close

Kebijakan-Kebijakan Dalam Dan Luar Negeri Kurun Bani Ummayah Di Syria

Kebijakan-Kebijakan Dalam dan Luar Negeri Masa Bani Ummayah di Syria, i1.wp.com
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiran-Nya yang sudah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “KEBIJAKAN-KEBIJAKAN DALAM DAN LUAR NEGERI MASA DAULAH BANI UMAYYAH DI SYRIA”.
Makalah ini telah kami susun semaksimal mungkin serta sudah mendapat derma dari aneka macam pihak yang memiliki kegunaan untuk kelangsungan pengerjaan makalah. Untuk itu, kami sampaikan banyak terima kasih pada semua pihak yang telah berkontribusi baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam pengerjaan makalah kami.
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat kekurangan baik dari sisi susunan kalimat maupun isi serta kelengkapannya. Oleh sebab itu, dengan tangan terbuka kami mendapatkan segala bentuk kritik serta rekomendasi yang membangun dari pembaca sekalian. Akhir kata, semoga makalah ini berfaedah bagi pembaca sekalian, Amiin.
Yogyakarta, 18 April 2019
Penyusun 
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Masalah 5
BAB II PEMBAHASAN 6
A. Kebijakan Bani Umayyah di dalam dan luar Syria 6
B. Faktor-faktor Diberlakukannya Kebijakan Daulah Bani Umayyah di Syria 9
BAB III PENUTUP 10
A. KESIMPULAN 10
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I
 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di ujung abad pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Syiah, Muawiyah, dan Khawarij. Keadaan ini pastinya tidak menguntungkan bagi Ali, kesudahannya posisi Ali kian lemah, sementara posisi Muawiyah semakin besar lengan berkuasa.   Jatuhnya Ali disebabkan kesuksesan pihak Khawarij membunuh khalifah Ali, walaupun pada dikala itu kekuasaan dipegang oleh Hasan namun karena kurangnya tunjangan dan keadaan politik yang kacau hanya mampu bertahan beberapa bulan. Dan kepemimpinan sesudahnya diserahkan terhadap Muawiyah dengan sebuah kontrakyang terjadi pada 25 Rabiul Awwal tahun 661 M/41 H.persetujuantersebut diketahui dengan ‘Am al-Jamaah sebab persetujuantersebut telah menyatukan umat Islam menjadi satu kepemimpinan politik. 
Adanya persetujuantersebut maka secara resmi Muawiyah telah diangkat menjadi khalifah oleh umat Islam secara lazim. Pusat pemerintahan islam dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus.  Selain itu Muawiyah juga melakukan pergeseran-pergantian yang lain dalam sistem pemerintahan selama kurun kepemimpinannya.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka mampu diambil rumusan problem sebagai berikut:
1. Apa saja kebijakan Bani Umayyah dalam dan luar Syria?
2. Mengapa kebijakan-kebijakan tersebut dikerjakan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang telah dibuat masa Bani Umayyah di Syria
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang menghipnotis sehingga terbentuk kebijakan-kebijakan tersebut
BAB II
 PEMBAHASAN
A. Kebijakan Bani Umayyah di dalam dan luar Syria
Dinasti Bani Umayyah berlangsung kurang lebih 90 tahun, Ibu kota Negara dipindahkan oleh Muawiayah dari Madinah ke Damaskus, kawasan ia berkuasa selaku gubernur sebelumnya. Walaupun dengan menggunakan banyak sekali cara dan strategi yang kurang baik yaitu dengan cara kekerasan, diplomasi dan akal busuk serta tidak dengan penyeleksian yang demokrasi Muawiyah tetap dianggap sebagai pendiri Dinasti Umayyah yang sudah banyak melakukan kebijakan-kebijakan yang gres dalam bidang politik, pendidikan, pemerintahan dan lain sebagainya.  Berikut beberapa kebijakan yang pada abad Daulah ini berkuasa:
1. Memindahkan ibu kota dari Madinah ke Damaskus (syria)
Telah dibahas sekilas di atas bahwa Muawiyah memindahkan ibu kotanya sesudah dia menjabat sebagai khalifah. Hal ini dikerjakan untuk mengantisipasi langkah-langkah-tindakan yang muncul daari reaksi pemebentukan kekuasaan, utamanya dari golongan yang tidak menyukainya. 
2. Pemisahan kekuasaan
Pemisahan kekuasaan antara kekuasaan agama (Spiritual power) dengan kekuasaan politik (temporal power). Muawiyah bukanlah seorang yang hebat dalam soal-soal keagamaan, maka persoalan keagamaan diserahkan kepada para ulama.
3. Merubah Sistem Pemerintahan Menjadi Monarki Absolut
Pada permulaan kepemimpinan Muawiyah masih menerapkan kekuasaan secara dekomokratis, tetapi sehabis berjalannya waktu Muawiyah mengganti versi pemerintahan menjadi monarki atau turun temurun. Hal ini mendapat efek oleh sistem monarki dari Persia dan Bizantium. Dengan adanya pergeseran tersebut memberikan bahwa Muawiyah telah mengawali mengganti pemerintahan dari demokratis menjadi dinastian, yang segala bentuk kekuasaan mutlak ada di tangannya. 
Tidak ada lagi suksesi kepemimpinan berdasar musyawarah dalam memilih seorang pemimpin baru. Muawiyah sudah mengganti versi kekuasaan menjadi versi putra mahkota. Sehingga tidak ada ruang dan potensi bagi orang di luar keturunan Muawiyah unutk memimpin pemerintah umat Islam. 
4. Penataan Administrasi
Pada ketika menjabat selaku khalifah salah satu strategi yang dikerjakan Muawiyah ialah mengembangkan pengelolaan administrasi negara yang lalu disempurnakan oleh khalifah-khalifah selanjutnya. Berikut ini beberapa diwan yang dibuat:
a. Diwan al Rasul yakni semacam sekretaris jenderal yang berfungsi untuk mengelola surat surat negara yang ditujukan terhadap para gubernur atau menerima surat-surat mereka;
b. Diwan al Kharraj yang berfungsi mengelola pajak
c. Diwan al Barid yang berfungsi sebagai penyampai isu-berita belakang layar kawasan kepada pemerintah pusat
d. Diwan al Khatam yang berfungsi untuk mencatat atau menyalin peraturan yyang dikeluarkan khalifah
e. Diwan Musghilat yang berfungsi untuk menanggulangi aneka macam kepentingan lazim. 
5. Gerakan penerjemahan dan Arabisasi
Pada abad Khalifah Marwan selain gerakan penerjemahan buku ke dalam bahsa Arab, dia juga menyuruh penerjemahan buku kedokteran karya Aaron, seorang dokter dari Iskandariyah, ke dalam bahasa Siriani lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. 
Gerakan Arabisasi ini bukan hanya dilakukan pada penerjemahan namun juga dalam hal kebijakan pemerintahan. Pada era Abd al Malik mulai diperkenalkan bahasa Arab untuk tujuan-tujuan administrasi, mata duit gaya baru diperkenalkan, yang ialah simbol kekuasaan dan identitas. Karena mata duit ini dicetak dengan memakai kata-kata semata, memproklamirkan dengan bahasa Arab keesaan Tuhan dan kebenaran agama Islam. 
6. Pengembangan Pengetahuan dan Sastra
Pada kala Abd al Malik bin Marwan, Kufah dan Basrah dijadikan kota berkembangnya ilmu wawasan. Selanjutnya di kota Persia dan Syria menjadi kota yang meningkat . Dua kota tersebut yang penduduknya majemuk sehingga mau tak maumengalami proses arabisasi, sebab bahasa arab ketika itu ialah bahasa negara dan sekaligus bahasa agama. Daulah ini mendirikan sentra aktivitas ilmiah di Kufah dan Basrah yang memunculkan nama-nama besar mirip, Hasan al Basri dan Washil bin Atha. Bidang ilmu yang menjadi perhatian ialah tafsir, hadist, fiqh dan kalam.
Pada era ini juga gerakan sastra dan seni sempat timbul dan meningkat dikala kepemimpinan khalifah Abdul Malik. Muncul generasi baru yang bergerak di bidang sastra dan seni. Pada dikala itu muncul tokoh umar bin Abi Rabiah, seorang penyair yang masyhur dan muncul perkumpulan penyanyi dan ahli musik, seperti Thuwais dan Suraih serta al Gharidl.
7. Pengembangan Bidang Arsitektur
Bani Umayyah telah berhasil meraih kegemilangan di bidang seni arsitektur. Dengan adanya imbas dari Bizantium maka teknik arsitektur yang digunakan pun sungguh diamati. 
a. Masjid Damaskus
Masjid yang mulanya merupakan gereja st. John kemudian oleh khlaifah al Walid diambil alih dan menjadikannya masjd sampai sekarang dikenal dengan nama Masjid Agung Damaskus. Ia menjadi sentra peribadatan, gosip, pendidikan dan dan aneka macam aktifitas tergolong yang berhubungan dengan pemerintahan.   
b. Masjid Kubah Batu (Qubbat As-Sakhrah) di Yerusalem. Masjid yang didirikan pada zaman Khalifah Abdul Malik ini ditujukan selaku pengingat daerah naiknya Nabi Muhammad SAW ke langit pada insiden Isra Mi’raj.
Selain masjid-masjid juga dibangun panti-panti untuk orang cacat. Dia juga membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan sebuah tempat dengan kawasan yang lain, pabrik-pabrik, dan gedung-gedung pemerintahan

BAB III 
PENUTUP
A. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA