Kerajaan Banten yaitu suatu kerajaan Islam yg berdiri di tempat Tataran Sunda, Pulau Jawa serpihan barat. Kerajaan ini memiliki kekerabatan erat dgn Kesultanan Cirebon & Kesultanan Demak. Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah, Sultan Cirebon ke-2 yaitu ayah dr Maulana Hasanuddin. Seorang pemimpin ekspedisi untuk menguasai wilayah Banten & mendirikan pertahanan di sana.
Wilayah ini lalu berubah menjadi kota jualan pesisir, & kerajaan yg independen. Kerajaan Banten ialah salah satu wilayah pertama yg didatangi Belanda di Nusantara di bawah pimpinan Cornelis de Houtman & lalu Jacob van Neck. Kerajaan Banten berkembang menjadi kerajaan yg berpengaruh, namun kemudian jatuh alasannya adu domba politik yg dilancarkan oleh VOC dlm suksesi sultan.
Daftar Isi
Letak & Pendiri Kerajaan
Kerajaan Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa, sentra kekuasaannya diperkirakan terletak di pantai utara. Lebih tepatnya akrab dgn Cilegon & Pelabuhan Merak saat ini. Pada puncak kekuasaannya, Banten melancarkan ekspedisi untuk menaklukkan Sumatra. Khususnya daerah Lampung, Bengkulu, & Tulangbawang. Ekspedisi sempat dilancarkan menuju Palembang tetapi mengalami kegagalan. Di Jawa, Kerajaan Banten berkuasa atas wilayah Pakuan & pelabuhan penting Sunda Kelapa (Jayakarta) serta berbatasan dgn wilayah Kesultanan Cirebon.
Kerajaan Banten diresmikan oleh Maulana Hasanudin, putra dr Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah yg menjabat selaku Sultan Cirebon menyuruh putranya untuk melanjutkan ekspedisi Demak hingga ke ujung Jawa. Di sana Maulana Hasanudin mendirikan pertahanan & mengorganisir wilayah tersebut. Kurang lebih pada tahun 1524, Kerajaan Banten dideklarasikan dgn Maulana Hasanudin selaku pemimpin pertamanya.
Raja-raja Kerajaan Banten
Maulana Hasanudin (1522-1570)
Maulana Hasanudin merupakan pendiri sekaligus sultan pertama dr Banten. Ia merupakan anak dr Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, Sultan kedua Kesultanan Cirebon. Maulana Hasanudin mulai membangun keraton di Surosowan pada tahun 1522 sebagai bentuk pengembangan wilayah Banten. Pada tahun 1524, bareng dgn armada Cirebon & Demak menaklukkan Portugis & Pajajaran di Sunda Kelapa yg lalu dinamai Jayakarta. Pada dasarnya, Hasanudin berkuasa sesudah ayahnya kembali ke Cirebon pada tahun 1526. Namun Syarif Hidayatullah tak pernah menahbiskan diri sebagai penguasa Banten. Sehingga penguasa pertama jatuh pada Maulana Hasanudin. Ia berkuasa sampai dgn tahun 1570.
Maulana Yusuf (1570-1585)
Maulana Yusuf yaitu sultan kedua Banten yg naik tahta mengambil alih ayahnya yg wafat pada tahun 1570. Pada masa kekuasaannya, ia berhasil menaklukkan Pakuan Pajajaran ke pedalaman Sunda pada tahun 1579. Maulana Yusuf tak melanjutkan ekspansi yg dikerjakan ayahnya ke wilayah Sumatra melainkan konsentrasi ke pedalaman Jawa.
Maulana Muhammad (1585-1596)
Maulana Muhammad ialah putra dr Maulana Yusuf, yg naik tahta sesudah ayahnya wafat tahun 1585. Ia naik tahta di usia yg masih muda, sehingga pada permulaan kekuasaannya ia diwalikan oleh orang lain. Catatan mengenai Maulana Muhammad ialah berusaha melanjutkan perluasan Banten ke Palembang, namun gagal & berujung tewas pada tahun 1596. Sehingga ia dijuluki Pangeran Sedangrana.
Abdul Mufakir (1596-1647)
Abdul Mufakir ialah putra dr Maulana Muhammad, yg naik tahta pada usia empat bulan sesudah ayahnya tewas. Namun berkuasa dlm waktu yg cukup lama sampai usianya sekitar 55 tahun. Sultan Abdul Mufakir berani mengawali konflik dgn VOC untuk menyingkir dari praktik monopoli lada yg dianggap merugikan penduduk . Pertempuran terbuka bahkan terjadi sekitar tahun 1633, namun keduanya berdamai & VOC membatalkan blockade kepada Banten.
Abu Al-Ma’ali Ahmad (1647-1651)
Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683)
Sultan Ageng Tirtayasa dianggap sebagai penguasa paling besar Banten, membawanya pada masa kejayaan. Pada masa ini Banten menjalin korelasi jual beli yg terbuka dgn Makassar, Cirebon, Bangka, & Indrapura. Perdagangan dgn Inggris, Perancis, & Turki pula dibuka. Sehingga mengganggu monopoli Belanda atas rempah-rempah di Banten. Ia membuka sawah-sawah & metode irigasi untuk mengembangkan kemakmuran. Posisi Sultan Ageng Tirtayasa tentu merugikan Belanda, sehingga tatkala tentang suksesi timbul terjadi konflik antara Pangeran Purbaya & Sultan Haji. Belanda berhasil menerima janji atas monopoli dgn mendukung Sultan Haji. Upaya Sultan Haji menjadi kudeta terbuka, Belanda mengantarkan Kapten Tack untuk membantu Sultan Haji. Keadaan berbalik, Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap pada tahun 1683 & dipenjara di Batavia hingga wafat pada 1691.
Sultan Haji (1683-1687)
Sultan Haji naik tahta dgn pinjaman VOC, pastinya dgn banyak konsesi. Wilayah Lampung diserahkan pada VOC, Banten wajib mengeluarkan uang kerugian atas pertempuran, & monopoli jual beli lada. Hal ini dicatat dlm perjanjian tahun 1682. Mudah sampai simpulan kekuasaannya, Sultan Haji tak memiliki kekuasaan apapun di Banten. Kerajaan Banten mampu dikatakan kehilangan independensinya & masuk dlm kekuasaan Belanda. Meskipun Kerajaan Banten baru dihapuskan oleh Belanda pada tahun 1813, sehingga masih ada Sultan yg menjabat sampai dgn tahun tersebut.
- Sultan Muhammad Yahya (1687-1690)
- Sultan Muhammad Zainul Abidin (1690-1733)
- Sultan Muhammad Syifa Zainul Arifin (1733-1750)
- Sultan Syarifudin (1750-1752)
- Sultan Muhammad Wasi (1752-1753)
- Sultan Muhammad Arif Zainul Asyiqin (1753-1773)
- Sultan Aliyudin I (1773-1779)
- Sultan Muhammad Muhyiddin (1799-1801)
- Sultan Muhammad Ishaq (1801-1802)
- Sultan Aliyudin II (1803-1808)
- Sultan Maulana Muhammad (1808-1813)
- Masa Kejayaan
Masa kejayaan Kerajaan Banten terjadi pada masa Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa. Adapun pencapaiannya ialah berhasil menjaga wilayah Banten yg besar. Di tengah ramainya kepentingan bangsa abnormal, Banten berhasil mempertahankan diri. Banten membuka diri dlm perdagangan dgn semua pihak sebagai bentuk kekuatan yg besar. Sultan pula membuka sawah-sawah baru, membentuk tata cara irigasi, serta menunjuk Syaikh Yusuf sebagai pemimpin keagamaan (mufti) di Banten. Sultan Ageng bersikap sungguh keras terhadap semua upaya monopoli Belanda, & tak segan menyerang loji Belanda di Indramayu.
Keruntuhan Kerajaan Banten
Keruntuhan Kerajaan Banten terjadi sesaat sehabis Sultan Ageng Tirtayasa diturunkan, & digantikan Sultan Haji. Ia memperlihatkan konsesi besar pada VOC berupa Lampung, monopoli lada, & pembayaran ongkos perang. Kerajaan Banten tak memiliki lagi kekuasaan dlm jual beli, & sultan berdiri selaku symbol kerajaan saja. Keadaan ini terus bertahan hingga dgn tahun 1813, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda resmi menghapus Kerajaan Banten. Bekas wilayahnya dimasukkan dlm wilayah Kerajaan Belanda atau Pax Nederlandica.
Peninggalan Kerajaan Banten
Keraton Surosowan
Keraton Surosowan adalah komplek tempat tinggal yg diresmikan oleh Maulana Hasanudin, sultan pertama Banten sekitar tahun 1522. Komplek ini nantinya menjadi pusat pemerintahan Banten hingga dgn penghapusannya oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten yaitu salah satu peninggalan utama dr Kerajaan Banten. Dibangun oleh Maulana Hasanudin sekitar tahun 1556, masjid ini melengkapi komplek keraton Surosowan yg sudah dibangun sebelumnya. Masjid ini mempunyai Menara/pagoda yg kental dgn kultur Cina.
Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk ialah bentuk kekuasaan VOC atas Kerajaan Banten. Benteng ini didirikan pada tahun 1682, tepat bersamaan dgn naiknya Sultan Abu Nasr Abdul Kahhar atau Sultan Haji. Sultan Haji diketahui menggulingkan ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa dgn perlindungan VOC. Benteng ini ialah sebagian kecil dr konsesi yg diberikan Banten pada VOC.
Kontributor: Noval Aditya, S.Hum.
Alumni Sejarah FIB UI
Lihat pula materi Sejarah yang lain di Wargamasyarakat.org: