close

Makalah Adat Dalam Perjalanan Bertamu Dan Menerima Tamu

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bertamu merupakan tradisi masyarakat yang senantiasa dilestarikan. Dengan bertamu seorang bias menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerja amal untuk mengendorkan banyak sekali masalah yang dihadapi dalam kehidupan. adakalanya seorang bertamu alasannya adanya urusan yang serius, misalnya untuk mencari penyelesaian terhadap problema masyarakat nyata, sekedar bertandang, karena usang tidak ketemu (berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan bertanggung ke tempat tinggal kerabat atau sobat, maka kerinduan terhadap saudara ataupun teman dapat tersalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi kuat.
Pada penduduk terbaru ketika ini, perjalanan (safar) menjadi bab mobilitas kehidupan. Artinya makin maju  singkat kehidupan seseorang , maka akan semakin sering  seseorang melaksanakan perjalanan untuk memenuhi banyak sekali keperluan dan tujuan. Pada era Rosulullah, perjalanan untuk membuatkan kebutuhan ( khususnya berjualan) telah menjadi tradisi masyarakat Arab sebelum Islam tiba. Pada isu terkini tertentu mirip ekspresi dominan panas maupun hujan penduduk Arab melakukan perjalanan ke aneka macam daerah dengan membuatkan keperluan. Untuk menawarkan gambaran rinci perihal akhlak dalam perjalanan, berikut akan di uraikan; pengertian adat perjalanan, bentuk adab perjalanan , nilai kasatmata budbahasa perjalanan, membiasakan adab perjalanan dalam perilaku hidup.
Bertamu dalam bahasa Arab disebut dengan kata ( ) “Ataa liziyaroti, atau ( – ) Iatadloofa-Yastadliifu”. Menurut kamus bahasa Indonesia, bertamu diartikan ; “datang berkunjung ke tempat tinggal seorang sobat atau pun kerabat untuk sebuah tujuan ataupun maksud (melawat dan sebagainya)”. secara perumpamaan bertamu merupakan kegiatan mendatangi rumah sobat, kerabat ataupun orang lain, dalam rangka membuat kebersamaan dan kemaslahatan bersama.
Tujuan bertamu telah barang telah barang pasti untuk menjalin persaudaraan ataupun persahabatan. Sedangkan bertamu terhadap orang yang belum diketahui , mempunyai tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun bermaksud lain yang belum dimengerti kedua belah pihak.
Bertamu ialah kebiasaan aktual dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman tradisional hingga zaman modern. Dengan melestarikan kebiasaan kunjung mengunjungi, maka segala masalah gampang dilestarikan, segala persoalan gampang diberikan dan segala duduk perkara mudah terselesaikan.
B.     Rumusan Masalah
1.            Bagaimana Akhlak dalam Perjalanan dalam Islam?
2.            Bagaimana Akhlak kita Bertamu Menurut Islam ?
3.            Bagaimana Akhlak kita Menerima Tamu Menurut Islam ?
C.    Tujuan Penulisan
1.            Untuk mengenali Akhlak dalam Perjalanan dalam Islam.
2.            Untuk mengetahui ihwal Akhlak kita Bertamu Menurut Islam.
3.            Untuk mengetahui ihwal Akhlak kita Menerima Tamu Menurut Islam.


D.     
BAB II
PEMBAHASAN
A.          Akhlak perjalanan (safar)
1.      Pengertian Akhlak Perjalanan
Perjalanan dalam bahasa arab disebut dengan kata “rihlah atau – safar” dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) perjalanan diartikan ; “ihwal” (cara, gerakan, dsb) berjalan atau bepergian dari sebuah tempat menuju tempat untuk sebuah tujuan”. Secara ungkapan, perjalanan sebagai aktifitas seseorang untuk keluar ataupun meninggalkan rumah dengan berlangsung kaki ataupun memakai banyak sekali fasilitas angkutanyang mengantarkan hingga pada daerah tujuan dengan maksud ataupun tujuan tertentu.
 Pada zaman Rasulullah, melakukan perjalanan sudah mejadi tradisi penduduk arab. Dalam Al-Qur’an surah Al-Quraisy yang disebut diatas, Allah mengabadikan tradisi masyarakat arab yang suka melaksanakan perjalanan pada isu terkini tertentu untuk banyak sekali kebutuhan. Karena itu tidak heran kalau islam sebagai satu-satunya agama yang mengatur kegiatan insan dalam melaksanakan perjalanan, mulai dari era antisipasi perjalanan, dikala masih berada dirumah, selanjutnya pada saat dalam perjalanan dan saat sudah kembali pulang dari sebuah perjalanan.
  Dengan demikian rumah tinggal merupakan start awal dari semua jenis perjalanan yang dilakukan setiap orang, sedangkan finisnya berada pada tempat yang menjadi tujuan setiap perjalanan. Namun demikian sesudah seorang sampai pada daerah tujuan dan telah memperoleh ataupun mendapatkan sesuatu yang dicari, maka pada suatu dikala mereka akan kembali ke tempat tinggal. Perjalanan yang demikian ini lalu yang diketahui dengan ungkapan pulang pergi(PP)
     Perjalanan pulang pergi secara berkesinambungan menawarkan adanya mobilisasi yang tinggi dan menjadi ciri masyarakat terbaru. Apabila pada sebuah kampung, sebagaian masyarakatnya melaksanakan perjalanan pulang pergi pada setiap harinya, maka hal tersebut memberikan adanya mobilisasi masyarakat dan menjadi mengambarkan perkembangan dan kesejahteraan masyarakatnya.
     Pada penduduk terbaru, perjalanan (safar) menjadi bagian dari mobilisasi kehidupan,artinya makin maju kehidupan seseorang, maka akan semakin sering seseorang melaksanakan perjalanan untuk banyak sekali tujuan. Pada periode Rosulullah,perjalanan untuk menyebarkan kebutuhan (terutama berjualan) telah menjadi tradisi penduduk arab. Pada musim tertentu masyarakat arab melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk banyak sekali kebutuhan
2.      Bentuk Akhlak Perjalanan
Islam mengajarkan semoga setiap perjalanan yang dilakukan bertujuan untuk mencari ridho Allah. Diantara jens perjalanan (safar) yang direkomendasikan dalam islam adalah pergi haji, umroh, menyambungkan silaturahmi, belajar, berdakwah, berperan di jalan Allah, mencari karunia Allah, mencari karunia Allah dll. Perjalanan (safar) juga berfungsi untuk menyehatkan dan merefresikan kondisi jasmani dan rohani dari capek dan kepenatan dalam menjalani suatu aktifitas.
Islam mengajarkan etika dalam melakukan perjalanan yaitu:
a.       Bermusyawarah dan sholat Istikhoroh;
b.      Mengembalikan hak dan amanat terhadap pemiliknya;
c.       Membawa enam benda: gunting,siwak,tempat celak, daerah air kebutuhan minum cebek dan wudhu. Hal tersebut di sunnahkan Rosulullah; dan baik sekali dalam perjalanan itu menenteng enam benda tersebut.
d.      Menyertakan istri ataupun anggota keluarganya;
e.       Wanita menambahkan sahabat atau muhrimnya;
f.       Memilih mitra pendamping yang sholeh dan sholehah;
g.      Mengangkat pemimpin atu ketua rombongan;
h.      Mohon pamitan kepada keluarga dan handai taulan serta mohon doa;
i.        Memilih hari Kamis dan salat dua rakaat sebelum berangkat.
j.        Menolong mitra sepanjang jalan.
k.      Tidak usang meninggalkan Istri.
l.        Takbir tiga kali dan berdoa.
m.    Jangan pulang secara tiba-tiba.
n.      Salat dua rakaat.
3.      Ketika Sampai dan Kembali dari Perjalanan
a.       Takbir Tiga Kali dan Berdo’a. Setelah melaksanakan perjalanan atau dari medan perang, Rasulullah  Saw. mengucapkan takbir tiga kali, lalu mengucapkan (artinya) : “Tiada sembahan selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi Allah kekuasaan dan kebanggaan dan Dia mampu melakukan segala sesuatu. Kami pulang kembali bertobat, beribadah dan terhadap Allah kami bertahmid.”
b.      Jangan Pulang Mendadak. Rasulullah Saw. jika pulang larut malam, dia tidak pribadi mengetuk pintu, namun menanti sampai besok pagi.
c.       Shalat Dua Raka’at. Sekembali dari perjalanan, Rasulullah Saw. memasuki masjid, sgalat dua raka’at dan gres pulang ke rumah. Ketika memasuki rumah beliau mengucapkan istighfar (astaghfirullah hal-’azim).
4.      Nilai Positif Akhlak Perjalanan
Setiap orang mencicipi bahwa perjalanan (safar) baik menggunakan transportasi darat, maritim, maupun udara, ialah beban berat (siksaan). Namun acara safar untuk banyak sekali kebutuhan tetap disenangi setiap orang. Setiap perjalanan memuliki resiko yang tinggi, tetapi setiap orang mempunyi dogma dan semangat yang tinggi. Melakukan perjalanan untuk aneka macam tujuan dan keperluan akan terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman.
Safar yakni suatu kelaziman dan keharusan bagi setiap orang,untuk berbagi dan mendapatkan pengalaman, pengetahuan ataupun pola kehidupan gres bahkan mampu mengembangkan mutu diri serta tingkat kesejahteraan dalam kehidupan yang bisa didapat dalam safar tersebut. Imam Ghozali beropini: “bersafarlah, sesungguhnya dalam safar memiliki bermacam-macam keuntungan”.
Imam Gazali mengatakan bahwa “Bersafarlah, bantu-membantu dalam safar mempunyai beragam laba”.  Keuntungan melaksanakan perjalanan diantaranya adalah:
a.       Safar dapat menghibur diri dari kesedihan
b.      Safar menjadi fasilitas bagi seorang untuk mencari hasil usaha (mata pencaharian)
c.       Safar juga dapat mengirimkan seseorang untuk menemukan komplemen pengalaman dan ilmu pengetahuan.
d.      Dengan safar , maka seorang akan lebih banyak mengenal budbahasa kesopanan yang berkembang pada sebuah komunitas penduduk .
e.       Perjalanan akan dapat menambahkan wawasan dan bahkan kawan yang bagus dan mulia.
5.      Membiasakan Akhlak Perjalanan 
Secara nalurial setiap manusia memiliki semangat yang tinggi untuk melaksanakan perjalanan pada ketika ia membutuhkansafar tersebut, baik dekat maupun jauh, baik sendiri maupun berkelompok. Pada kenyataannya perjalanan dapat menunjukkan faedah yang besar, terutama memperbesar wawasan , pengalaman bahkan pujian terhadap segala hal yang diperoleh selama melakukan safar.
     Sebaiknya setiap orang memikirkan terlebih dulu secara masak-masak terhadap semua perjalanan yang mau dijalankan. Apakah niat dalam melakukan perjalanan telah benar adalah untuk beribadah atau sebuah hal yang berguna, jikalau niat melakukan perjalanan untuk sebuah hal yang tidak jelas, maka sebaiknya di tangguhkan bahkan kalau dalam melakukan safar tersebut akan banyak menciptakan  madharat bahkan cenderung pada kemaksiatan maka safar mesti dibatalkan. Segala keperluan ataupu bekal selama perjalanan mesti disediakan secara lengkap dan matang.jangan biasakan menenteng antisipasi ala kadarnya dalam perjalanan, alasannya adalah hal itu akan menyusahkan diri sendiri. Semua kemungkinan dan resiko yang terjadi selama perjalanan harus diantisipasi dan diwaspadai, dengan cara ini perjalanan akan tetap menggembirakan, namun semestinya kalau resiko perjalanan menjadi tidak nyaman dan membosankan alasannya dihadapkan suatu dilema yang tidak dipertimbangkan dan bahkan akan menghadapi kendala yang menghalangi perjalanan.
Usahakan dalam melakukan safar atau rihlah dengan memperhitungkan agenda yang masak,akurat,rinci dan jelas agendanya. Perjalanan yang dibarengi dengan agenda yang jelas, maka semua aktifitas yang dikerjakan selama perjalanan akan dapat terlaksana dengan baik dan nyaman. Sebaliknya jika suatu perjalanan tanpa adanya agenda yang jelas , maka akan condong menyia-nyiakan waktu, biaya ataupun energi, dan bahkan akan membuka celah  bagi syaiton untuk menyesatkan dan alhasil tujuan dari safar tidak tercapai.
Jika telah akhir melaksanakan perjalanan, bersyukur dan renungkanlah segala hal yang ditemukan dan dialami selama dalam perjalanan. Jadikan semua pengalaman sebagai media untuk meningkatkan kesadaran diri dan pelajaran supaya lebih baik dan bermanfaat dalam menjalani kehidupan selanjutnya. Jadilah orang yang pandai bersyukur dengan mengembangkan kualitas iktikad, ilmu dan amal sholih. Berbekal ketiga hal tersebut, setiap manusia akan selamat dalam mengarungi perjalanan baik pada saat di dunia maupun di alam akherat kelak.
6.      Beberapa Permasalahan Penting Dalam Safar
a.       Mengqashar Bagi orang yang dalam perjalanan disyareatkan untuk shalatnya semenjak ia keluar dari wilayahnya.
b.      Jika sudah masuk waktu shalat dan dia dalam keadaan mukim, lalu beliau safar, kemudian beliau shalat dalam safarnya, maka apakah ia shalat tepat atau qashar ? Jawaban yang benar ialah qashar.
c.       Jika dalam perjalanan ia teringat shalat yang mestinya ia lakukan di dikala mukim, maka beliau shalat secara sempurna2, dan jikalau ingat di saat mukim, shalat yang seharusnya ia lakukan dalam safar, maka dalam hal ini terdapat pertengkaran pertimbangan apakah beliau menyempurnakan shalatnya atau mengqashar. Pendapat yang benar ialah mengqashar (shalat).
d.      Jika seorang musafir shalat di belakang orang yang mukim, maka dia shalat empat rakaat secara mutlak meski tidak dia peroleh kecuali tasyahud. Shalatnya seperti halnya orang yang mukim, empat raka’at.
e.       Jika orang yang musafir shalat bersama jamaah yang mukim, maka ia mengqashar shalat.
f.       Sunnah-sunnah Rawatib yang tidak dikerjakan dalam perjalanan yaitu shalat sunnah qabliyah dan ba’diyah Dzuhur, ba’diyah maghrib dan ba’diyah isya’. Adapun shalat sunnah qabliyah fajar dan shalat witir, maka tetap dilaksanakan. Orang yang musafir juga bisa melakukan Shalat Dhuha, shalat sunnah wudhu dan shalat tahiyatul masjid.
g.      Yang disunnahkan adalah merenggangkan bacaan surat (dalam shalat) ketika dalam perjalanan.
h.      Jika ia (orang yang musafir) menjamak shalat, maka hendaknya dikumandangkan adzan satu kali dan dua kali iqamat. Satu shalat satu iqamat. Ia boleh menjamak di permulaan waktu, pertengahannya atau kesannya. Pada waktu-waktu tersebut yaitu saat untuk menjamak dua shalat.
i.        Menjamak antara dua shalat dalam perjalanan yaitu sunnah ketika Dibutuhkan.
j.        Mereka yang tidak diwajibkan menghadiri shalat jum’at seperti musafir dan orang yang sedang sakit, maka boleh bagi mereka untuk menunaikan Shalat Dzuhur setelah tergelincirnya matahari, walaupun imam belum mengawali shalat jum’at.
k.      Musafir boleh melaksanakan shalat sunnah di atas mobil atau pesawat, sebagaimana diriwayatkan dari banyak jalan, dari nabi yang shalat sunnah di atas binatang tunggangannya.
l.        Setiap orang yang dibolehkan untuk mengqashar shalat, maka boleh pula baginya untuk berbuka (tidak berpuasa), dan tidak sebaliknya.
m.    Bepergian di Hari Jum’at yakni dibolehkan.
n.      Dzikir yang diucapkan setelah shalat yang pertama pada shalat jama’ tidak dilakukan.
o.      Tidak disyaratkan dalam safar niat untuk mengqashar (shalat).
p.      Banyak para ulama yang melarang untuk menjama’ Shalat Ashar dan Jum’at.
q.      Mengqashar shalat hukumnya yakni sunnah muakkad, ada pula yang mengatakan wajib.
B.           Akhlak bertamu
Islam menunjukkan aturan yang terperinci agar setiap muslim memuliakan adat tamu yang datang, alasannya memuliakan tamu sebagai perwujudan keimanan kepada Allah dan hari tamat.
1.            Pengertian Akhlak Bertamu
Bertamu ialah tradisi penduduk  yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seseorang bisa menjalin persaudaraan bahkan mampu menjalin kolaborasi untuk merenggangkan banyak sekali masalah yang dihadapi dalam kehidupan. Adakalanya seorang bertamu alasannya adanya persoalan yang serius, misalnya untuk mencari solusi kepada problema masyarakat actual, sekedar bertandang alasannya lama tidak berjumpa (berjumpa) ataupun sekedar untuk mampir sejenak. Dengan bertandang kerumah saudara atau sobat, maka kerinduan kepada kerabat ataupun sahabat mampu tersalurkan, sehingga jalinan persahabatan menjadi kuat.
Bertamu dalam bahasa arab disebut dengan kata “ataa liziyaroti atau  استضاف – يستضيف ”. Menurut kamus bahas indonesia, bertamu diartikan : “tiba berkunjung kerumah seorang sahabat, atapun kerabat untuk sebuah tujuan atau maksud (melawat dan sebagainya)”. Secara istilah bertamu ialah aktivitas mengunjungi rumah teman, kerabat ataupun orang lain, dalam rangka membuat kebersamaan dan kemaslahatan bersama.
Tujuan bertamu telah terang dengan tujuan untuk menjalin tali silaturahmi, persaudaraan ataupun persahabatan. Sedangkan bertamu terhadap orang yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun berniat lain ang belum dimengerti kedua belah pihak.
Bertamu ialah kebiasaan faktual dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman tradisional hingga zaman modern. Dengan melestarikan aktivitas kunjung mendatangi, maka segala persoalan mudah dilestarikan, segala permasalahan gampang dituntaskan dan segala duduk perkara gampang diatasi.
2.            Bentuk Akhlak Bertamu
Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah orang yang bertamu apalagi dulu meminta izin dan mengucapkan salam terhadap penghuni rumah. Allah berfirman yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kau memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam terhadap penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, semoga kamu (senantiasa) ingat.” (Qs. An-nur : 27).
Berdasarkan kode al-Qur’an diatas, maka yang pertama dilaksanakan ialah meminta izin, baru lalu mengucapkan salam. Sedangkan berdasarkan dominan ahli fiqih berpendapat sebaliknya. Menurut rasulullah SAW, meminta izin maksimal boleh dilakukan tiga kali.
Disamping meminta izin dan mengucapkan salam, hal lain yang perlu diperhatikan oleh setiap orang yang bertamu sebagai berikut:
a.       Jangan bertamu sembarang waktu
b.      Kalau diterima bertamu jangan terlalu lama. Setelah permasalahan simpulan segeralah pulang.
c.       Jangan melakukan acara yang menciptakan tuan rumah terusik
d.      Jikalau disuguhi kuliner atau minuman hormatilah jamuan itu. Bahkan rasulullah SAW. Menganjurkan terhadap orang yang berpuasa sunnah semestinya berbuka atau membatalkan puasanya untuk menghormati jamuannya
e.       Hendaklah pamit pada waktu mau pulang
3.            Etika Bertamu
a.       meminta izin masuk maksimal sebanyak tiga kali
              maksudnya, kalau kita telah memberi salamtiga kali namuntidak ada tanggapan atau tidak di izinkan,maka itu mempunyai arti kita harus menunda kunjungan.
فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ
ارْجِعُوا فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
“kalau kau tidak menemui seorangpun didalamnya ,maka janganlah kau masuk sebelum kamu mendapat izin .danjika dikatakan padamu : “kembali (saja)lah ,maka hendaklah kamu kembali.itu higienis bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kau lakukan.”(QS An Nur [24]:28).
               Hadis Riwayat Abu Musa Al-Asy’ary ra,beliau berkata: “Rasulullah berkata, ‘minta izin masuk rumah itu tiga kali ,kalau diizinkan untuk kamu(masuklah) dan kalau tidak maka pulanglah !’’’(HR Bukhari Muslim)
b.      Berpakaian Rapi dan Pantas
                 bertamu dengan menggunakan pakaian yang pantas mempunyai arti menghormati tuan rumah dan diri nya sendiri. Firman Allah,
ِنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ. …         .
                 jikalau kamu berbuat baik (berarti )kau berbuat baik bagi dirimu sendiri dan bila kamu berbuat jahat maka (kejahatan)itu bagi dirimu sendiri….’’(QS AL ISRA [17]:7)
c.       Memberi instruksi dan salam dikala datang
َا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
              “hai orang orang yang beriman ,janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumah mu sebelum meminta izin dan memberi salam  kepada penghuninya .yang demikian itu lebih baik bagimu ,agar kamu (selalu) ingat.’’(QS An Nur : 27).
d.      jangan mengintip ke dalam rumah                 
                mengintipke dalam rumah sering terjadi saat seseorang ingin tau apakah ada orang di dalam rumah atau tidak .padahal rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat mencela perbuatan ini dan memberi bahaya kepada para pengintip,sebagaimana dalam sabdanya,”dari sahal bin saad ia berkata :ada seorang laki-laki mengintip dari sebuah lubang pintu rumah rasulullah saw dan pada waktu itu dia sedang menyisir rambutnya .maka rasulullah saw bersabdah :”bila saya tahu engkau mengintip ,pasti saya mencolok matamu.bekerjsama allah menyuruh untuk meminta izin itu yakni alasannya adalah untuk menjaga pandangan mata.’’(HR Bukhari )
e.       Memperkenalkan diri sebelum masuk
                 Apabila tuan rumah belum tahu/belum kenal,hendaknya tamu memperkenalkan  diri secara terperinci ,khususnya bila bertamu pada malam hari. Diriwayatkan dalam suatu hadis,”dari jabir ra beliau berkata: aku pernah tiba terhadap rasulullah saw lalu aku mengetuk pintu rumah dia .Nabi muhammad saw bertanya :”siapakah itu ?”Aku menjawab : “saya” beliau bersabda : “aku ,saya..!” seakan- akan beliau marah “ (HR Bukhari)
f.       Tamu lelaki dihentikan masuk kedalam rumah  kalau tuan rumah cuma seorang wanita
                  Dalam hal ini, perempuan yang berada di rumah sendiri hendak nya juga tidak memberi izin masuk tamunya. mempersilahkan tamu lelaki ke dalam rumah sedangkan beliau cuma seorang diri sama halnya memanggil bahaya bagi dirinya sendiri. oleh karena itu ,tamu cukup ditemui di luar saja.
g.      Masuk dan duduk dengan sopan
                   setelah tuan rumah mempersilahkan untuk masuk,hendaknya tamu masuk dan duduk dengan sopan di  kawasan  duduk yang sudah ditawarkan .tamu hendaknya menghalangi diri ,tidak menatap kemana –mana secara bebas. persepsi yang tidak dibatasi  (khususnya bagi tamu gila)mampu menimbulkan kecurigaan bagi tuan rumah.
h.      Menerima jamuan tuan rumah dengan bahagia hati
                 Apabila tuan rumah memberikan jamuan ,hendaknya tamu menerima jamuan tersebut dengan senang hati,tidak Menampakkan perilaku tidak senang kepada jamuan itu. Jika sekiranya tidak senang dengan jamuan tersebut,sebaiknya berterus terang bahwa diri nya tidak sudah biasa menikmati makanan atau minuman mirip itu. jika tuan rumah sudah mempersilahkan untuk menikmati,tamu sebaik nya segera mencicipinya,,tidak usah menunggu hingga berkali-kali tuan rumah mempersilahkan dirinya.
i.        Makanlah dengan ajudan, ambilah yang terdekat dan jangan menentukan
Islam sudah memberi tuntunan bahwa makan dan minum hendaknya dijalankan dengan ajun,tidak sopan dengan tangan kiri (kecuali tangan kanan berhalangan).cara mirip ini tidak hanya dilaksanakan ketika bertamu saja. melainkan dalam berbagai situasi, baik di rumah maupun di rumah orang lain.
j.        Bersihkan piring,jangan supaya kan sisa makanan berceceran
         Islam memberi tuntunan yang lebih bagus,tidak sekedar mengikuti perasaan manusia yang keliru .tamu yang menggunakan piring untuk menikmati sajian tuan rumah,hendaknya piring tersebut higienis dari sisa kuliner. tidak perlu menyisakan makanan pada piring yang bekas dipakainya yang seringkali menyebabkan rasa jijik bagi yang melihatnya.
k.      segeralah pulang sesudah simpulan persoalan
Hendaknya dihindari obrolan yang tidak ada ujung pangkalnya apalagi membicarakan orang lain. Tamu yang bijaksana membenci memperpanjang waktu kunjungannya, ia tanggap kepada sikap tuan rumah. apabila tuan rumah sudah mengamati jam, hendaknya tamu secepatnya pergi atau mengorganisir persoalan lain.
l.        lama waktu bertamu maksimal tiga hari tiga malam
                      Terhadap tamu yang jauh tempat tinggalnya, islam memberikan fleksibilitas bertamu selama tiga hari tiga malam .sehabis waktu itu berlalu maka habislah hak untuk bertamu, kecuali jika tuan rumah mengharapkan.
4.            Membiasakan etika bertamu
            Bertamu ialah kebiasaan nyata dalam kehidupan bermasyarakat dari zaman tradisional hingga zaman moderen.al -qur an menawarkan kode yang tegas,betapa pentingnya setiap orang yang bertamu mampu menjaga diri semoga tetap menghormati tuan rumah. setiap tamu harus berupaya menahan segala harapan dan kehendaknya baik sekalipun,bila tuan rumah berkenan menerimanya.
5.            Hikmah akhlak bertamu
a.       Bertamu secara baik dapat menumbuhkan perilaku toleran terhadap orang lain dan menjauhkan  sikap tekanan,dan intimidasi. islam tidak memedulikan langkah-langkah kekerasan.
b.      Dengan bertamu seorang akan mempertemukan persamaan ataupun kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan koordinasi dalam menjalani hidup.
c.       Bertamu dianggap selaku fasilitas yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan penduduk yang bermatabat.
6.            Nilai Positif Akhlak Bertamu
Bertamu secara baik dapat menumbuhkan perilaku toleran Terhadap orang lain dan menjauhkan dari sikap paksaan, tekanan, dan intimidasi. Islam tidak mengenal langkah-langkah kekerasan. Bukan saja dalam meyakinkan orang lain terhadap tujuan dan maksud baik kehadiran, namun juga dalam tingkah laris dan pergaulan dengan sesama manusia mesti terhindar dari cara-cara paksaan dan kekerasan.
Dengan bertamu atau bertandang, seorang akan mempertemukan persamaan ataupun kesesuaian sehingga akan terjalin persahabatan dan koordinasi dalam menjalin kehidupan. Dengan bertamu, seseorang akan melaksanakan diskusi yang baik , perilaku yang sportif, dan mewah kepada sesamanya. Bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan masyarakat yang bermartabat.
7.            Membiasakan Akhlak Bertamu
Sesungguhnya bertamu itu ialah suatu kegiatan yang sangat menggembirakan. Dengan tujun bertamu seseorang dapat mendapatkan manfaat, baik berupa wawasan, pengalaman berharga ataupun menikmati segala bentuk penyambutan tuan rumah. Menurut perumpamaan Al-Qur’an, sebaiknya orang bertamu tidak memaksa untuk pada saat tidak ada orang yang dirumah. Allah SWT berfirman yang artinya : jikalau kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, maka janganlah kau masuk sebelum kamu mendpat izin. Dan kalau dibilang kepadamu: “kembali (saja) lah, maka hendaklah kamu kembali. Itu higienis bagimu dan Allah maha mengenali apa yang kamu kerjakan”. (Qs. An-Nur: 28).
Al-Qur’an menawarkan aba-aba yang tegas, betapa pentingnya  setiap orang yang bertamu mampu menjaga diri semoga tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu harus berusaha menahan segala keinginandan keinginanbaiknya sekalipun, demikian pula apabila acara bertamu sudah usai, maka seorang yang bertamu harus meninggalkan kesan yang baik dan menyenangkan bagi tuan rumah. Karena itu haram hukumnya orang yang bertamu meninggalkan kekecewaan ataupun kesusahn bagi tuan rumah.   
C.          Akhlak menerima tamu
Islam memperlihatkan hukum yang terperinci agas setiap muslim memulyakan setiap tamu yang tiba, alasannya adalah memulyakan tamu sebagai perwujudan keimanan terhadap Allah dan hari Akhir. Penjabaran lebih lanjut akan dijelaskan di bawah ini
1.            Pengertian Akhlak Menerima Tamu
Menurut kamus bahasa Indonesia, mendapatkan tamu(ketamuan) diartikan: “kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung”. Secara perumpamaan menerima tamu dima’nai menyambut tamu dengan berbagai cara penyambutan yang umum(wajar) dilakukan berdasarkan adab atau agama dengan maksut yang menyenangkan atau memulyakan tamu, atas dasar doktrin untuk mendapatkan rahmad dan ridho dari Allah.
2.            Bentuk Akhlak Menerima Tamu
Islam selaku agama yang sungguh serius dalam memperlihatkan perhatian orang yang sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertamu telah dijamit hak haknya dalam Islam. Karena itu menghormati tamu ialah perhatian yang mendatangkan kemulyaan di dunia dan alam baka. Setiap muslim wajib memulyakan tamu, tanpa membeda bedakan status sosial ataupun maksud dan tujuan bertamu.
Memulyakan tamu dilaksanakan antar lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka elok dan tuturkata yang lemah lembut, mempersilahkan duduk di daerah yang bagus. Kalau perlu, disediakan ruangan kusus yang selalu dijaga kerapian dan kelestariannya. Kalau tamu daang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan menjamunya maksimal tiga hari tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah terhadap tuan rumah untuk tetap menjamunya atau tidak. Menurut Rasulullah SAW, menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi keharusan.
3.            Etika menerima tamu
a.      Berpakaian yang patut
       tuan rumah hendaknya mengenakan busana yang layak pula dalam menerima kehadiran tamunya.berpakaian layak  dalammenerima kedatangan  tamu memiliki arti menghormati tamu dan dirinya sendiri.Rasulullah saw  bersabdah ,”Makan dan minumlah kau bersedekahlah kau danberpakaianlah kau , tetapitidak dengan angkuh dan berlebih lebihan.Sesungguhnya Allah  amat senang menyaksikan bekas nikmatnya pada hambanya.”(HR Baihaqi)
b.      Menerima tamu dengan sikap yang bagus
        Tuan rumah hendaknya mendapatkan kehadiran tamu dengan sikap yang baik, contohnya dengan tampang yang cerah muka senyum dan sebagainya.sekala-kali jangan acuh apalagi memalingkan  tampang dan tidak mau memandanginya secara wajar.
c.       Menjamu tamu sesuai kemampuan dan tidak butuhmengada-selenggarakan
          tuan rumah tidak butuhterlalu repot dalam menjamu tamunya.bagi tuan rumah yang bisa hendaknya menyediakan jamuan yang pantas, sedangkan bagi yang kurang mampu hendaknya menyesuaikan kemampuan.
d.      Lama waktu
         sesuai dengan hak tamu ,kewajiban memulaikan tamu adalah tiga hari,termasuk hari spesial.selebihnya dari waktu itu ialah sedekah bagi nya.sabdah Rasulullah,
اَلضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ اَيَّامٍ فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَالِكَ فَهُوَ صَدَقَةُ عَلَيْهِ (متفق عليه)
“ Menghormati tamu itu sampai tiga hari. Adapun selebihnya adalah merupakan sedekah baginya,.” (HR Muttafaqu Alaihi)
e.       Antarkan sampai kepintu halaman jikalau tamu pulang
         salah satu cara yang terpuji yang dapat menyenangkan tamu yaitu kalau tuan rumah mengirimkan tamunya sampai kepintu halaman.tamu akan merasa lebih semangatbkarena merasa dihormati tuan rumah dan kehadirannya diterima dengan baik.
f.       Wanita yang sendiri dirumah larangan menerima tamu laki –laki masuk kedalam rumahnya tanpa izin suaminya
. . . .. . . . 
”  . . . . Wanita ( istri ) yang shaleh ialah yang taan kepada Alloh  dan memelihara diri ( tidak berlaku curang serta memelihara diam-diam dan harta suaminya ) di balik pembelakangan suaminya ( waktu suaminya pergi ) karena Alloh sudah memelihara mereka ( sudah mengharuskan suaminya untuk mempergauli merea dengan baik ) …( QS.An -Nisa (4) :34 )
 “ Wanita itu ialah (menyerupai) pengembala di rumah suaminya. Dia akan ditanya wacana pengembalaannya (dimintai pertanggung tanggapan).” (HR Ahmad, bukhari, Muslim, Abu Daud, Turmudzi dan Ibnu Umar).
    Oleh karena itu, tamu laki-laki cukup dijumpai diluar rumah saja,atau diminta tiba lagi (bila perlu)ketika suaminya sudah pulang melakukan pekerjaan .Membiarkan tamu laki-laki masuk kedalam rumah padahal beliau (wanita tersebut)hanya seorang diri ,sama saja dengan membuka potensi besar akan timbulkan ancaman bagi diri sendiri.
4.            Membiasakan berakhlak menerima tamu
            Setiap muslim mesti membiasakan diri untuk menyambu tsetiap  tamu yang datang  dengan penyambut dengan suka cita .agar mampu menyambut tamu dengan suka cita maka tuan rumah mesti berpikiran yang aktual (husnuzon)kepada tamunya,jangan hingga kahadiran tamu diikuti dengan hadirnya asumsi negatif(suuzon).
5.            Hikmah berakhlak menerima tamu
a.       setiap muslim telah diikat oleh sebuah tata hukum biar hidup bertetangga dan teman dengan orang lain, sekalipun berlainan agama atau suku.
b.      Menerima tamu sebagai perwujudan keimanan,artinya semakin kuat doktrin seseorang,maka kian ramah dan santu dalam menyambut tamunya sebab orang yang beriman menyakini bahwa menyambut tamu bab dari perintah Allah.
c.       Menyambut tamu mampu memajukan etika,berbagi kepribadian ,dan tamu juga dijadikan sebagai fasilitas untuk mendapatkan kemaslahatan dunia ataupun alam baka.
6.            Nilai Positif Akhlak Menerima Tamu
Setia orang Islam telah diikat oleh suatu ikatan hukum biar hidup bertetangga dan erat dengan orang lain, sekalipun berlawanan agama atau suku. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan dilarang dilanggar undang-undang atau perjanjian yang mengikat diantara sesama manusia.
Menerima tamu selaku perwujudan keimanan, artinya kian berpengaruh iktikad seseorang, maka makin ramah dan santun dalam menyambut tamunya alasannya orang yang beriman meyakini bahwa menyabut tamu bagian dari perintah Allah SWT.
Menyambut tamu dapat meningkatkan budbahasa, membuatkan kepribadian dan tamu juga dapat dijadikan selaku fasilitas untuk mendapatkan kemaslakhatan dunia maupun alam baka.
7.            Membiasakan Akhlak Menerima Tamu
Menerima tamu merupakan bagian dari aspek sosial dalam fatwa Islam yang mesti terus dijaga. Menerima tamu dengan penyambutan yang baik merupakan cermin diri dan menunjukkan mutu kepribadian seorang muslim. Setiap muslim harus membiasakan diri untuk menyambut setia tamu yang datang dengan penyambutan yang sarat suka cita.
Agar dapat menyambut tamu dengan suka cita maka tuan rumah mesti menghadirkan anggapan yang positif(khusnudzon) terhadap tamunya, janga hingga kedatangan tamu disertai dengan hadirnya fikiran negatif dari tuan rumah(suudzon). Apabila sebuah saat tuan rumah mencicipi berat untuk mendapatkan kehadira tamunya, maka tuan rumah mesti tetap memperlihatkan perilaku yang berilmu dan bijak, jangan hingga menyinggung perasaan tamu.
semestinya setiap muslim harus memberikan sikap yang bagus kepada tamunya, menyediakan fasilitas dan prasarana penyambutan yang memadahi, serta memberikan jamuan makan ataupun minum yang menyanggupi tamu.


BAB III
PENUTUP
A.          Kesimpulan
Agama Islam yaitu agama yang tepat, mengontrol insan dalam segala aspeknya. Perjalanan, bertamu serta mendapatkan tamu tetap ada aturannya dalam Islam. Semua adat tersebut adalah budbahasa terpuji. Apabila kita melakukannya cuma alasannya adalah Allah SWT, tanpa ada niat yang berlebihan dan lain dibandingkan dengan niat kita kepada Allah SWT.
Bertamu mampu menyambung tali silaturahmi, baik kepada semua orang kita bertamu, juga harus ingat hukum. Karena kita bukan berada dalam rumah sendiri. Menerima tamu juga hal yang mulia. Menerima tamu hukumnya wajib, kita wajib mendapatkan tamu kalau ia berada di dalam rumah kita selama tiga hari. Apabila tamu bermalam di rumah kita lebih dari tiga hari, maka mendapatkan ia dirumah kita bukanlah wajib lagi. Kita berhak menghalau dia apabila mengganggu kenyamanan dalam rumah. Dan menjadi sedekah jika kita tetap melayani dia dalam rumah kita.
B.           Saran
Sebelum melakukan perjalanan biasakan untuk mempertimbangkan tujuannya, apakah perjalanan itu bernilai ibadah dan bermanfaat atau cuma tidak berguna saja. Jika niat melakukan perjalanan tidak terang, maka semestinya ditangguhkan ataupun dibatalkan. Segala keperluan dan bekal selama perjalanan harus disiapkan dengan lengkap, jangan biasakan menenteng persiapan ala kadarnya, semoga nanti tidak menemui kesulitan di perjalanan.
Begitu pula dengan budpekerti dalam berhias, dalam melakukan perjalanan (safar), bertamu dan menerima tamu juga tetap harus dengan aturan dan syariat agama islam sesuai dengan apa yang diajarkan oleh nabi Muhammad SAW dalam sunnahnya dan juga sesuai dengan yang diperintahkan Allah SWT dalam kitab Al-Qur’an dan kitab sebelumnya


DAFTAR PUSTAKA
An-nawawi, imam. 2011. Riyadhush Sholihin (diterjemahkan oleh Arif Rahman Hakim, Lc, dkk). Solo: Insah Kamil.
Ayyub, Hasan. 1994. Etika Islam: Menuju Kehidupan yang Hakiki. Bandung: Trigenda Karya.
Fatimah, Khair Muhammad. 2002. Etika Muslim Sehari-hari. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.