total ialah sebuah desain yang meliputi usaha memajukan mutu secara terus menerus pada semua tingkatan administrasi dan seluruh struktur yang terdapat dalam organisasi (Harianto, 2005).
Hanafiah dkk (1994) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total yakni suatu pendekatan yang sistematis, mudah dan strategis dalam menyelenggarakan sebuah organisasi, yang memprioritaskan kepentingan pelanggan. Pendekatan ini bermaksud untuk mengembangkan dan mengontrol kualitas. Sedang yang dimaksud dengan Pengelolaan Mutu Total pendidikan tinggi yakni cara mengurus forum pendidikan menurut filosofi bahwa meningkatkan kualitas mesti diadakan dan dikerjakan oleh semua unsur forum sejak dini secara terpadu, berkesinambungan sehingga pendidikan selaku jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik kurun kini maupun yang mau tiba.
Dasar anutan perlunya TQM sangatlah sederhana, yaitu bahwa cara terbaik biar dapat berkompetisi dan unggul dalam persaingan global yaitu dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas yang terbaik diperlukan upaya perbaikan berkelanjutan terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan unsur-bagian secara berkesinambungan yakni dengan menerapkan TQM (Tjiptono & Diana, 2004).
Prinsif-Prinsif Total Quality Management
Pada masa berita, setiap organisasi mesti menghadapi corporate olympics yang makin kompleks alasannya untuk kelancaran hidup dan perkembangannya, organisasi harus memiliki keunggulan daya saing. Dalam persaingan makin tajam dan sungguh kompetitif diantara pengurus jasa pendidikan, mutu yakni jadwal utama. Peningkatan mutu ialah permintaan dari paradigma gres administrasi organisasi. Untuk meraih predikat sehat yang bermutu dan berkualitas tinggi mesti menjadi tugas setiap forum penyelenggara kesehatan tergolong Rumah Sakit Umum. Upaya peningkatannya terus menerus dilakukan, salah satunya dijalankan dengan pengelolaan tata cara layanan rumah sakit secara menyeluruh dan berorientasi pada kualitas dan cepat tindakan. Pendekatan ini diketahui dengan Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu pada rumah sakit yang menuntut kelebihan pelayanan kesehatan mirip kecepatan, daya tanggap, kelincahan, penanganan, langkah-langkah dan kompetensi dokter dan suster.
TQM sebagai suatu konsep yang berupaya melaksanakan tata cara manajemen mutu kelas dunia, untuk itu diperlukan pergeseran besar dalam budaya dan sistem nilai sebuah organisasi. Menurut Hensler dan Brunel dalam Christoper, 1993), ada empat prinsip utama dalam TQM. Keempat prinsip tersebut ialah:
1. Kepuasan Pelangan
Dalam TQM, rancangan mengenai pelanggan dan kualitas diperluas. Kualitas tidak lagi cuma mempunyai arti kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, namun mutu tersebut ditentukan oleh konsumen. Pelanggan itu sendiri mencakup pelanggan internal dan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk didalamnya harga, keselamatan dan ketepatan waktu. Oleh sebab itu segala acara pelayanan kesehatan harus dikoordinasikan untuk memuaskan konsumen.
2.Respek Terhadap Setiap Orang
Dalam rumah sakit yang kualitasnya kelas dunia, setiap dokter dan suster dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas tersendiri yang cepat dan tanggap. Dengan demikian tenaga kesehatan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh alasannya adalah itu setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan ikut serta dalam tim pengambil keputusan.
3. Manajemen Berdasarkan Fakta
Pelayanan kesehatan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan (feeling). Ada dua rancangan pokok berkaitan hal ini. Pertama, prioritisasi (prioritization) yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dikerjakan pada semua aspek pada ketika yang berbarengan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh alasannya adalah itu dengan memakai data maka administrasi dan tim dalam perusahaan mampu memfokuskan bisnisnya pada suasana tertentu yang vital.
Konsep kedua, kombinasi (variation) atau variabilitas kinerja insan. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang ialah bagian yang wajar dari setiap metode organisasi. Dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dikerjakan.
Perbaikan Berkesinambungan
Agar mampu sukses, setiap perusahaan perlu melaksanakan proses secara sistematis dalam melakukan perbaikan berkelanjutan. Konsep yang berlaku disini yaitu siklus PDCA (plan-do-chek-act), yang berisikan langkah-langkah perencanaan, pelaksanaan planning, pemeriksaan hasil pelaksanaan planning, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh. Sementara itu Russel dan Taylor (dalam Fitriani, 2008; 23) mengemukakan prinsip TQM antara lain:
1. Customer-oriented (konsentrasi pada pelanggan)
2. Leadership (kepemimpinan)
3. Strategy rencana (penyusunan rencana taktik)
4. Employee responsibility (keterlibatan semua orang)
5. Constinuous improvement (perbaikan terus menerus)
6. Cooperation (koordinasi)
7. Statistical methods (penggunaan sistem-sistem statistik)
8. Training and education (pendidikan dan latihan)
Komponen dalam TQM memiliki sepuluh komponen utama (Goetsch dan Davis, 1994) yang masing-masing dijelaskan selaku berikut:
1. Fokus pada pelanggan
Dalam TQM, baik konsumen internal maupun konsumen eksternal ialah driver. Pelanggan eksternal memilih kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan konsumen internal berperan besar dalam memilih mutu insan, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
2. Obsesi terhadap Kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu simpulan mutu konsumen internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi mesti terobsesi untuk menyanggupi atau melampaui apa yang ditentukan tersebut. Hal ini memiliki arti bahwa semua sivitas akademik pada setiap level berupaya melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif ”bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik?” Bila suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka berlaku prinsip good enough is never good enough.
3. Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sungguh diharapkan dalam penerapan TQM, khususnya untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan dilema yang berhubungan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), mengawasi prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
4. Komitmen Jangka Panjang
TQM merupakan suatu paradigma gres dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu diharapkan budaya rumah sakit yang baru pula. Oleh alasannya itu akad jangka panjang sangat penting guna mengadakan budaya supaya penerapan TQM dapat berjalan dengan berhasil.
5. Kerja Sama Tim (Teamwork)
Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional kadang-kadang diciptakan persaingan antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut supaya daya saingnya terdongkrak. Akan tetapi persaingan internal tersebut cenderung hanya memakai dan menghabiskan energi yang semestinya dipusatkan pada upaya perbaikan kualitas yang pada gilirannya untuk mengembangkan daya saing eksternal. Sementara itu dalam organisasi perusahaan yang menerapkan TQM, kolaborasi tim, kemitraan dan korelasi dijalin dan dibina baik antar sivitas akademik maupun dengan lembaga-forum pemerintah, dan penduduk sekitarnya.
6. Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap produk dan/ atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam sebuah metode/ lingkungan. Oleh sebab itu tata cara yang ada perlu diperbaiki secara terus menerus biar mutu yang dihasilkannya mampu meningkat.
7. Pendidikan dan Pelatihan
Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata terhadap pentingnya pendidikan dan latihan. Mereka berasumsi bahwa perusahan bukanlah sekolah, yang diperlukan yaitu tenaga terampil yang siap pakai. Makara perusahan-perusahan seperti itu hanya akan memperlihatkan pelatihan sekadarnya terhadap para karyawannya. Kondisi seperti itu mengakibatkan perusahan yang bersangkutan tidak berkembang dan susah bersaing dengan perusahaan yang lain, terlebih dalam periode persaingan global. Sedangkan dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan ialah faktor yang mendasar. Setiap orang diperlukan dan didorong untuk terus mencar ilmu. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa berguru merupakan proses yang tidak ada balasannya dan tidak mengenal batas usia. Dengan mencar ilmu setiap orang dalam perusahaan mampu mengembangkan keahlian teknis dan kemampuan profesionalnya.
8. Kebebasan yang Terkendali
Dalam TQM keterlibatan dan pemberdayaan sivitas akademik dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah ialah komponen yang sungguh penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat mengembangkan ’rasa memiliki’ dan tanggung jawab sivitas akademik terhadap keputusan yang sudah dibuat. Selain itu komponen ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, sebab pihak yang terlibat lebih banyak. Meskipun demikian, keleluasaan yang muncul alasannya adalah keterlibatan dan pemberdayaan tersebut ialah hasil dari pengendalian yang terencana dan terealisasi dengan baik. Pengendalian itu sendiri dilakukan terhadap metode-sistem pelaksanaan setiap proses tertentu. Dalam hal ini sivitas akademik yang melaksanakan standardisasi proses dan mereka pula yang berusaha mencari cara untuk meyakinkan setiap orang biar bersedia mengikuti prosedur patokan tersebut.
9. Kesatuan Tujuan
Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik maka perusahaan mesti memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap perjuangan dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini tidak berarti bahwa mesti selalu ada persetujuan/kesepakatan antara pihak administrasi dan sivitas akademik tentang upah dan kondisi kerja.
10. Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan sivitas akademik ialah hal yang penting dalam penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan menjinjing 2 faedah utama. Pertama, hal ini akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, planning yang lebih baik, atau perbaikan yang lebih efektif sebab juga meliputi persepsi dan aliran dari pihak-pihak yang pribadi berafiliasi dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga meningkatkan “rasa mempunyai” dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.
Standar Pelayanan Kesehatan
Pengertian
Standar pelayanan kesehatan ialah bagian dari layanan kesehatan itu sendiri dan memainkan peranan yang penting dalam mengatasi duduk perkara kualitas layanan kesehatan. Standar pelayanan kesehatan adalah sebuah pernyataan tentang mutu yang diharapkan, yang menyangkut masukan, proses, dan keluaran (outcome) sistem layanan kesehatan. Standar pelayanan kesehatan ialah alat organisasi untuk menjabarkan kualitas layanan kesehatan ke dalam terminologi operasional sehingga siapa pun yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu tata cara.
Klasifikasi Standar
Donabedian (1980) mengusulkan agar persyaratan dan persyaratan diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok. Anjuran Donabedian tersebut pada prinsipnya sama dengan yang diusulkan oleh WHO yakni: kriteria struktur, persyaratan proses dan standar keluaran (outcome).
1. Standar Input atau Struktur
Standar struktur adalah patokan yang menjelaskan peraturan tata cara, kadang kadang disebut juga selaku masukan atau struktur. Termasuk ke dalamnya yakni relasi organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite-komite, personel, peralatan, gedung, rekam medis, keuangan, perbekalan, obat dan kemudahan. Standar struktur merupakan rules of the game. Karakteristik yang relative stabil dari penyedia pelayanan kesehatan, alat dan sumber daya yang dipergunakan, fisik dan pengaturan organisasi di lingkungan kerja. Konsep struktur tergolong insan, fisik, dan sumber keuangan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan medis. Struktur digunakan sebagai pengukuran tidak langsung dari kualitas pelayanan. Hubungan antara struktur dan mutu pelayanan ialah hal yang penting dalam merencanakan, merancang, dan melaksanakan tata cara yang diinginkan untuk memberikan pelayanan kesehatan. Pengaturan karakteristik struktur yang dipakai memiliki kecenderungan untuk mempengaruhi proses pelayanan sehingga ini akan membuat kualitasnya berkurang atau meningkat.
2. Standar Proses
Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua faktor pelaksanaan kegiatan layanan kesehatan, melaksanakan mekanisme dan kebijaksanaan . Standar proses akan menerangkan apa yang dilakukan, bagaimana melakukannya dan bagaimana metode melakukan pekerjaan . Dengan kata lain persyaratan proses yaitu Playing the game. Beberapa pengertian wacana proses:
a. Interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan pelanggan (pasien/masyarakat). (Depkes RI, 2001).
b. Suatu bentuk kegiatan yang berjalan dengan dan antara dokter dan pasien. (Donabedian, 1980).
c. Semua kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya yang menyelenggarakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Baik tidaknya pelaksanaan proses pelayanan di RS mampu diukur dari tiga faktor, yaitu relevan tidaknya proses itu bagi pasien, efektivitas prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan terhadap pasien. (Muninjaya, 2004).
d. Proses yaitu semua aktivitas metode lewat proses akan mengganti input menjadi output.
e. Pengubahan/Transformasi aneka macam masukan oleh acara operasi/buatan menjadi keluaran yang berupa produk dan/atau jasa.
3. Standar Output/Outcome
Standar output ialah hasil tamat atau balasan dari layanan kesehatan. Standar keluaran akan menunjukkan apakah layanan kesehatan berhasil atau gagal. Keluaran (outcome) yakni apa yang diharapkan akan terjadi selaku hasil dari layanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa kesuksesan tersebut akan diukur. Tentang output/outcome, Donabedian menawarkan klarifikasi bahwa outcome secara tidak pribadi dapat dipakai sebagai pendekatan untuk menganggap pelayanan kesehatan. Dalam menilai apakah hasilnya berkualitas atau tidak, diukur dengan dengan patokan hasil (yang diperlukan) dari pelayanan medis yang telah dilakukan.
Penyusunan Standar Pelayanan Kesehatan
Penyusunan patokan layanan kesehatan ialah cara penyusunan bertahap.Pendekatan ini digunakan untuk memandu organisasi layanan kesehatan atau orang yang diberi tugas menyusun tolok ukur layanan kesehatan. Penggunaan aneka macam pertanyaan harus dipertimbangkan guna memilih kualitas layanan kesehatan apa yang diperlukan oleh organisasi layanan kesehatan dan patokan apa yang diperlukan untuk dapat menyanggupi kualitas layanan kesehatan tersebut. Berikut langkah-langkah dalam penyusunan tolok ukur layanan kesehatan:
Langkah 1:
Pilih salah satu fungsi atau metode yang membutuhkan persyaratan layanan Kesehatan Pilih satu atau dua tata cara atau sub sistem yang membutuhkan standar layanan kesehatan. Sistem ini bisa berua klinis atau non klinis. Contoh layanan klinis adalah penatalaksanaan ISPA, layanan immunisasi, dan layanan antenatal. Contoh layanan nonklinis adalah prosedur layanan pasien masu rawat inap, mekanisme layanan pasien pulang, dan lain-lain. Organisasi layanan kesehatan mampu menentukan fungsi yang prioritasnya tinggi dengan cara pendekatan enyaringan dua tingkat.Penyaringan tingkat pertamaditentukan dengan fungsi atau metode yang volumenya tinggi, dan mudah menjadikan dilema. Kriteria perhiasan yang sering digunakan ialah: kepentingan, akomodasi, dampak dan biaya.
Langkah 2:
Bentuk tim atau kelompok pakar Keputusan penting tentang fungsi atau sistem yang memerlukan patokan layanan kesehatan biasanya dilakukan oleh para kepala satuan kerja dan kepala bagian. Setelah diputuskan, maka meraka menugaskan suatu golongan kerja multidisiplin atau kalangan pakar sesuai fungsi atau sistem untuk penyusunan persyaratan layanan kesehatan.
Langkah 3:
Tentukan masukan, proses dan keluaran Kelompok pakar yang sudah diberikan tugas mesti menentukan unsur-unsur masukan, proses dan keluaran dari setiap komponen fungsi atau metode. Masukan diperlukan semoga dapat melakukan proses, proses dibutuhkan untuk menghasilkan keluaran. Setelah itu, langkah selanjutnya yakni memilih bagian penting atau bagian kunci bagi fungsi atau sistem biar proses dan keluaran yang terjadi sesuai cita-cita organisasi.
Langkah 4:
Tentukan karakteristik kualitas Karakterstik mutu adalah sifat atau atribut untuk membedakan masukan, proses, dan keluaran yang penting dalam menentukan mutu layanan kesehatan dan akan ditetapkan oleh kelompok atau organisasi layanan kesehatan. Contoh: ketepatan waktu, berikutnya akan ditentukan persyaratan dari ketepatan waktu dalam istilah yang mampu diukur.
Langkah 5:
Tentukan/sesuaikan kriteria layanan kesehatan Setelah kalangan menetapkan karakteristik mutu darisetiap fungsi atau metode, karakteristik kualitas yang membutuhkan tolok ukur mesti diputuskan, kemudian standar disusun. Untuk menyelesaikan langkah ini, golongan biasanya melakukan hal-hal berikut:
– Pemilihan teladan atau bentuk penulisan kriteria
– Pengumpulan informasi
– Pembuatan naskah patokan layanan kesehatan
Langkah 6:
Nilai ketepatan kriteria layanan kesehatan Standar layanan kesehatan mesti dinilai untuk memastikan apakah persyaratan tersebut tepat atau layak bagi organisasi layanan kesehatan. Kelompok pakar atau organisasi layanan kesehatan harus memilih keabsahan patokan, dapat diandalkan, terperinci, dan dapat dipraktekkan sebelum disebarluaskan. Peniaian tolok ukur layanan kesehatan mesti mengikuti tatacara berikut:
a. Tentukan semua orang dalam organisasi yang akan menggunakan patokan layanan kesehatan atau yang mau terpengaruh oleh kriteria layanan kesehatan.
b. Tentukan cara untuk mendapatkan gosip tentang standar layanan kesehatan dari kelompok sampel.
c. Lakukan anamnesis umpanbalik perbaikan kalau dibutuhkan sebelum standar layanan kesehatan disebarluaskan. Analisis juga dilakuakan terhadap kekuatan dan kekurangan serta nasehat. Penilaian patokan harus memenuhi standar sebagai berikut:
· Penilaian keabsahan/kesahihan atau validitas tolok ukur layanan kesehatan
· Penilaian reliabilitas atau keandalan patokan layanan kesehatan
· Penilaian kejelasan patokan layanan kesehatan.
Penerapan Management Mutu Terpadu
Tidak semua perusahaan yang menerapkan TQM mampu menciptakan kinerja perusahaan yang yang bagus. Menurut Soeharso Hardjosoedarmo (1996:40) untuk menjamin kesuksesan pengimplementasian TQM dalam perusahaan maka perlu mengikuti langkah-langkah selaku berikut:
1. Tanamkan satu falsafah kualitas
Pada proses ini manajemen dan karyawan harus mengerti sepenuhnya bahwa untuk mencapai kelangsungan hidup organisasi secara berkelanjutan dalam iklim kompetisi, maka perusahaan mesti meraih kualitas total.
2. Manajemen mesti membimbing dan menawarkan kepemimpinan yang berkualitas
Dari tahap pertama, maka CEO (Chief Executive Officer) harus mampu memperlihatkan contoh baik dalam contoh perilaku, contoh pikir, maupun teladan tindak dan memberikan kepemimpinan yang teguh dalam gerakan kualitas.
3. Adakan pergantian terhadap tata cara yang lebih aman
Tahap ketiga yaitu dengan melakukan penilaian terhadap tata cara dan mekanisme yang ada dalam organisasi, apakah metode tersebut masih aman dan konsistem terhadap mutu total. Hal-hal yang perlu dievaluasi mencakup; struktur organisasi, proses kegiatan, mekanisme kendali mutu, kebijaksanaan pengembangan sumber daya insan, metode insentif dan lain-lain.
4. Didik, didik dan berdayakan (empower) seluruh karyawan
Setelah tahap pembenahan metode dan mekanisme dalam organisasi, maka langkah selanjutnya yakni melakukan training wacana kualitas total kepada seluruh anggota organisasi, tergolong para manajer. Dalam pemberdayaan ini seluruh karyawan diberi kepercayaan, peran, wewenang dan tanggung jawab untuk mengorganisasikan diri ke dalam self-managing teams guna perbaikan proses dalam meraih mutu produk atau jasa.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN 1. Dalam rangka mengembangkan kualitas layanan Rumah Sakit lazim, pihak pengurus sebaiknya berupaya melakukan dan mensinergikan manajemen mutu terpadu rumah Sakit berdasarkan ketersediaan akomodasi dan perlengkapan medis yang disokong oleh tenaga medis yang cukup tangguh dalam bidangnya. Langkah yang ditempuh oleh pihak rumah sakit antara lain bekerja sama dengan pemerintah, membuka kesempatan bagi kekerabatan kemitraan bagi penanam modal abnormal untuk menyebarkan Rumah sakit ini menjadi lebih baik dimasa datang.
2. Faktor-aspek yang mensugesti dalam pelaksanaan administrasi kualitas terpadu antara kurangnya akomodasi medis, kurangnya tenaga medis spesialisasi penyakit, kurangnya dana pemerintah, dan masih terbatasnya perlengkapan yang mendukung kenaikan pelayanan medis.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
Azrul Azwar, 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi ke tiga, Binarupa Aksara. Jakarta. hal. 44-7.
Tjiptono F.1998. Total Quality Manajemen.
Depkes RI, 1999. Program Jaminan Mutu. Dirjen Binkesmas, Jakarta.
Wiyono DJ. 1999. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan : Teori, Strategi dan Aplikasi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Depkes. 2005. Quality Assurance. Praktek Kebidanan.
Dekes. 2002. Standar Praktek Kebidanan.Jakarta: Depkes.
Pohan, Imbalo, S. 2002. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Penerbit buku kedokteran: EGC.Jakarta