Lafadz متَى Dan Penjelasannya Dalam Nahwu

mu’rab atau mabni?.

Lafadz متَى Kalimat Isim Yang Mabni

Dalam bait Alfiyah yang ke 16 disebutkan sebagai berikut,
كَالْشَّبَهِ الْوَضْعِيِّ فِي اسْمَيْ جِئْتَنَا ¤ وَالْمَعْـنَـــوِيِّ فِي مَتَى وَفِي هُـــــــنَا
Artinya: Seperti keserupaan bangsa “Wadh’i” di dalam dua isimnya lafadz جئتنا. Dan keserupaan bangsa “Ma’nawi” dalam pola متى dan هنا

Dari bait di atas mampu dimengerti bahwa lafadz متَى merupakan kalimat isim yang mabni, aspek kemabnian lafadz متَى yaitu disebabkan adanya keserupaan ma’nawi dengan kalimat karakter. Penjelasan ini sebagaimana dijelaskan dalam Syarah ibnu Aqil sebagai berikut,

والثاني شبه الاسم له في المعنى وهو قسمان أحدهما ما أشبه حرفا موجودا والثاني ما أشبه حرفا غير موجود فمثال الأول متى فإنها مبنية لشبهها الحرف في المعنى فإنها تستعمل للاستفهام نحو تقوم وللشرط نحو متى تقم أقم وفي الحالتين هي مشبهة لحرف موجود لأنها في الاستفهام كالهمزة وفي الشرط كإن ومثال الثاني هنا فإنها مبنية لشبهها حرفا كان ينبغي أن يوضع فلم يوضع
وذلك لأن الإشارة معنى من المعاني فحقها أن يوضع لها حرف يدل عليها كما وضعوا للنفى ما وللنهي لا وللتمني ليت وللترجي لعل ونحو ذلك فبنيت أسماء الإشارة لشبهها في المعنى حرفا مقدرا
Artinya: Yang kedua keserupaan isim kepada harf dalam makna, keserupaan ini terbagi atas dua bagian, yang pertama ibarat harf yang ada wujudnya, yang kedua mirip harf yang tidak ada wujudnya. Adapun contoh yang pertama yakni lafad mataa , ia mabni alasannya adalah menyerupai harf dalam maknanya, karena mataa itu digunakan untuk istifham (kata Tanya) , acuan mataa taquumu (kapan anda bangun), dan digunakan untuk syarat , pola mataa taqum aqum (bila anda berdiri maka saya pun bangun), dalam dua keadaan diatas keserupaannya kepada harf yang ada wujudnya, karena ia itu waktu istifham serupa dengan hamzah dan waktu jadi syarat serupa dengan in. adapun teladan yang kedua ialah lafad hunaa , beliau ibarat hurf yang harusnya ada bentuknya namun kenyataannya tidak ada. Hal itu sebab isim isyarat itu ialah punya makna yang semestinya mampu diletakan aksara yang menunjukan maknanya. Sebagaimana mereka meletakan lafad maa untuk makna nafi, dan meletakan lafad laa untuk nahi,dan laita untuk makna tamanni, lafad la’alla untuk makna tarojji dan yang semisalnya. Maka isim instruksi itu dimabnikan sebab mirip dalam makna terhadap harf yang dikira-kirakan.

Macam – Macam Penggunaan Lafadz متَى

Penggunaan lafadz متَى dalam struktur penyusunan kalimat ada 2 keadaan, adalah Istifhamiyah dan Syarthiyah.

متَى Istifhamiyah yakni isim istifham yang dijadikan pertanyaan dari kejadian dimasa kemudian dan kurun akan datang. Lafadz متَى dimabnikan sukun di dalam mahal nashob sebagai dhorof zaman. Apabila terelatak sebelum isim dan fi’il yang taam / sempurna, maka lafadz متَى ada keterkaitan dengan khabar yang dikira-kirakan. Namun, mampu juga ada keterkaitan dengan fi’il naqis. Contoh, متى ذهبت؟ متى تذهب؟ ومتى كان زيدا ذاهبا؟ ومتى تكن صائما؟ Lafadz متَى dalam beberapa pola tersebut ialah istifham yang bermakna dhorof zaman, mabni sukun di dalam mahal nashob karena berkedudukan selaku maf’ul bih. 
وَيَقُولُونَ مَتَى هَذَا الْوَعْدُ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (يس : 48)
مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ (البقرة : 214)

متَى Syarthiyah adalah isi syarat yang jazim, menjazmkan dua fi’il mudhare’. Seperti teladan : متَى تجلس أجلس, dalam teladan tersebut متَى ialah isim syarat yang jazim, lafadz تجلس merupakan fi’il mudhare’ yang dijazemkan sebab selaku fi’il syarat, dan lafadz أجلس dibaca jazm juga karena sebagai jawabnya syarat.