close

Keseimbangan Dunia Dan Akhirat Sebagai Kunci Sukses

<Keseimbangan Dunia dan Akhirat Sebagai Kunci Sukses> Dalam kehidupan kita niscaya menghendaki kebahagiaan. Bagi seorang muslim dia akan bahagia apabila ia mampu menjalani kehidupan sebagaimana yang digariskan, ditentukan oleh Allah Swt dan sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Jadi, kunci untuk senang ialah hidup berada pada ketentuan Allah, peraturan dan garis-garis yang ditentukan Allah dan sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah. Kalau seseorang mempunyai kekayaan, maka kekayaan itu belum tentu membuat beliau senang, namun ia mampu senang dengan alasannya adalah kekayaan itu apabila ia dengan kekayaan dia tetap berada dalam ketentuan-ketentuan Allah. Kalau orang mengalami kemiskinan dalam hidupnya, belum pasti tidak bahagia, alasannya adalah kalaupun beliau miskin tetap jika beliau tetap berada dijalan yang diputuskan Allah ia akan merasa bahagia. Makara kebahagiaan itu jannganm diukur semata-mata dari aspek lahiriah, materi tapi yang paling pokok yaitu apakah kita mampu hidup berdasarkan ketentuan Allah atau tidak. Itulah sesungguhnya kunci kebahagiaan.
Oleh jadinya, didalam suatu hadis Rasulullah Saw menyebutkan ada aspek-fakltor yang membuat orang bisa bahagia. Misalnya hadits Nabi yang diriwayatkan oleh ad-Dailany, Rasulullah bersabda:
Arba’un min sa’aadatil mar’i an takuuna zaujatuhu shoolihatan wa aulaaduhu abrooron wa khulathoouhu shoolihiin wa an yakuuna rizkuhu fi bilaadihi
Ada empat kasus yang menciptakan orang bisa senang. Pertama, beliau mepunyai pasangan hidup yang soleh atau solehah. Orang jadi senang bukan semata-mata alasannya mempunyai pasangan hidup, karena banyak orang yang sudah mempunyai keluarga tidak bahagia karena pasangan hidupnya tidak soleh, dan rumah tangga pun dijalani tidak sesuai dengan koridor-koridor yang diputuskan oleh Allah.
Keseimbangan Dunia dan Akhirat Sebagai Kunci Sukses Keseimbangan Dunia dan Akhirat Sebagai Kunci Sukses
Kedua, memiliki anak-anak yang berbakti atau dengan kata lalin mempunyai anak-anak yang soleh. Orang jadi senang bukan semata-mata alasannya punya anak, tapi orang bahagia bila anak-anaknya menjadi belum dewasa yang soleh. Orang tua akan merasa damai dan senang manakala melihat anak-ankanya soleh.
Ketiga, bergaul dan berteman dengan orang-orang yang soleh. Hidup kalau tidak ada sobat tidak yummy. Nabi Adam ketika diciptakan sendirian beliau merasa kesepian, sepertinya hhidup ada yang kurang. Akhirnya Allah membuat lagi seorang waniti yang lalu menjadi isteri dan pendamping hidup. Nah, ketika isteri sudah ada, bawah umur telah ada ternyata hidup belum juga sempurna tanpa kehadiran teman. Tentunya, sahabat disini bukan sahabat asal-asalan tetapi teman yang soleh.
Teman ini mampu menbuat kita bahagia tappi juga mampu membuat kita senngsara. Teman yanng mampu menciptakan kkita senang adalah sahabat yang soleh. Makanya Nabi bersabda: ”Ar-rojulu ‘ala dini kholilihi fal;yandzur ahadukkum man yukholiluhu” Artinya; Seseorang itu mengikuti agama kawannya, maka itu amati terhadap siapa dai berteman.
Didalam al-Qur’an surat al-Furqon ayat 78 ada ayat yang menyebutkan; Ya wailata laitani ittakhodztu fulaanan kholiilan” Artinya; Ya Allah, coba saya tidak mengakibatkan siFulan sebagai teman akrabku
Kaprikornus, diakhirat nanti ada orang yang menyesal gara-gara mitra. Tentunnya kawan disini adalah mitra yang menjerumukannya kedalam jurang kemaksiatan dan kesengsaraan. Banyak acuan didunia ini orang menderita, hilanng kebahagiaannya gara-gara mitra.
Keempat, mencari rizki di negerinya sendiri. Bukan tidka boleh mencari rizki di negeri orang lain, tapi di dalam kehidupan berkeluarga tentu saja kehadiran seorang bapak, suami di rumah itu amat penting. Maka nanti jikalau orang mencari rizki di negferi lain, merantau beberapa tahun pulangnya belum pasti setahunsekali. Itu kurang baik tapi yang lebih baik yaitu dia menenteng keluarganya ke kawasan rantauan. Makara, jika kita mau bahagia, kebahagiaan itu tidka muncul dengan sendirinya. Untuk itu, orang harus berusaha menerima kebahagiaan. Dia berupaya, berjuang untuk itu orang mesti berupaya menerima kebahagiaan. Dia berusahja berjuang dan untuk itu diperlukan mujahadah (kesungguhan) yakni ia harus rajin untuk mendapatkan segala sesuatu termasuk juga kebahagiaan.
Untuk hidup sebagaiamana yang diputuskan Allah, tentu saja yang pertama kali adal;ah kita mesti paham dengan ketentuan-ketentuan Allah itu. Supaya paham tentu kita mesti belajar. Dan belajar membutuhkan kesungguhan. Jadi sungguh mencari ilmu yang tiba dari Allah swt biar kita mampu menjalani hidup dengan wawasan sebagaimana yang ditentukan oleh Allah swt. Jadi butuh kesungguhan untuk berguru.
Makara yang pertama yaitu kita harus memperbanyak ilmu untuk mendapatkan kebahagiaan. Sehingga nanti tidak salah jalan, karena banyak orang salah paham perihal kebahagiaan itu. Contohnya, seseorang yang membayangkan jikalau mempunyai harta banyak itupasti yummy dan senang. Ahirnya apa? Yang penting punya banyak harta, alasannya ingin punya banyak harta dan mencari harta tidka ada ilmunya ahirnya beliau memakai ilmu-ilmu lain yang tidka baik, adalah ilmu korupsi, ilmu mencuri dan lain-lain.
Yang kedua, apa yang telah kita ketahui dari ilmu itu, kita kerjakan, laksanakan dan realisasikan dalam kehidupan sebagaimana yang dijelaskan oleh ilmu yang kita pelajari. Jadi, orang harus mengamalkan ilmunya itu untuk mendaptkan kebahagiaan. Makara ilmu itu tidka cuma kita pelajari namun juga harus diamalkan, diterapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Yang ketiga, bila kita mau bersungguh-sungguh dalam hidup guna mencapai kebehagiaan, maka kita harus berguru dari pengalaman hidup orang lain, apalagi jika dia seorang mukmin. Kata nabi dalam suatu hadits; “Mukmin itu cermin bagi mukmin yang lain“
Kalau kita bercermin, kita jadi tahu apa saja kekurangan-kekurangan kita. Tapi jikalau tidak bercermin kita tidak tahu apa saja kekurangan-kelemahan yang ada di dalam diri kita. Untuk itu kita memang harus bercermin berguru dari orang lain. Misalnya salah satu yang membuat orang senang ialah harta. Ada orang ingin punya harta namun ia tidak maususah mencarinya. Dia melihat orang lain menjadi pengemis, maka diapun ikut-ikutan menjadi pengemis alasannya adalah pengemis itu tidak butuhpunya keahlian khusus, tidak butuhcape-cape hanya saja menengadahklan tangansaja, maka rupiahpun akan jatuh ketangannya. Mengemis ialah sesuatu yang tidak di sukai oleh nabi alasannya adalah itu menjatuhkan harga dirinya sendiri. Dan kita lihat pola yang kedua yaitu pemulung. Dia masih tetap mencari rizki yang halal meskipun dia dihimpit oleh problem-dilema hidup yang selalu saja datang kepadanya. Kita mesti menghargai usahanya dan mencar ilmu darinya untuk senantiasa mencari rizki yang halal dalam keadaan sesulit apapun.
Kita lihat disini, mengemis saja itu di larang oleh Rasul apalgi mencuri, korupsi, mencopet dan lain-lain. Ada seseorang mengajukan pertanyaan kepada aku, bagaimana kalau uang hasil korupsi sebagiannya disedekahkan ke masyarakat. Saya menjawab: tetap saja itu dilarang. Kita memang sukses menipu penduduk tapi kita tidak mampu mendustai dirik kita sendiri, kita akanselalu gelisah dan tidka bahagia dengan perbuatan kita itu. Maka dari itu Rasulullah saw bersabda: “Dosa itu yakni sesuatu yang menggelisahkan jiwamu dan kau tidak suka jikalau dosa itu diketrahui orang lain“.
Kaprikornus, dosa itu menggelisahkan jiwa. Kalau orang hidupnya tidak damai mana ada kebaghagiaan dalam dirinya sebab selalu penuh dengan dosa. Jadi, agar kita damai dan ketenangan menciptakan kita bahagia maka kita harus meninggalkan segala dosa. Dan kita mesti belajar dari orang lain yang tidka mau menganggap enteng dosa sekecil apapun.
Ada suatu cerita wacana orang yang tidka mau menilai enteng dosa kecil apapun. Di Irak ada seorang pemuda yang bernama Idris Syafi’i yagn melaksanakan perjalanan untuk mencari ilmu. Di dalam perjalanan saat waktu siang ia lalu ingin melakukan shalat dzuhur, karena tidak menemukan masjid maka iapun shalat di tepi sungai. Pada waktu dia wudhu, beliau mendapatkan suatu apel tanpa fikir dan sebab perut pun sudah lapar