Jaminan Kesehatan Nasional (Jkn) Dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Bpjs) Kesehatan 2014

Program yang digulirkan pemerintah di tahun 2014 JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) dari BPJS ini memberi angin segar buat masyarakat Indonesia. Dengan adanya acara tersebut semua penduduk mendapatkan pelayanan sosial kesehatan dari pemerintah. Sebelum menguraikan panjang lebar acara pemerintah ini, kita harus tahu apalagi dahulu bagaimana cara daftar dan menerima fasilitas JKN ini.

Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila khususnya sila ke-5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD 45 pasal 28H dan pasal 34, dan dikontrol dalam UU No. 23/1992 yang lalu diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang memiliki hak yang serupa dalam menemukan terusan atas sumber daya di bidang kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang kondusif, berkualitas, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga memiliki keharusan turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.

Untuk merealisasikan akad global dan konstitusi di atas, pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan penduduk lewat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi kesehatan perorangan.

Usaha ke arah itu bahwasanya sudah dirintis pemerintah dengan mengadakan beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya yakni melalui PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) yang melayani antara lain pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, dan pegawai swasta. Untuk penduduk miskin dan tidak bisa, pemerintah memberikan jaminan lewat denah Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Namun demikian, sketsa-skema tersebut masih terfragmentasi, terbagi- bagi. Biaya kesehatan dan kualitas pelayanan menjadi susah terkendali.

Untuk menangani hal itu, pada 2004, dikeluarkan Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk tergolong Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui sebuah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 juga memutuskan, Jaminan Sosial Nasional akan diselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Khusus untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang implementasinya dimulai 1 Januari 2014. Secara operasional, pelaksanaan JKN dituangkan dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden, antara lain: Peraturan Pemerintah No.101 Tahun 2012 ihwal Penerima Bantuan Iuran (PBI); Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2013 perihal Jaminan Kesehatan; dan Peta Jalan JKN (Roadmap Jaminan Kesehatan Nasional).

Sesungguhnya cita-cita untuk mendirikan BPJS gres telah dibahas dalam prosespenyusunan UU SJSN. Perdebatannya berjalan sangat alot. Berbagai pendapattentangcost-benefit, Nasionalisme, keadilan antar tempat dan antar golongan pekerjaan, sertapertimbangan keadaan geografis serta ekonomis yang berbeda-beda sudah pula dibahas mendalam.Apa yang dirumuskan dalam UU SJSN, UU no 40/04, ialah kompromi optimal.Konsekuensi logis dari suatu negara demokrasi yaitu bahwa rumusan suatu UU yang telahdiundangkan mesti dilaksanakan, baik yang tadinya pro maupun yang tadinya kontra terhadap sebuah isi atau pengaturan. Setelah disetujui dewan perwakilan rakyat, wakil rakyat, maka rumusan sebuah UUmengikat semua pihak. Sangatlah tidak layak dan tidak matang, kalau UU tersebut telah divonis tidak mengakomodir kepentingan kita, sebelum UU itu dijalankan. Kita mesti belajarkonsekuen dan berani menjalankan suatu keputusan UU, walaupun ada aspirasi atau keinginankita yang berlainan dengan yang dirumuskan UU SJSN. Boleh saja kita tidak setuju dengan isisuatu UU dan tidak ada satupun UU yang isinya 100% disetujui dan didukung oleh seluruhrakyat. Atau, jika seseorang atau sekelompok orang yakin bahwa UU SJSN itu merugikankepentingan lebih banyak rakyat, maka beliau atau mereka mampu mengajukan alternatif ke DPRuntuk merevisi atau membuat UU baru. Inilah hakikat negara demokrasi.

Sejarah Singkat BPJS
Adanya pengeluaran yang tidak terduga apabila seseorang terkena penyakit, apalagi tergolong penyakit berat yang menuntut stabilisasi yang rutin mirip hemodialisa atau biaya operasi yang sungguh tinggi. Hal ini berpengaruh pada penggunaan pendapatan seseorang dari pemenuhan kebutuhan hidup pada umumnya menjadi ongkos perawatan dirumah sakit, obat-obatan, operasi, dan lain lain. Hal ini tentu menimbulkan kesukaran ekonomi bagi diri sendiri maupun keluarga. Sehingga munculah perumpamaan “SADIKIN”, sakit sedikit jadi miskin. Dapat disimpulkan, bahwa kesehatan tidak bisa digantikan dengan uang, dan tidak ada orang kaya dalam menghadapi penyakit alasannya dalam sekejap kekayaan yang dimiliki seseorang mampu hilang untuk mengobati penyakit yang dideritanya.Begitu pula dengan resiko kecelakaan dan ajal. Suatu insiden yang tidak kita harapkan tetapi mungkin saja terjadi kapan saja dimana kecelakaan mampu mengakibatkan merosotnya kesehatan, keganjilan, ataupun kematian balasannya kita kehilangan pendapatan, baik sementara maupun permanen.

Belum lagi mempersiapkan diri pada dikala jumlah masyarakatlanjut usia dimasa datang semakin bertambah. Pada tahun Pada 2030, diperkirakan jumlah masyarakatIndonesia ialah 270 juta orang. 70 juta diantaranya diduga berumur lebih dari 60 tahun. Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2030 terdapat 25% masyarakatIndonesia yaitu lansia. Lansia ini sendiri rentan mengalami berbagai penyakit degenerative yang kesudahannya dapat menurunkan produktivitas dan berbagai efek yang lain. Apabila tidak aday ang menjamin hal ini maka suatu saat hal ini mungkin mampu menjadi masalah yang besar.

  Cara Meminum Obat Yang Sempurna

Seperti menemukan air di gurun, ketika Presiden Megawati mensahkan UU No. 40/2004 ihwal Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada 19 Oktober 2004, banyak pihak berharap tudingan Indonesia sebagai ”negara tanpa jaminan sosial” akan secepatnya luntur dan menjawab problem di atas.

Munculnya UU SJSN ini juga dipicu oleh UUD Tahun 1945 dan perubahannya Tahun 2002 dalam Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) mengamanatkan untuk membuatkan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Hingga disahkan dan diundangkan UU SJSN telah melalui proses yang panjang, dari tahun 2000 sampai tanggal 19 Oktober 2004.

Diawali dengan Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2000, dimana Presiden Abdurrahman Wahid menyatakan tentang Pengembangan Konsep SJSN. Pernyataan Presiden tersebut direalisasikan melalui upaya penyusunan desain wacana Undang-Undang Jaminan Sosial (UU JS) oleh Kantor Menko Kesra (Kep. Menko Kesra dan Taskin No. 25KEP/MENKO/KESRA/VIII/2000, tanggal 3 Agustus 2000, wacana Pembentukan Tim Penyempurnaan Sistem Jaminan Sosial Nasional). Sejalan dengan pernyataan Presiden, DPA RI melalui Pertimbangan DPA RI No. 30/DPA/2000, tanggal 11 Oktober 2000, menyatakan perlu segera dibuat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Nasional dalam rangka merealisasikan penduduk makmur.

Dalam Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Lembaga Tinggi Negara pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2001 (Ketetapan MPR RI No. X/ MPR-RI Tahun 2001 butir 5.E.2) dihasilkan Putusan Pembahasan MPR RI yang menugaskan Presiden RI “Membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memperlihatkan tunjangan sosial yang lebih menyeluruh dan terpadu”.

Pada tahun 2001, Wapres RI Megawati Soekarnoputri mengarahkan Sekretaris Wakil Presiden RI membentuk Kelompok Kerja Sistem Jaminan Sosial Nasional (Pokja SJSN – Kepseswapres, No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001 jo. Kepseswapres, No. 8 Tahun 2001, 11 Juli 2001) yang diketuai Prof. Dr. Yaumil C. Agoes Achir dan pada Desember 2001 telah menciptakan naskah awal dari Naskah Akademik SJSN (NA SJSN). Kemudian pada perkembangannya Presiden RI yang pada ketika itu Megawati Soekarnoputri meningkatkan status Pokja SJSN menjadi Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (Tim SJSN – Keppres No. 20 Tahun 2002, 10 April 2002).

“NA SJSN ialah langkah awal dirintisnya penyusunan Rancangan Undang-undang (RUU) SJSN. Setelah mengalami pergantian dan penyempurnaan hingga 8 (delapan) kali, dihasilkan sebuah naskah terakhir NA SJSN pada tanggal 26 Januari 2004. NA SJSN selanjutnya dituangkan dalam RUU SJSN,” ujar Sulastomo, salah satu TIM Penyusun UU SJSN pada saat itu.Konsep pertama RUU SJSN, 9 Februari 2003, hingga Konsep terakhir RUU SJSN, 14 Januari 2004, yang diserahkan oleh Tim SJSN kepada Pemerintah, telah mengalami 52 (lima puluh dua) kali pergantian dan penyempurnaan. Kemudian setelah dijalankan reformulasi beberapa pasal pada Konsep terakhir RUU SJSN tersebut, Pemerintah menyerahkan RUU SJSN kepada dewan perwakilan rakyat RI pada tanggal 26 Januari 2004.

Selama pembahasan Tim Pemerintah dengan Pansus RUU SJSN DPR RI hingga diterbitkannya UU SJSN, RUU SJSN telah mengalami 3 (tiga) kali perubahan. Maka dalam perjalanannya, Konsep RUU SJSN sampai diterbitkan menjadi UU SJSN sudah mengalami pergeseran dan penyempurnaan sebanyak 56 (lima puluh enam) kali. UU SJSN tersebut secara resmi diterbitkan menjadi UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN pada tanggal 19 Oktober Tahun 2004.

Dengan demikian proses penyusunan UU SJSN memakan waktu 3 (tiga) tahun 7 (tujuh) bulan dan 17 (tujuh belas) hari semenjak Kepseswapres No. 7 Tahun 2001, 21 Maret 2001 .

Lanjutan Implementasi UU SJSN hingga ke UU BPJS
Setelah resmi menjadi undang-undang, 4 bulan berselang UU SJSN kembali terusik. Pada bulan Januari 2005, kebijakan ASKESKIN mengantar beberapa kawasan ke MK untuk menguji UU SJSN terhadap UUD Negara RI Tahun 1945. Penetapan 4 BUMN sebagai BPJS dimengerti sebagai monopoli dan menutup potensi daerah untuk menyelenggarakan jaminan sosial. 4 bulan lalu, pada 31 Agustus 2005, MK menganulir 4 ayat dalam Pasal 5 yang mengendalikan penetapan 4 BUMN tersebut dan memberi potensi bagi kawasan untuk membentuk BPJS Daerah (BPJSD).

Putusan MK makin memperumit penyelenggaraan jaminan sosial di kala transisi. Pembangunan kelembagaan SJSN yang semula dikontrol dalam satu paket peraturan dalam UU SJSN, sekarang mesti diatur dengan UU BPJS. Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) pun jadinya gres terbentuk. Pemerintah secara resmi membentuk DJSN lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 110 tahun 2008 tentang pengangkatan anggota DJSN tertanggal 24 September 2008.

Pembahasan RUU BPJS berlangsung alot. Tim Kerja Menko Kesra dan Tim Kerja Meneg BUMN, yang notabene keduanya ialah Pembantu Presiden, tidak mencapai titik temu. RUU BPJS tidak final dirumuskan sampai tenggat peralihan UU SJSN pada 19 Oktober 2009 terlewati. Seluruh perhatian tercurah pada RUU BPJS sehingga perintah dari 21 pasal yang mengutus peraturan pelaksanaan terabaikan. Hasilnya, penyelenggaraan jaminan sosial Indonesia gagal menaati semua ketentuan UU SJSN ialah 5 tahun.

Tahun berubah. DPR mengambil alih perancangan RUU BPJS pada tahun 2010. Perdebatan konsep BPJS kembali mencuat ke permukaan sejak DPR mengajukan RUU BPJS inisiatif dewan perwakilan rakyat terhadap Pemerintah pada bulan Juli 2010. Bahkan area perdebatan bertambah, selain bentuk tubuh hukum, Pemerintah dan dewan perwakilan rakyat tengah berseteru menentukan siapa BPJS dan berapa jumlah BPJS. Dikotomi BPJS multi dan BPJS tunggal tengah diperdebatkan dengan sengit.

Pro dan kontra keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) karenanya selsai pada 29 Oktober 2011, dikala dewan perwakilan rakyat RI sepakat dan kemudian mengesahkannya menjadi Undang-Undang. Setelah lewat proses panjang yang bikin capek mulai dari puluhan kali rapat di mana setidaknya dikerjakan tak kurang dari 50 kali konferensi di tingkat Pansus, Panja, sampai proses formal yang lain. Sementara di kelompok operator hal serupa dilakukan di lingkup empat BUMN penyelenggara program jaminan sosial mencakup PT Jamsostek, PT Taspen, Asabri, dan PT Askes.

Meski bukan sesuatu yang mudah, tetapi keberadaan BPJS mutlak ada sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 perihal Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), yang bahkan seharusnya sudah dapat dioperasionalkan sejak 9 Oktober 2009 dua tahun lampau. Perjalanan tak simpulan hingga disahkannya BPJS menjadi UU formal, jalan terjal nan berliku menunggu di depan. Segudang pekerjaan rumah menunggu untuk terselesaikan demi terpenuhinya hak rakyat atas jaminan sosial. Sebuah kajian menyebutkan bahwa dikala ini, menurut data yang dihimpun oleh DPR RI dari keempat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berstatus tubuh hukumnya yaitu Persero tersebut, hanya terdapat sekitar 50 juta orang di Indonesia ini dilayani oleh Jaminan Sosial yang diselenggarakan oleh 4 BUMN penyelenggara jaminan sosial.

Pasca Sah UU BPJS

Perubahan dari 4 PT (Persero) yang selama ini mengadakan program jaminan sosial menjadi 2 BPJS sudah menjadi perintah Undang-Undang, sebab itu mesti dijalankan. Perubahan yang multi dimensi tersebut harus dipersiapkan dengan sebaik mungkin agar berjalan sesuai dengan ketentuan UU BPJS.Pasal 60 ayat (1) UU BPJS menentukan BPJS Kesehatan mulai beroperasi mengadakan acara jaminan kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014. Kemudian Pasal 62 ayat (1) UU BPJS menentukan PT Jamsostek (Persero) bermetamorfosis BPJS Ketenagakerjaan pada tanggal 1 Januari 2014 BPJS Ketenagakerjaan dan berdasarkan Pasal 64 UU BPJS mulai beroperasi paling lambat tanggal 1 Juli 2015.

Pada ketika mulai berlakunya UU BPJS, Dewan Komisaris dan Direksi PT Askes (Persero) dan PT Jamsostek (Persero) ditugasi oleh UU BPJS untuk merencanakan banyak sekali hal yang diperlukan untuk berjalannya proses tranformasi atau perubahan dari Persero menjadi BPJS dengan status tubuh hukum publik. Perubahan tersebut mencakup struktur, prosedur kerja dan juga kultur kelembagaan.Mengubah struktur, mekanisme kerja dan kultur kelembagaan yang usang, yang sudah mengakar dan dinikmati tenteram, sering menjadi kendala bagi penerimaan struktur, mekanisme kerja dan kultur kelembagaan yang gres, walaupun hal tersebut diputuskan dalam Undang-Undang.

Untuk itu diharapkan kesepakatan yang berpengaruh dari kedua BUMN ini, BUMN yang dipercaya mengemban tugas menyiapkan perubahan tersebut. Sebagai professional pasti mereka paham bagaimana caranya menangani aneka macam duduk perkara yang muncul dalam proses pergeseran tersebut, dan bagaimana harus bertindak pada waktu yang sempurna untuk menciptakan pergantian berlangsung tertib efektif, efisien dan lancar sesuai dengan rencana.

Tahun 2012 ialah tahun untuk mempersiapkan perubahan yang diputuskan dalam UU BPJS. Perubahan yang dipersiapkan dengan cermat, konsentrasi pada hasil dan berorientasi pada proses implementasi Peraturan Perundang-ajakan secara taat asas dan didukung oleh pemangku kepentingan, akan menciptakan perubahan BPJS memberi impian yang lebih baik untuk pemenuhan hak konstitusional setiap orang atas jaminan sosial.

2.2 Pengertian BPJS
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah tubuh hukum yang dibuat untuk menyelenggarakan program jaminan sosial (UU No 24 Tahun 2011). BPJS berisikan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan yaitu tubuh aturan yang dibentuk untuk menyelenggarakan acara jaminan kesehatan.

Jaminan Kesehatan yakni jaminan berupa pemberian kesehatan supaya penerima menemukan faedah pemeliharaan kesehatan dan pinjaman dalam memenuhi keperluan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang sudah mengeluarkan uang iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

2.3 Dasar Hukum
1. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Kesehatan;
2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan.

2.4 Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan
2.4.1 Hak Peserta
1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan;
2. Memperoleh faedah dan info tentang hak dan keharusan serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang berafiliasi dengan BPJS Kesehatan; dan
4. Menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan nasehat secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.

2.4.2 Kewajiban Peserta
1. Mendaftarkan dirinya selaku penerima serta mengeluarkan uang iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku ;
2. Melaporkan perubahan data penerima, baik karena akad nikah, perceraian, ajal, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I;
3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak.
4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.

  Efek Konsumsi Makanan Cepat Saji

2.5 Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
Ada 2 (dua) manfaat Jaminan Kesehatan, yaitu berbentukpelayanan kesehatan dan Manfaat non medis mencakup fasilitas dan ambulans. Ambulans cuma diberikan untuk pasien referensi dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

Paket manfaat yang diterima dalam program JKN ini adalah komprehensive sesuai kebutuhan medis. Dengan demikian pelayanan yang diberikan bersifat paripurna (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya premi bagi peserta. Promotif dan preventif yang diberikan dalam konteks upaya kesehatan individual (personal care). Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi dukungan pelayanan:
a. Penyuluhan kesehatan individual, mencakup paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan sikap hidup higienis dan sehat.
b. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB (DPTHB), Polio, dan Campak.
c. Keluarga berniat, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan forum yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar ditawarkan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah.
d. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan menghalangi pengaruh lanjutan dari risiko penyakit tertentu.

walaupun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif tetapi masih ada yang dibatasi, adalah kaca mata, alat bantu dengar (hearing aid), alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda dan korset). Sedangkan yang tidak dijamin meliputi:

a. Tidak sesuai mekanisme
b. Pelayanan diluar Faskes Yg berafiliasi dng BPJS
c. Pelayanan bertujuan kosmetik
d. General check up, pengobatan alternatif
e. Pengobatan untuk menerima keturunan, Pengobatan Impotensi
f. Pelayanan Kesehatan Pada Saat Bencana
g. Pasien Bunuh Diri /Penyakit Yg Timbul Akibat Kesengajaan Untuk Menyiksa Diri Sendiri/ Bunuh Diri/Narkoba

2.5 Pembiayaan
2.5.1 Pengertian
Iuran Jaminan Kesehatan ialah sejumlah uang yang dibayarkan secara teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/atau Pemerintah untuk acara Jaminan Kesehatan (pasal 16, Perpres No. 12/2013 wacana Jaminan Kesehatan).

Tarif Kapitasi adalah besaran pembayaran per-bulan yang dibayar dimuka olehBPJS Kesehatan terhadap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkanjumlah akseptor yang terdaftar tanpa memperhitungkan jenis dan jumlahpelayanan kesehatan yang diberikan.

Tarif Non Kapitasi ialah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatankepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama berdasarkan jenis dan jumlahpelayanan kesehatan yang diberikan.

Tarif Indonesian – Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG’sadalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan terhadap FasilitasKesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepadapengelompokan diagnosis penyakit.

2.5.2 Pembayar Iuran
1. Bagi Peserta PBI, iuran dibayar oleh Pemerintah.
2. Bagi Peserta Pekerja Penerima Upah, Iurannya dibayar oleh Pemberi Kerja dan Pekerja.
3. Bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja iuran dibayar oleh Peserta yang bersangkutan.
4. Besarnya Iuran Jaminan Kesehatan Nasional ditetapkan lewat Peraturan Presiden dan ditinjau ulang secara terjadwal sesuai dengan pertumbuhan sosial, ekonomi, dan kebutuhan dasar hidup yang pantas.

2.5.3 Pembayaran Iuran
Setiap Peserta wajib mengeluarkan uang iuran yang besarnya ditetapkan berdasarkan persentase dari upah (untuk pekerja penerima upah) atau suatu jumlah nominal tertentu (bukan penerima upah dan PBI). Setiap Pemberi Kerja wajib memungut iuran dari pekerjanya, menambahkan iuran penerima yang menjadi tanggung jawabnya, dan membayarkan iuran tersebut setiap bulan kepada BPJS Kesehatan secara berkala (paling lambat tanggal 10 setiap bulan). Apabila tanggal 10 (sepuluh) jatuh pada hari libur, maka iuran dibayarkan pada hari kerja berikutnya. Keterlambatan pembayaran iuran JKN dikenakan denda administratif sebesar 2% (dua persen) perbulan dari total iuran yang tertunggak dan dibayar oleh Pemberi Kerja.

Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja wajib mengeluarkan uang iuran JKN pada setiap bulan yang dibayarkan palinglambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan kepada BPJS Kesehatan. Pembayaran iuran JKN mampu dikerjakan diawal.

BPJS Kesehatan menjumlah keunggulan atau kelemahan iuran JKN sesuai dengan Gaji atau Upah Peserta. Dalam hal terjadi keunggulan atau kekurangan pembayaran iuran, BPJS Kesehatan menginformasikan secara tertulis terhadap Pemberi Kerja dan/atau Peserta paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak diterimanya iuran. Kelebihan atau kelemahan pembayaran iuran diperhitungkan dengan pembayaran Iuran bulan selanjutnya.

Iuran premi kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pekerja informal. Besaran iuran bagi pekerja bukan penerima upah itu ialah Rp25.500 per bulan untuk layanan rawat inap kelas III, Rp42.500 untuk kelas II dan Rp59.500 untuk kelas I.
Untuk tolok ukur tarif pelayanan kesehatan pada Fasilitas kesehatan tingkat pertama ada di lampiran 1.

Penulis:
Fitrah Reynaldi
Mahasiswa Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat
Konsentrasi Administrasi Rumah Sakit
Universitas Diponegoro Semarang