Kemajuaan wawasan, akan mempunyai pengaruh pada persaingan secara lokal yang berada pada dilema sosial, konflik sosial, kepentingan ekonomi, dan kekuasaan yang melekat pada kepentingan politik hingga saat ini.
Ketika hal ini berada pada keadaan karakteristik masyarakat Tionghoa Khek – Tionchu contohnya akan lekat dengan karakteristik mereka dalam setiap pekerjaan, dan toko yang mereka terapkan hingga dilema upah yang minim.
Bagaimana merek melihatnya dalam hal ini akan lekat pada dinamika budaya yang berada pada kondisi masyarakat dengan tata cara edukasi yang berada pada masalah manusianya. Ketika hal ini pada aspek pendidikan, misalnya tidak masuk kampus, dan nilai yang buruk dihasilkan dari seorang dosen berikan contohnya.
Strategi mereka untuk kekuasaan tampak mereka hidup pada aspek pendidikan, begitu pula pada kepentingan terhadap kelas pekerja yang dilangsungkan. Hal, ini berada pada kepentingan ekonomi, sosial dan politik di penduduk kota Pontianak, khususnya untuk para pendidik dan tenaga medis kesehatan (Kristen – Protestan – Budha Lokal, Indonesia).
Suatu pembelajaran mengenai siapa mereka di penduduk secara agama dan budaya, (Batak – Tionghoa – Dayak) Kelas sosial, dan apa yang dijalankan tampak sebuah interaksi yang mereka kerjakan dan jumpai dengan baik adanya budaya Barat misalnya, malu terhadap upah yang diberikan, dan pendidikan yang buruk dari hasil persaingan dan kekuasaan.
Politik seksualitas dipraktekkan oleh PDI Perjuangan terhadap kantung – kantung politik yang mereka lakukan dengan kehidupan sosial budaya dan ekonomi di DKI Jakarta. Hal ini tidak lepas dari budaya mereka selaku orang Lokal – Indonesia.
Ketika mereka menyadari banyak sekali duduk perkara konflik sosial, ekonomi, dan budaya akan lekat pada sistem politik yang diterapkan dengan baik adanya masalah mereka yang dibuat secara kelompok, individu, dan organisasi. Berbagai hal terkait itu juga, tidak lepas pada tugas dilema mereka sebagai insan.
Kehidupan sosial seperti itu tampak pada dinamika budaya mereka, yang hendak diketahui berdasarkan penghasilan yang mereka hasilkan, baik itu hasil genetika mereka secara insan dan hewan (Tionghoa Khek – Tiochu- Batak – Jawa) bernafsu, hasil asimilasi budaya dan seksualitas.
Kehidupan budaya dan agama, hilang moralitas dan kesadaran diri dengan menerangkan masalah kehidupan sosial di masyarakat, kelompok, dan Individu (Marpaung – Sihombing, Siregar, Tionghoa Pontianak – Jakarta), dan pendidikan dan kesehatan yang dihasilkan mereka.
Ketika mereka ingin menerima uang, misalnya dikala berkuasa pembangunan gereja dibongkar menjadikan proyek pembangunan terhadap kepentingan upah, dan dilema mereka sebagai insan yang dihasilkan dari tata cara ekonomi dann hukum yang biasa dipraktekkan dan di dapatkan dari hasil kerja, dan pajak mereka pada metode ekonomi Barat – Timur 2008 – 2017 KAP, dan problem sumbang menyumbang ribut hahaha.
Kehidupan berpindah – pindah dengan berlindung pada tembok agama, utamanya di pedesaan di Kalimantan, telah menjelaskan berbagai persoalan ekonomi, sosial, dan budaya mereka hingga mereka hidup di masyarakat secara umum, apa yang dihasikan dari pembangunan manusia yang begitu menjijikan.