MAKALAH FIKIH – MENCURI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia intinya tidak lepas dengan namanya kebahagiaan dan kecemasan dalam hidupnya. Sebuah kebahagiaan akan dirasakan dalam hidup bila di dasari dengan suatu ketenangan hati, namun kerap kali ketenangan tersebut dapat terganggu dengan aneka macam problem keselamatan.
Mencuri atau merampok dalam Islam mampu diartikan sebagai tindakan mengambil hak harta orang lain tanpa sepengetahuan atau tidak dari pemiliknya. Dalam Islam mencuri, merampok dan menyamun yaitu perbuatan yang dihentikan. Kebanyakan orang hanya mengerti dasar aturan mencuri, merampok dan menyamun secara fundamental. Dan tanpa ada pedoman untuk dapat mengetahui lebih mendalam perihal hukum tindakan tersebut dalam kajian Islam yang sebenarnya.
Keamanan seseorang mampu terganggu alasannya adanya suatu kejahatan yang acap kali menghantui dalam lingkungan kita. Kejahatan tersebut mampu berbentukpembunuhan, perampokan maupun pencurian. Dalam kejahatan pencurian memang tidak membahayakan bagi jiwa korban, tetapi membahayakan bagi harta korban tersebut, sehingga pencurian juga mampu mengusik ketenangan seseorang.
Dari uraian di atas kami selaku penulis makalah ingin sedikit memaparkan perihal pencurian yang bagian pencurian guna sebagai tambahan bagi kita ihwal aturan dalam pencurian. Dengan demikian kami ingin sedikit memaparkan wacana persepsi islam terhadap dunia kriminal pencurian, di antaranya yakni perihal pemahaman dan aturan dari pencurian tersebut.
Untuk mampu mengerti pengertian mencuri dan menyamun yang dalam artian bantu-membantu. Maka dalam makalah ini akan dijelaskan ihwal langkah-langkah mencuri, merampok dan menyamun dalam kajian Islam. Hal tersebut berupa pemahaman, dasar aturan, hukuman, syarat dan hikmahnya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Penjelasan tentang Mencuri dan Hukumnya dalam Islam.
C. Tujuan Penulisan
2. Memahami Penjelasan perihal Mencuri dan Hukumnya dalam Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Mencuri
1. Pengertian mencuri
Menurut bahasa, mencuri (sariqah) yakni mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi.
Adapun menurut istilah, mencuri ialah mengambil harta yang tersadar dan mengeluarkan dari tempat penyimpanannya tanpa ada kerancuan (syubhat) di dalamnya dan dikerjakan secara sembunyi-sembunyi.
Sedangkan dalam bukunya Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq beropini bahwa yang dimaksud mencuri yaitu mengambil barang orang lain secara sembunyi-sembunyi.
Mencuri yakni mengambil harta milik orang lain dengan tidak hak untuk dimilikinya tanpa sepengetahuan pemilikinya.
Kemudian ada juga pemahaman lazim mencuri bermakna mengambil sesuatu barang secara sembunyi-sembunyi, baik yang melaksanakan itu anak kecil atau orang akil balig cukup akal, baik yang dicuri itu sedikit atau banyak, dan barang yang dicuri itu disimpan ditempat yang masuk akal untuk menyimpan atau tidak.
Dari beberapa usulan di atas, maka yang di maksud mencuri yakni mengambil harta orang lain yang tersadar atau tidak dari tempat penyimpanannya, dengan cara sembunyi-sembunyi dan harta tersebut tidak syubhat.
2. Alasan manusia melaksanakan pencurian
Dalam melakukan pencurian, seorang melaksanakan pencurian bukan sebab tidak ada faktor atau argumentasi untuk melaksanakan kelakuan tercela tu. Seorang pencuri dalam melakukan aksinya pun memiliki alas an kenapa ia mesti mencuri. Alasan-alasan itu di antaranya adalah:
a. Adanya niat
Jika niat sudah berpengaruh, apa pun mampu dijalankan, potensi mampu diciptakan karena memang telah ada niat kuat untuk melakukan pencurian tersebut. Karena niat memiliki tugas peting dalah melaksanakan tindakan tidak terkecuali dalam pencurian, kalau miat sudah lingkaran maka rintangan apapun akan tetap dihadapi bila telah datang waktu yang sudah dijadwalkan
b. Adanya kesempatan
Hal ini bergotong-royong kurang fundamental dalam hal argumentasi orang melakukan pencurian, namun hal ini mampu menjadi alsan kenapa oaring melakukan pencurian. Seseorang acap kali tiada niatan pada awalnya untuk mencuri, namun seiring adanya peluang atau kesempata maka niatan untuk mencuri mampu timbul seketika tanpa ada niatan yang bersiklus sebelumnya.
c. Faktor ekonomi
Hal ini merupakan alasan yang cukup mendasar kenapa orang melaksanakan pencurian, para pencuri melakukan pencurian lazimnya dengan alasan untuk mencari penghasilan untuk menyambung hidup mereka.
d. Kurangnya iktikad
Pada dasarnya ini yakni alasan yang paling fundamental dari pencurian. Seorang pencuri mustahil mempunyai aqidah dan keimanan yang kuat terhadap Allah sebagai zat yang mengendalikan kehidupan di dunia ini. Orang yang aqidah dan keimanan yang berpengaruh telah pasti dia tidak akan melaksanakan pencurian walaupun ada potensi dan ekonomi yang tidak stabil, bahkan niatan untuk mencuri pun tidak ada dalam benaknya.
B. Dampak Negatif Mencuri
Dalam suatu masalah atau perbuatan niscaya ada dai dalamny hokum sebab akibat yang itu tidak mampu lepas dan senantiasa mengikuti. Dalam hal pencurian yang notabene yaitu perbuatan jahat, maka di balik tindakan tersebut adanya imbas negatif yang merugikan kepada orang lain maupun kepada diri sendiri.
Dampak mencuri mampu dibagi menjadi dua ialah :
1. Bagi Pelakunya
a. Mengalami kekhawatiran batin, pelaku pencurian akan senantiasa dikejar-kejar rasa bersalah dan takut kalau perbuatannya terbongkar
b. Mendapat eksekusi, apabila tertangkap, seorang pencuri akan mendapatkan hukuman sesuai undang-undang yang berlaku
c. Mencemarkan nama baik, seseorang yang sudah terbukti mencuri nama baiknya akan terkotori di mata masyarakat
d. Merusak keimanan, seseorang yang mencuri mempunyai arti telah rusak imanya. Jika dia mati sebelum bertobat maka dia akan menerima azab yang pedih.
2. Bagi Korban & Masyarakat
a. Menimbulkan kerugian dan kekecewaan, insiden pencurian akan sungguh merugikan dan menyebabkan ketidakpuasan bagi korbannya
b. Menimbulkan ketakutan, peristiwa pencurian menjadikan rasa takut bagi korban dan penduduk karena mereka merasa harta bendanya terancam
c. Munculnya aturan rimba, perbuatan pencurian merupakan perbuatan yang mengabaikan nilai-nilai hukum. Apabila terus berlanjut akan menimbulkan aturan rimba dimana yang besar lengan berkuasa akan memangsa yang lemah.
C. Penetapan Adanya Perbuatan Mencuri
Seseorang dianggap sudah melaksanakan pencurian bila menyanggupi syarat-syarat selaku berikut :
1. Mukallaf, yakni baligh dan cerdik
2. Adanya pengesahan dari pelaku pencurian
3. Dilakukan secara sembunyi-sembunyi
4. Pelaku pencurian tidak memiliki saham kepada barang yang dicurinya
5. Barang yang dicuri yakni benar milik orang lain
6. Barang yang dicuri mencapai jumlah nishab
7. Barang yang dicuri berada ditempat penyimpanan yang layak
D. Dasar Hukum larangan Mencuri
Mencuri hukumnya haram secara qhot’iy, sebab mengambil harta orang lain secara bathil. Firman Allah :
وَلاَ تَأْكُلُوْا أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم بِالْبَاطِلِ وَ تُدْلُوْا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَ أَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Dan janganlah kamu mengkonsumsi harta orang lain di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menenteng (urusan) harta itu kepada hakim (sebagai uang suap) agar kau mampu menyantap sebagian harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kau mengenali. (Qs Al Baqarah;188)
E. Had (Hukuman) Mencuri
Secara biasa , orang yang melaksanakan pencurian dikenakan had berbentukpotong tangan. Dasar hukumnya yaitu QS. Al-Maidah : 38.
Kemudian Rasulullah SAW menjelaskan secara rinci wacana tingkatan potong tangan terhadap pelaku pencurian yang lebih dari satu kali, sebagaimana sabdanya yang diriwayatkan oleh Syafi’i, selaku berikut urutannya :
1. Jika mencuri untuk pertama kali, dipotong tangan kanannya
2. Jika mencuri untuk kedua kalinya, dipotong kaki kirinya
3. Jika mencuri untuk ketiga kalinya, diiris tangan kirinya
4. Jika mencuri untuk keempat kalinya, dipotong kaki kanannya
5. Jika mencuri untuk kelima kalinya dan seterusnya, dihukum ta’zir dan dipenjara sampai bertaubat, menurut ijma ulama dibunuh
Bagian tubuh yang diiris yakni pergelangan tangan atau kaki. Hukuman had bagi pencuri laki-laki sama dengan pencuri perempuan. Had pencuri hamba sahaya dan budak wanita sama mirip had orang merdeka. Had tersebut diterapkan ketika mencuri harta kaum muslim atau non muslim.
Disamping dieksekusi, pencuri tersebut berkewajiban mengembalikan barang yang dicurinya. Jika barang sudah tiada maka mesti diganti dengan barang serupa atau seharga dengan barang tersebut.
Hukum potong tangan batasnya yakni hingga pergelangan tangan.
وَ السَّارِقُ وَ السَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُما جَزاءً بِما كَسَبا نَكالاً مِنَ اللهِ وَ اللهُ عَزيزٌ حَكيمٌ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (selaku ) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan selaku siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Maidah : 38)
Hukum potong tangan akan dijatuhkan kalau memenuhi 7 syarat utama :
1. Menepati definisi mencuri : makna mencuri disini adalah mengambil harta secara sembunyi-sembunyi dan sorok-sorok. Tidak dikatakan mencuri kalau merompak, menggelap uang (pecah amanat), merampas dan meragut.
2. Barang yang dicuri mencukupi nisab : cukup nisab yaitu syarat sekurang-kurangnyanilai harta yang dicuri. Nisab pencurian itu yakni seperempat dinar atau 3 dirham. Satu dinar yakni setara dengan 4,25 gram emas. Dalilnya yaitu sabda Rasulullah SAW, dari Aisyah ra “Tangan pencuri diiris untuk seperempat dinar atau lebih” (HR Bukhari & Muslim).
3. Harta yang dicuri yaitu harta yang pantas dimiliki : Layak (ihtiram) yakni di segi hukum syarak.
4. Harat dicuri dari kawasan pengawalan: tujuannya barang yang dicuri itu mesti berada di dalam penjagaan, penyimpanan atau pengawasan pemiliknya.
5. Bukan harta syubahat : dalam harta yang dicuri tidak ada bahagian hak pencuri atau yang mengizinkan pencuri itu memakannya. Ini berarti tidak dikenakan hukuman potong tangan sekiranya si ayah mencuri harta anaknya atau sebaliknya karena Rasulullah SAW bersabda “kau dan harta kau yakni milik bapak kamu”.
6. Pencuri itu berilmu baligh dan terikat hukuman dalam islam. Taklif ini terkena kepada semua orang tergolong kafir zimmi. Ini sebab hadits Nabi SAW menyebut dengan jelas bahwa “diangkat pena dari 3 pihak, orang yang tidur sehingga beliau bangun, kanak-kanak sehingga ia baligh, dan orang yang ajaib sehingga beliau pintar’. (HR Muslim). Ini mempunyai arti taklif aturan terkena kepada orang yang arif dan baligh. Pencuri anak-anak atau orang gila tidak akan diiris tangan.
7. Sabit kesalahan mencuri dengan pengesahan atau disaksikan oleh saksi yang adil : pengukuhan mencuri dalam sidang penghakiman akan menyebabkan seseorang itu boleh disabit dengan pencurian.
F. Batasan Kadar (Nishab) Barang Yang Dicuri
Terdapat beberapa usulan ulama, yakni :
1. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa nisab barang curian ialah sepuluh dirham
2. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa nisab barang curian ialah ¼ dinar atau sekitar 3,34 gram emas.
3. Mazhab Maliki dan Hambali beropini bahwa nisab barang curian yaitu ¼ dinar atau 3 dirham atau sekitar 3,34 – 3,36 gram emas.
Catatan :
Nisab yaitu batas sekurang-kurangnyaniali suatu harta.
Nilai 1 dinar sekitar 10 -12 dirham atau sekitar 13,36 gram emas.
G. Macam-macam dan bentuk Pencurian
Pencurian dalam syariat islam ada dua macam, ialah selaku berikut.
1).Pencurian yang hukumannya had
2).Pencurian yang hukumannya ta’zir
Pencurian yang hukumannya had terbagi kepada dua bab, ialah
a).Pencurian ringan
b).Pencurian berat
Pencurian ringan berdasarkan rumusan yang dikemukakan oleh Abdul Qadir Audah adalah selaku berikut:
“Pencurian ringan yaitu mengambil harta milik orang lain dengan cara diam-diam,yaitu dengan jalan sembunyi-sembunyi.
Sedangkan pemahaman pencurian berat yaitu selaku berikut:
“Adapun pengertian pencurian berat adalah mengambil harta milik orang lain dengan cara kekerasan”.
Perbedaan antara pencurian ringan dengan pencurian berat adlah bahwa dalam pencurian ringan, pengambilan harta itu dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik dan tanpa sepersetujuannya. Sedangkan dalam pencurian berat, pengambilan tersebut dilaksanakan dengan sepengetahuan pemilik harta namun tanpa kerelaannya, disamping terdapat komponen kekerasan. Dimasukkannya perampokan kedalam kelompok pencurian ini sebabnya adalah alasannya dalam perampokan terdapat sisi persamaan dengan pencurian, ialah sekalipun bila dikaitkan dengan pemilik barang, perampokan itu dengan terperinci-terangan, tetapi jikalau dikaitkan dengan pihak penguasa atau petugas keselamatan, perampokan tersebut dijalankan dengan sembunyi-sembunyi.
Pencurian yang hukumnya ta’zir juga dibagi terhadap dua bab selaku berikut:
d. Semua jenis pencurian yang dikenai eksekusi had, tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi atau ada syubhat. Contohnya seperti pengambilan harta milik anak oleh ayahnya.
e. Pengambilan harta milik orang lain dengan sepengetahuan pemilik tanpa kerelaannya dan tanpa kekerasan. misalnya seperti menjambret kalung dari leher seorang perempuan, lalu penjambret itu melarikan diri dan pemilik barang tersebut melihatnya sambil berteriak meminta derma.
Bentuk dan Contoh Mencuri.
Adapun bentuk-bentuk dan pola mencuri ;
1. Mencopet, mengutil, membajak ialah tindakan orang mukallaf, baligh, dan cerdik sehat secara sembunyi-sembunyi mengambil harta orang lain dengan ukuran satu nisab.
2. Mengambil benda, ide/ide (plagiat) orang lain tanpa seizin pemiliknya.
3. Merampok, yakni tindakan orang mukallaf, baligh, dan pandai sehat mengambil harta orang lain dengan jalan dipaksa, diancam dengan senjata, atau penganiayaan.
4. Menyamun, adalah tindakan orang mukallaf, baligh, dan pandai sehat mengambil harta orang lain dengan jalan dipaksa, dianiaya dijalankan ditempat sunyi dan tidak banyak orang.
5. Korupsi ialah langkah-langkah melawan aturan untuk memperkaya diri sendiri/orang lain (perseorangan atau suatu korporasi), yang secara eksklusif maupun tidak eksklusif merugikan keuangan atau perekonomian negara, yang dari sisi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang berlawanan dengan nilai-nilai keadilan penduduk . Korupsi sama dengan Pencurian Penggelapan.
H. Unsur-Unsur Pencurian
Dari banyak sekali definisi yang dikemukakan di atas mampu dikenali bahwa bagian-komponen pencurian itu ada empat macam, yakni selaku berikut:
1. Pengambilan secara membisu-diam
Pengambilan secara membisu-diam terjadi bila pemilik (korban) tidak mengenali terjadinya pengambilan barang tersebut dan dia tidak merelakannya.
Untuk terjadinya pengambilan yang sempurna dibutuhkan tiga syarat, yakni selaku berikut:
a. Pencuri mengeluarkan barang yang dicuri dari tempat simpanannya
b. Barang yang dicuri dikeluarkan dari kekuasaan pemilik
c. Barang yang dicuri dimasukkan ke dalam kekuasaan pencuri
2. Barang yang diambil berbentukharta
Salah satu bagian penting untuk dikenakannya eksekusi potong tangan yaitu bahwa barang yang dicuri itu mesti barang yang yang bernilai mal (harta). Apabila barang yang dicuri itu bukan harta, seperti hamba sahaya, atau anak kecil yang belum tamyiz maka pencuri tidak dikenai hukuman had. Akan namun Imam Malik dan Zhahiriah beropini bahwa anak kecil yang belim tamyiz mampu menjadi objek pencurian, meskipun bukan hamba sahaya, dan pelakunya mampu dikenai eksekusi had.
3. Harta tersebut milik orang lain
Dalam kaitannya dengan bagian yang ketiga ini, yang terpenting adalah bukan si pencuri melainkan orang lain. Dengan demikian, apabila barang tersebut tidak ada pemiliknya mirip benda-benda yang mubah maka pengambilannya tidak dianggap sebagai pencurian, meskipun dilakukan secara membisu-membisu.
Demikian pula halnya orang yang mencuri tidak dikenai hukuman had jika terdapat syubhat (ketidakjelasan) dalam barang yang dicuri. Dalam hal ini pelaku cuma dikenai eksekusi ta’zir. Contohnya mirip pencurian yang dijalankan oleh orang renta kepada anaknya. Dalam perkara semacam ini, orang renta dianggap mempunyai bagian dalam harta anaknya, sehingga terdapat syubhat dalam hak milik.
Demikian pula halnya orang yang yang mencuri tidak dikenai eksekusi had jika beliau mencuri harta yang dimiliki tolong-menolong dengan orang yang menjadi korban, sebab hal itu juga dipandang sebagai syubhat. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan Golongan Syi’ah. Akan tetapi, berdasarkan Imam Malik, dalam masalah pencurian harta milik bersama, pencuri tetap dikenai eksekusi had jika pengambilannya itu meraih nishab pencurian yang jumlahnya lebih besar daripada hak miliknya.
Pencurian hak milik umum menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, dan golongan Syi’ah Zaidiyah, sama hukumannya dengan pencurian hak milik bareng , alasannya adalah dalam hal ini pencuri dianggap mempunyai hak sehingga hal ini juga dianggap selaku syubhat. Akan tetapi berdasarkan Imam Malik, pencuri tetap dikenai eksekusi had.
4. Adanya Niat yang Melawan Hukum
Unsur yang keempat dari pencurian yang dikenai aturan had yakni adanya niat yang melawan aturan. Unsur ini tercukupi jika pelaku pencurian mengambil suatu barang padahal dia tahu bahwa barang tersebut bukan miliknya, dan jadinya haram untuk diambil. Dengan demikian bila ia mengambil barang tersebut dengan akidah bahwa barang tersebut yaitu barang yang mubah maka dia tidak dikenai eksekusi, sebab dalam hal ini tidak ada maksud melawan aturan.
Disamping itu, untuk terpenuhinya unsur ini disyaratkan pengambilan tersebut dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang yang dicuri. Apabila tidak ada maksud untuk mempunyai maka dengan sendirinya tidak ada maksud melawan aturan, oleh karena itu beliau tidak dianggap sebagai pencuri.
Demikian pula halnya pelaku pencurian tidak dikenai hukuman jika pencurian tersebut dikerjakan alasannya terpaksa (darurat) atau dipaksa oleh orang lain
I. Hukuman Untuk Tindak Pidana Pencurian
Apabila tindak kriminal pencurian sudah dapat dibuktikan maka pencuri dapat dikenai dua macam eksekusi, yakni selaku berikut:
1. Penggantian Kerugian (Dhaman)
Menurut Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya penggantian kerugian dapat dikenakan terhadap pencuri kalau ia tidak dikenai hukuman potong tangan. Akan namun bila hukuman potong tangan dijalankan maka pencuri tidak dikenai penggantian kerugian. Dengan demikian menurut mereka, hukuman potong tangan dan penggantian kerugian tidak dapat dijalankan sekaligus bersama-sama. Alasannya yaitu bahwa Al-Quran hanya menyebutkan eksekusi potong tangan untuk tindakan melawan hukum pencurian, sebagaimana yang tercantuam dalam Surah Al-Maidah ayat 38, dan tidak menyebut-nyebut penggantian kerugian.
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad, eksekusi potong tangan dan penggantian kerugian mampu dilaksanakan bantu-membantu. Alasan mereka ialah bahwa dalam pencurian terdapat dua hak yang disinggung, pertama hak Allah dan kedua hak insan. Hukuman potong tangan dijatuhkan selaku imbangan dari hak Allah, sedangkan penggantian kerugian dikenakan selaku imbangan dari hak manusia.
Menurut Imam Malik dan murid-muridnya, kalau barang yang dicuri sudah tidak ada dan pencuri yaitu orang yang mampu maka dia diwajibkan untuk mengubah kerugian sesuai dengan nilai barang yang dicuri, di sampimg ia dikenai eksekusi potong tangan. Akan namun, kalau dia tidak bisa maka beliau cuma dijatuhi eksekusi potong tangan dan tidak dikenai penggantian kerugian.
2. Hukuman Potong Tangan
Hukuman potong tangan ialah eksekusi pokok untuk tindakan melawan hukum pencurian. Ketentuan ini didasarkan kepad firman Allah dalam Surah Al-Maidah ayat 38:
Hukuman potong tangan ialah hak Allah yang tidak mampu digugurkan, baik oleh korban maupun oleh ulil amri, kecuali berdasarkan Syi’ah Zaidiyah. Menurut mereka, hukuman potong tangan mampu gugur bila dimaafkan oleh korban (pemilik barang).
Hukuman potong tangan dikenakan terhadap pencurian yang pertama, dengan cara memangkas ajudan pencuri dari pergelangan tangannya. Apabila beliau mencuri untuk kedua kalinya maka ia dikenai eksekusi potong kaki kirinya. Apabila ia mencuri untuk ketiga kalinya, maka para ulama berbeda pertimbangan . Menurut Imam Abu Hanifah, pencuri tersebut dikenai eksekusi ta’zir dan dipenjarakan. Sedamgkan menurut Imam yang lainnya, ialah Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad, pencuri tersebut dikenai eksekusi potong tangan kirinya. Apabila ia masih mencuri untuk keempat kalinya maka dipotong kaki kanannya. Apabila ia masih mencuri untuk kelima kalinya maka dia dikenai eksekusi ta’zir dan dipenjara seumur hidup (hingga dia mati) atau sampai beliau bertobat.
Adapun batas pemotongan berdasarkan ulama yang empat, yaitu Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad yakni dari pergelangan tangan. Sedangkan menurut Khawarij pemotongan dari bahu. Alasan jumhur ulama adalah karena pengertian minimal dari tangan itu yaitu telapak tangan dan jari. Alasan Khawarij ialah alasannya pemahaman tangan itu mencakup keseluruhan dari semenjak ujumg jari sampai batas pundak.
J. Hikmah Hukuman (Uqubah) Bagi Pencuri
1. Membuat orang yang mau berbuat pencurian memikirkan seribu kali pertimbangan, alasannya hukumannya sangat menyakitkan memalukan dan memberatkan kehidupannya dimasa depan.
2. Orang jera untuk melaksanakan pencurian kembali.
3. Terpeliharanya harta masyarakat dari gangguan orang lain.
4. Terciptanya kehidupan aman, aman, tentram, senang.
5. Mengurangi atau bahkan menghapus beban siksaan di darul baka bagi pelaku pencurian.
6. Menimbulkan kesadaran kepada setiap orang semoga menghargai dan menghormati hasil kerja keras orang lain.
K. Cara Menghindari Perilaku Mencuri
Agar terhindar dari kebiasaan atau sikap mencuri hendaknya kita melakukan antara lain:
1. Selalu melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
2. Selalu mempertahankan dan memelihara harga diri, keluarga, penduduk bangsa dan negara.
3. Selalu mempunyai rasa syukur nikmat.
4. Senantiasa istiqomah dan qana’ah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mencuri yakni sebuah langkah-langkah mengambil harta yang tersadar dan mengeluarkan dari daerah penyimpanannya tanpa ada kerancuan (syubhat) di dalamnya dan dijalankan secara sembunyi-sembunyi
Dalam perbuatan pencurian juga niscaya juga mempunyai dampak negative, baik itu bagi pelaku pencuri maupun korban pencurian tersebut. Dampak bagi pelaku pencuri misalnya ialah, mengalami kegundahan dalam batin, akan mendapat eksekusi yang tegas dan yang tepat dengan perbuatannya, mencemarkan nama baik sendiri maupun keluarganya, dan sudah niscaya akan semakin menghancurkan ke Imanan orang tersebut. Sedangkan efek kepada korban pencurian yakni mengalami kerugian dan kekecewaan, mengalami ketakutan sesudah mengalami insiden tersebut, dan menjadikan ketidak tenangan kepada harta yang dia miliki.
B. Saran
1. Hindarilah tindakan mencuri.
2. Hendaknya Memahami aturan Mencuri dalam islam melalui pendalaman ilmu para alim ulama sehingga bisa menafsirkan secara baik.
3. Dapat melaksanakan hukum islam yang bekerjsama pada langkah-langkah mencuri.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul malik kamal bin as-sayyidah. 2008. Shahih fiqih sunnnah jilid 5. Jakarta: At-tazkia
M. Quraish Shihab,2001. Tafsir Al Misbah-Volume 3 ,Ciputat : Lentera Hati
Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri.2000. Ensiklopedi Muslim. Jakarta: Darul Fallah
Abu Bakar Jabir Al-Jaza’iri. 2009. Minhajul Muslim.Surakarta: Insan kamil
Ibrahim Dasuqi asy-Syahawi. 1961. As-Sariqah. Kairo: Maktabah Dar al-Urubah