A. PENDAHULUAN
Sejak masuk di Jawa, Islam bertemu dengan nilai-nilai hindu-budha yang sukar mengakar berpengaruh di penduduk . Tentu saja nilai-nilai dari hindu budha pun sebelumnya sudah mengakomodasi nilai religi animisme dan dinamisme selaku nilai yang telah ada. Percampuran nilai tersebut yang di lalu hari disebut sebagai nilai-nilai kebudayaan Jawa. Maka dikala Islam datang dan berinteraksi dengan nilai-nilai lama tersebut, oleh penduduk juga sering selaku nilai-nilai kebudayaan Jawa.
Nilai-nilai kebudayaan yang ‘bergaul’ juga menyangkut bidang arsitektur. Lalu apa yang melatari perpaduan di atas ? Mark R. Woodward (1985) mengatakan bahwa Islam Jawa bagaimanapun berakar pada tradisi dan teks suci Islam itu sendiri. Menurutnya penting mengenali pola kekerabatan simbolik antara teks suci dan suasana historis umat Islam, sehingga kita bisa menyaksikan kehadiran arsitektur yang menggabungkan nilai Islam (di Timur Tengah) dengan karakteristik local (Jawa) yang telah berkembang. Menurut Jauharotul Huda pemikiran Mark R. Woodward diatas mengindikasikan, sebagai salah satu produk budaya arsitektur di Jawa juga merupakan bagian dari interpretasi teks dalam kehidupan orang Jawa yang menyejarah. Dan ini merupakan bentuk kreativitas Islam Jawa dalam mengaktualisasikan teks.[1]
Pandangan di atas akan membantah opini dimana Islam Jawa sering dipandang sebagai Islam sinkretik atau Islam nominal, yang konsekuensinya Islam Jawa bukanlah Islam dalam arti sinkretik atau Islam nominal, yang konsekuensinya Islam Jawa bukanlah Islam dalam arti bergotong-royong atau ‘kurang Islam’, bahkan ‘tidak Islam’. Oleh karena itu, penting pula mengetahui interpelasi Islam Jawa pada bidang arsitektur. Mengingat arsitektur (secara fisik) memberikan eksistensi perkembangan budaya suatu kawasan. Misalnya dari bangunan daerah ibadah, makam, tata ruang kota, dll.
B. PEMBAHASAN
1. Sejarah Arsitektur dalam Islam
Sejarah arsitektur Jawa-Islam sebetulnya telah dapat dilihat sejak permulaan masuknya Islam di Jawa. Mengingat bahwa salah satu saluran penyebaran Islam di Jawa dilaksanakan lewat karya seni arsitektur, diantaranya yakni bangunan masjid.dalam sejarah peradaban agama islam,masjid di anggap sebagai cikal bekal arsitektur dalam islam,yakni dengan di bangun nya masjid Quba oleh rosulullah SAW sebagai masjid yang pertama.[2]
Awal mula bangunan masjid Quba sangatlah sederhana sekali ,dengan lapangan terbuka selaku intinya,dan penempatan mimbar pada segi dinding arah kiblat,serta di tengah-tengah lapangan terdapat sumber air untuk bertujuan bersuci,masjid Quba ini merupakn karya sepontan dari masyarakat muslim di madina pada waktu itu .bangunan masjid Quba di sebut para ahli selaku masjid arab asli.tetapi,kiranya arti lebih luas yaitu bahwa masjid Quba telah memperlihatkan dasar teladan arsitektur masjid yang lebih mengedepankan makna dan fungsi sekurang-kurangnyayang mesti terpenuhi dalam bangunan suatu masjid,yaitu adanya kawasan yang lapang untuk kawasan berkumpul umat melaksanakan ibdah.[3]
Sementara itu, sebelum Islam masuk di Jawa penduduk Jawa sudah mempunyai kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai seni asli Jawa maupun jenis bangunan mirip kuburan, candi, keraton, dll.
Oleh alasannya itu, saat Islam masuk di Jawa arsitektur Jawa tidak mampu dinafikan oleh Islam. Jadi, supaya Islam mampu diterima sebagai agama orang Jawa, maka simbol-simbol Islam hadir dalam bingkai budaya dan rancangan Jawa, yang lalu menimbulkan kreativitas baru sebagai hasil berasimilasinya dua kebudayaan dan sekaligus sebagai legalisasi akan eksistensi kelebihan Muslim Jawa dalam karya arsitektur.
2. Makna Arsitektur Jawa Islam
§ Masjid
Dalam sejarah peradaban Islam, masjid dianggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam Islam, yakni dengan dibangunnya Masjid Quba oleh Rasulullah SAW selaku masjid yang pertama.[4]
Awal mula bangunan Masjid Quba sangatlah sederhana, dengan lapangan terbuka selaku intinya, dan penempatan mimbar pada sisi dinding arah kiblat, serta di tengah-tengah lapangan terdapat sumber air untuk bersuci. Masjid ini sudah memperlihatkan dasar pola arsitektur masjid yang lebih mengedepankan makna dan fungsi minimal yang harus terpenuhi dalam suatu bangunan masjid, yakni adanya daerah yang lapang untuk berkumpul melakukan jamaah.
Di berbagai kawasan dimana Islam berkembang, masjid telah menjadi bangunan penting dalam syiar Islam. Masjid dijadikan selaku sarana penanaman budaya Islam sehingga dalam pengertian ini terjadilah konferensi dua unsur dasar kebudayaan, adalah kebudayaan yang dibawa oleh para penyebar Islam yang terpaterai oleh fatwa Islam dan kebbudayan usang yang sudah dimiliki oleh masyarakat setempat. Di sini terjadilah asimilasi yang merupakan keterpaduan antara kecerdasan kekuatan tabiat yang disertai oleh spirit Islam yang lalu memunculkan kebudayaan gres yang kreatif, yang membuktikan pertumbuhan fatwa dan peradabannya. Oleh alasannya itu keragaman bentuk arsitektur masjid jika dilihat dari satu segi merupakan pengayaan kepada khazanah arsitektur Islam, pada sisi yang lain arsitektur masjid yang bertemalocal secara psikologis telah mendekatkan masyarakat lokal dengan Islam.
Masjid selaku arsitektur Islam ialah manifestasi iktikad agama seseorang. Oleh sebab itu, penampilan arsitektur Islam tidak lagi cuma pada masjid, namun telah tampil dalam bentuk karya fisik yang lebih luas.
§ Makam
Selain beraneka macam ciri arsitektur masjid Jawa sebagaimana uraian di atas disekitar kompleks masjid di Jawa juga terdapat bangunan makam. Biasanya makam yang terdapat disekitar masjid ialah makam para tokoh Islam yang hidup disekitar masjid itu berada.
Makam merupakan daerah yang nyaris niscaya ada disetiap daerah. Tak terkecuali eksistensi Islam. Nabi menunjukkan proposal dan batasan dalam membuat atau membangun makam ialah :[5]
o Kuburan lebih baik ditinggikan dari tanah sekitar agara gampang dimengerti (HR. Baihaqi).
o Membuat tanda kubur dengan watu atau benda lain pada bagian kepala (HR. Abu Daud).
o Dilarang menembok kuburan (HR. Tirmidzi dan Muslim).
o Dilarang membuat tulisan diatas kubur (HR. An-Nasa’i).
o Dilarang menciptakan bangunan diatas kubur (HR. Ahmad dan Muslim).
o Dilarang menjadikan kuburan sebagai masjid (HR. Bukhari dan Muslim).
Kaidah diatas merupakan kaidah normatif dalam Islam. Hal itu yang dilaksanakan oleh penduduk Arab Muslim dalam menciptakan makam.
Di Jawa makam merupakan salah satu kawasan yang dianggap sakral, bahkan sebagian cenderung dikeramatkan. Dilihat dari corak arsitekturnya terdapat beberapa bentuk. Ada yang sederhana dengan cuma ditandai watu nisan mirip makam Fatimah binti Maimun, 1428 atau makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, 1419 dll.
Adapun untuk penempatannya ada yang menyatu dengan komplek masjid dan ada pula yang diletakkan di puncak bukit semoga mudah dikenali (HR. Baihaqi).
3. Pola internalisasi Arsitektur islam jawa
Internalisasi islam dalam arsitektur di jawa bahu-membahu sudah dapat di lihat sejak awal iaslam masuk di jawa.mengingat bahwa salah satu akses penyebaran islam di jawa di lakukan lewat karya seni arsitektur,di antaranya yaitu bangunan masjid.[6]
Sementara itu,sebelum islam masuk di jawa penduduk jawa telah mempunyai kesanggupan dalam melahirkan karya seni arsitektur,baik yang di jiwai nilai asli jawa maupun yang sudah di pengaruhi oleh hindu budha dimana di jawa telah bangun banyak sekali jenis bangunan seperti bangunan candi, keraton, benteng, kuburan, meru, rumah joglo, relief pada bangunan gapura, tata ruang desa/kota yang mempunyai desain mencapat,hiasan toko wayang pada rumah, kuburan dan padepokan
Oleh alasannya adalah itu ketika islam masuk di jawa eksistensi arsitektur jawa yang telah meningkat dalam rancangan dan filosofi tidak mampu di nafikan oleh islam.biar islam mampu di terima sebagai agama orang jawa, maka simbol-simbol orang islam hadir dalam bingkai budaya dan konsep jawa, yang kemudian menimbulkan kreativitas baru sebagai hasil berasimilasi dua kebudayaan dan sekaligus selaku pengesahan akan eksistensi kelebihan muslim jawa dalam karya arsitektur.
Kondisi ini dapat kita temukan pada bangunan menara masjid Kudus masjid al aqsoyang di bangun oleh sunan kudus dengan ciri yang khusus dan tidak di dapatkan pada bentuk bngunan masjid di manapun, yaitu bentuk bngunan menara yang mirip dengan meru ada bangunan hindu[7] lawang kembar pada bangunan utama masjid dan pintu gapura serta pagar yang mengelilingi bangunan masjid dan kesemuanya bercorak bangunan hindu dan bentuk susunan bata merah tanpa perekat yang mengingatnya pada bentuk bangunan kori pada kedhathon di komlek kerajaan hindu.
Bentuk bangunan menara masjid Kudus yang demikian di maksudkan untuk menarik simpati masyarakat hindu pada waktu itu untuk memeluk islam. Kecuali itu, menurut Foklore, bangunan tersebut memperlihatkan dogma akan kedigdayaan sunan kudus sebagai penyebar islam dimana bangunan menara kudus di percaya selaku bangunan yang di buat oleh sunan kudus dalam waktu semalam dan yang dibuat dari sebuh kerikil merah yang terbungkus dalam sapu tangan yang berasal dari makkah.
Masjid di jawa umumdi lengkapi dengan beduk dan kentongan sebagai bertanda masuknya waktu sholat, pada masanya di anggap sangat efektif selaku fasilitas komunikasi. Ciri-ciri bangunan masjid seperti itu dapat kita jumpai nyaris dalam semua bangunan masjid kuna di jawa mirip masjid bersahabat makm raja kuta Gede dan Imogiri, masjid di giri masjid demak, dan kebanyakan masjid – masjid di jawa.
§ Tata Ruang
Dalam aliran Jawa, keraton merupakan pusat jagat raya. Pola pengaturan bangunan di dalam keraton tidak terlepas dari perjuangan raja untuk menerangkan kehidupan warga masyarakat / komunitas keraton dengan jagat raya itu. Dengan demikian maka bangunan itu merupakan lambang yang penuh arti. Pengaturan bangunan dilakukan dengan pola tengah yang memiliki arti pusat, sacral dan magic. Diapit oleh dua bangunan lainnya yang terletak di depan dan di belakang atau di kanan kirinya. Pengapitan itu dapat berjumlah empat atau delapan yang diposisikan sesuai arah mata angin.
Oleh alasannya adalah itu, tata ruang di Jawa pasca Kerajaan Hindu Jawa memakai desain tata ruang yang berlandaskan pada filosofi Jawa yang muatan isinya menggunakan rancangan Islam. Hal ini terlihat dengan rancangan macapat dalam tata ruang di Jawa dengan unsur-komponen yang bernilai islami yaitu dengan menempatkan keraton, masjid, pasar dan penjara dalam satu komunitas bangunan yang berpusat pada alun-alun. Penataan kota semacam ini sampai kini masih terus dapat kita saksikan. Dimana hampir setiap kota di Jawa yang dibangun pada masa kerjaan Islam, pusat pemerintahannya senantiasa berada di pusat kota yang terdapat alun-alun didepannya, masjid di sebelah baratnya, penjara dan pasar disekitarnya.
Dari penataan ruang ini memiliki maksud agar orang-orang ingat kepada penguasa/raja serta rakyat bahwa rakyat harus takut terhadap Ulil Amri dan Ulil Amri mesti taat kepada Allah serta pemegang amanat Allah dan keduanya mesti mengabdi dan beribadah pada Allah dengan melakukan sholat. Siapapun yang berkhianat dan berbuat jahat akan diadili ditengah alun-alun dan akan masuk ke dalam penjara dunia selaku gambaran penjara darul baka akibat bagi orang jahat. Sedangkan hadirnya pasar yakni untuk menyeimbangkan kehidupan insan.
§ Analisis dan Kesimpulan
Pada dasarnya sebelum Islam masuk ke Jawa. Masyarakat Jawa sudah mempunyai kesanggupan untuk membuat arsitektur baik dengan penjiwaan penduduk Jawa sendiri ataupun hasil percampuran Hindu Budha.
Perwujudan arsitektur Jawa Islam yang menonjol hingga sekarang yaitu tata ruang kota yang mana di dalamnya melingkupi Masjid, Makam, Penjara, Alun-alun dan Pasar. Dalam penataan ini penduduk Jawa mempunyai tujuan tertentu yang tidak melupakan kewajibannya selaku makhluk cipta Allah.
Contoh arsitektur yang sering kita lihat yakni arsitektur dari bangunan Masjid, Makam, dan Rumah. Seperti Masjid Kudus yang satu komplek dengan makam Sunan Kudus, Masjid Demak yang satu komplek dengan Makam Raden Patah, dll.
C. PENUTUP
Demikian makalah ini saya susun. Pemakalah sadar bahwa banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Kritik dan rekomendasi yang membangun sungguh penulis inginkan demi kesempurnaan penulisan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan penulis terutama. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Darrori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta : Gama Media. 2002.
[1] Drs.abdul Rochym,sejarah arsitektur islam,Bandung.1983,hlm.26
[1] Drs.abdul Rochym.Ibid,Hlm.32
Lapidus, Ira M, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jakarta : PT. raja Grafindo Persada. 1997.
[1] Darrori Amin, Op.Cit, hal. 195
[1] Marwati Djoined P. dan Nugroho Noto Susanto , sejarah nasional Indonesia III .Balai Pustaka , Jakarta , 1984 , hlm 192
[1] Sebuah gunung kahyangan kawasan para dewa