Kimia Hijau dan Pembangunan Kesehatan yang Berkelanjutan di Perkotaan
Oleh : Marisa Rezzy Rachmawati (T08-Marisa)
Abstrak
Perkembangan dan pemanfaatan zat-zat kimia yang tanpa kontrol, menyebabkan badan insan terkontaminasi oleh sejumlah besar zat kimia sintetis hasil industrialisasi, banyak diantaranya sudah dikenali bersifat racun dan penyebab kanker. Zat-zat tersebut masuk ke tubuh manusia melalui produk yang tidak disebutkan selaku komponen penyusun atau ingredients pada produk-produk kuliner atau aditif, makanan yang tercemar zat kimia, udara, air dan bubuk.
Kata kunci : Perkembangan, Zat Kimia.
Abstract
The development and use of chemicals that are not controlled, causing the human body to be contaminated by a large number of synthetic chemicals resulting from industrialization, many of which have been known to be toxic and cause cancer. These substances enter the human body through products that are not mentioned as constituent components or ingredients in food products or additives, food contaminated with chemicals, air, water and dust.
Keywords : Development, Chemicals.
Pendahuluan
Menurut EPA (2015), Kimia Hijau (Green Chemistry) adalah rancangan produk dan proses kimia yang berupaya menghemat atau menghilangkan penggunaan zat berbahaya. Kimia hijau berlaku untuk seluruh siklus hidup produk kimia, tergolong desain, manufaktur, penggunaan, dan pembuangan simpulan. Kimia Hijau dikenal juga selaku Kimia Berkelanjutan (Sustainable Chemistry). Dalam hal ini Kimia Hijau ialah konsep dan anutan mengenai kimia untuk menyelamatkan lingkungan dari pencemaran. Kimia Hijau bukanlah cabang ilmu kimia baru, tetapi merupakan cara pandang atau taktik dalam kaitannya dengan pemanfaatan kimia.
Salah satu prinsip dari kimia hijau yakni mengutamakan pemanfaatan zat-zat alternatif dan terbarukan tergolong pemanfaatan limbah pertanian atau biomass atau produk-produk biologis yang tidak terkait dengan materi pangan. Secara biasa reaksi-reaksi kimia dari bahan-bahan alternatif ini sungguh kurang bahayanya dibandingkan jika menggunakan petroleum. Prinsip selanjutnya ialah pencegahan limbah, sintesa kimia yang kurang atau tidak berbahaya, dan perancangan zat kimia yang tidak atau kurang berbahaya termasuk pelarut yang lebih aman. Prinsip lain berkonsentrasi pada perancangan produk-produk kimia yang mudah dan aman terurai di 180 Peran MST dalam Mendukung Urban Lifestyle yang Berkualitas lingkungan dan efisiensi dan penyederhanaan proses-proses kimia. Lebih jauh lagi, alasannya proses-proses dalam kimia hijau jauh lebih efisien, maka perusahaan akan menggunakan lebih minim materi mentah dan energi sekaligus mengurangi dana untuk pembuangan limbah.
Banyak perjuangan yang mulai memperhatikan pendekatan kimia hijau. Perusahaan bangunan mempergunakan bahan bangunan yang ramah lingkungan dan menyingkir dari materi yang terbukti berbahaya bagi kesehatan seperti asbes. Usaha pembersihan baju atau laundry juga telah mengganti pelarut materi kimia untuk dry cleaning, dari Perchloroethylene (PERC) – Cl2C=CCl2 –, dengan CO2 cair dan surfaktan (Dhage, 2013). PERC terbukti berbahaya bagi air tanah dan disangka bersifat karsinogenik, mirip nyaris semua pelarut yang mengandung halogen.
Perkembangan dan pemanfaatan zat-zat kimia yang tanpa kendali, mengakibatkan tubuh insan terkotori oleh sejumlah besar zat kimia sintetis hasil industrialisasi, banyak diantaranya sudah dimengerti bersifat racun dan penyebab kanker. Zat-zat tersebut masuk ke tubuh insan melalui produk yang tidak disebutkan selaku komponen penyusun atau ingredients pada produk-produk masakan atau aditif, masakan yang terkotori zat kimia, udara, air dan abu. Bahkan, janin yang tumbuh di perut ibu juga telah terpapar langsung oleh zat kimia melalui makanan dan obat-obatan yang disantap oleh ibu. Pada hasilnya banyak zat kimia yang masuk ke rantai makanan dan tersirkulasi ke seluruh dunia.
Konsep kimia hijau biasanya ditampilkan selaku gabungan dari 12 prinsip yang diusulkan oleh Anastas dan Warner (Anastas & Warner, 1998), kalaudipraktekkan mampu memberikan bagaimana produksi zat kimia dapat memfasilitasi kesehatan insan dan lingkungan, dengan tetap mengamati efisiensi dan laba. Kedua belas prinsip kimia hijau itu adalah:
1. Pencegahan limbah.
2. Memaksimalkan ekonomi atom.
3. Perancangan sintesis dengan materi kimia yang tidak.
4. Perancangan bahan dan Produk kimia yang aman.
5. Perancangan untuk efisiensi energi.
6. Pelarut dan senyawa pembantu yang ramah lingkungan (Pelarut Hijau).
7. Penggunaan materi baku (materi dasar atau bahan mentah) terbarukan.
8. Mengurangi tahapan reaksi atau derivative.
9. Katalisis.
10. Rancangan untuk degradasi (peruraian).
11. Analisis saat itu juga (real time) untuk pencegahan polusi.
12. Minimalisir kesempatankecelakaan.
Permasalahan
1. Apakah Kimia Hijau mempunyai tugas besar di Masa depan?
2. Apakah perbedaan antara kimia hijau dan kimia lingkungan?
Pembahasan
Bahan kimia memainkan peran penting dalam penduduk terbaru. Jika tidak dipakai dengan benar, efeknya mampu membawa bencana gres yang tak sepadan dengan manfaat. Produk-produk mirip deterjen untuk mencuci pakaian hingga pasta gigi yang membersihkan mulut yakni pola kasatmata tugas bahan kimia dalam kehidupan terbaru. integral dalam masyarakat. Rata-rata produk bahan kimia yang
biasa ditemukan dipasaran ialah hasil olahan minyak mentah. Ratusan molekul hidrokarbon yang dikandung minyak bumi dipisahkan oleh pabrik petrokimia menjadi bahan baku plastik, sabun cuci dan sabun mandi, pelarut, serat, dsb. etelah menunjukkan manfaat yang sungguh besar bagi kelancaran hidup manusia ternyata materi kimia berbasis fosil ini tak bisa diuraikan secara alami oleh ekosistem. Kemudian timbul problem baru yang tak kunjung ditemukan jalan keluarnya, yakni sampah dan limbah B3.
Lalu munculkan desain kimia hijau yang menjadi cabang ilmu kimia gres dan mulai berkembang pada periode 1990an. Ketika itu gerakan enviromentalisme mulai fokus pada langkah-langkah pencegahan polusi seiring dengan bangkitnya kesadaran akan ancaman dari perubahan iklim akhir penggunaan energi fosil yang berlebihan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah memperkirakan bahwa paparan materi kimia tertentu telah mengakibatkan hilangnya 1,6 juta nyawa manusia pada tahun 2016. Hal ini pula yang kemudian mendorong kembali implementasi prinsip kimia hijau yang berkelanjutan. Untuk mampu dimaklumi bahwa limbah, pada tatanan desain, mesti dimaknai selaku bikinan manusia. Alam semesta tidak pernah mengenal yang namanya limbah, karena setiap residu yang dihasilkan oleh satu jenis spesies akan digunakan sebagai materi baku bagi spesies lainnya. Bagaimana caranya biar industri bahan kimia bisa menciptakan siklus berkelanjutannya sendiri? Tentunya diperlukan perencanaan rantai pasok yang sedemikian sehingga prinsip 3R (menghemat, memakai kembali, dan mendaur-ulang) dapat terlaksana. Secara ringkas istilah kimia hijau ini dapat dimaknai sebagai serangkaian kegiatan yang bermaksud untuk mendapatkan metode gres dalam pengerjaan produk materi kimia sehingga kedatangan zat berbahaya dan beracun bagi lingkungan hidup mampu diminimalisir. Tanpa kedatangan limbah beracun maka industri materi kimia otomatis juga diuntungkan alasannya mampu mengurangi biaya pengolahan limbah yang seringkali bisa mencapai 5 USD per kg. Namun demikian konsep kimia hijau tampaknya lebih konsentrasi pada pemenuhan usul akhir ketimbang mencari cara agar konsumsi menyusut. Berbeda dengan konsep energi higienis yang sangat menekankan faktor efisiensi supaya manfaat dari setiap 1 unit energi yang digunakan mampu menghasilkan produk yang optimal. Adapun simbiosis mutualisme kimia hijau dan energi higienis muncul selaku akibat dari komitmen kedua rancangan tersebut untuk meninggalkan produk turunan minyak mentah. Apakah kimia hijau mampu punya peran besar di era depan? Tentu saja sebab konsep ini selaras dengan tujuan dari program transisi energi global menuju energi bersih ramah lingkungan. Dalam gagasan energi higienis, minyak mentah ditinggalkan karena faktor emisi karbon sedangkan dalam desain kimia hijau dikesampingkan alasannya adalah tak mampu diuraikan secara alami oleh ekosistem. Motivasinya memang berbeda tetapi konsep kimia hijau dan energi higienis punya “lawan bareng ” yakni energi fosil.
Kimia hijau yakni teknik kimia dimana kita mengorganisir limbah yang dihasilkan dari proses kimiawi. Oleh sebab itu, ini sepenuhnya mencakup pencucian lingkungan lewat pembuangan limbah kimia. Kami juga menyebutnya kimia berkesinambungan. Apa yang terutama kami pelajari dalam kimia hijau adalah menggunakan materi kimia dalam jumlah minimum selama proses kimiawi dan untuk meminimalkan pembentukan limbah berbahaya.
Kimia hijau yaitu teknik kimia dimana kita mengurus limbah yang dihasilkan dari proses kimiawi. Cabang ilmu kimia ini memiliki 1
2 prinsip penting yang mesti kita ikuti selama proses sintesis kimia. Selain itu, ini melibatkan pengurangan pencemaran pada sumbernya. Kimia lingkungan yaitu salah satu cabang ilmu kimia di mana kita mempelajari dan menganalisis proses kimia yang terjadi di alam. Namun tidak mempunyai aturan atau prinsip, namun memiliki parameter untuk mengukur mutu air, udara dan tanah. Selain itu Kimia lingkungan berkonsentrasi pada imbas kimiawi terhadap pencemaran lingkungan. Inilah perbedaan utama antara kimia hijau dan kimia lingkungan.
Kesimpulan
Pendekatan kimia hijau yaitu usaha penerapan prinsip penghilangan dan pengurangan senyawa berbahaya lewat perjuangan perancangan, bikinan,dan penerapan produk kimia. Pendekatan kimia hijau berupaya menghemat zat berbahaya, pemanfaatan katalis yang aman untuk reaksi dan proseskimia, penggunaan reagen yang tidak beracun, penggunaan
Peran MSTdalam MendukungUrban LifestyleyangBerkualitas 189 sumber daya yang mampu diperbarui, peningkatan efisiensi pada tingkat atom, dan penggunaan pelarut yang ramah lingkungan. Usaha untuk menerapkan kimia hijau untuk menciptakan produk industri untukbangunandan penggantianzat kimia berbahaya yang digunakan pada banyak sekali industri dan kesehatan telah dikerjakan. Berbagai peraturan tentang penerapan kimia hijau pada tingkat dunia dan Indonesia telah dibuat. Perlu pengawasan ketat untuk penerapan pendekatan kimia hijau ini untuk menghalangi ancaman kepada kesehatan dan lingkungan. Masih banyak usaha yang perlu dikerjakan untuk mengembangkan penelitian, pendidikan, kebijakan, dan penerapan kimia hijau utamanya wacana penerapan nanopartikel untuk kesehatan.
Daftar pustaka
Hidayat, Atep Afia. 2021. Kimia Hijau. Modul Perkuliahan Kimia dan Pengetahuan Lingkungan Industri. Jakarta : Universitas Mercu Buana. (diunduh pada 9 November 2021)
Mustafa, D. (2016) . Kimia Hijau dan Pembangunan Kesehatan yang Berkelanjutan di Perkotaan. Hak Cipta© dan Hak Penerbitan dilindungi Undang-undang ada pada Universitas Terbuka-Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Jalan Cabe Raya, Pondok Cabe, Pamulang, Tangerang Selatan-15418 Banten–Indonesia. Dalam link https://core.ac.uk/reader/198236993 diakses pada 15 Nov. 21
Unknown. 2020. simbiosis – mutualisme- kimia hijau dalam link . Diakses pada 15 Nov. 21