close

Pesantren Dalam Periode Terbaru

I. PENDAHULUAN
Sebagaimana yang dapat dilihat dari fenomena sekarang, apa yang akan terjadi di abad mendatang, masih akan didominasi oleh kecenderungan globalisasi selaku balasan dari periode reformasi, yang memang akan melahirkan pergeseran kebudayaan yang mendalam, yang secara umum disebabkan oleh loncatan kemajuan Iptek, proses ledakan berita, dan proses pergantian gaya hidup yang merefleksikan imperalisme kultural.
Keseluruhannya memperkuat tumbuhnya masyarakat terbaru selaku gambaran dari kesuksesan iptek, yang hendak menghantarkan masyarakat pada suasana kehidupan yang betul-betul baru. Dalam kondisi yang demikian, semua lembaga atau institiusi merasa tertantang untuk dapat menyesuaikan dengan pertumbuhan gres tersebut, tergolong salah satunya ialah forum pendidikan pondok pesantren.
Dalam makalah ini akan menjajal melihat bagaimana kesiapan dan langkah-langkah yang dijalankan pesantren selaku lembaga pendidikan Islam dalam mengantisipasi kecenderungan di masa depan? Tantangan-tantangan bagaimana yang hendak dihadpi? Lebih jauh lagi apakah pesantren, dengan modus eksistensi dan operandi seperti kini ini, mampu dipertahankan atau dapat bertahan? Dan bagaimana mengupayakan pesantren sebagai pendidikan Islam alternatif dalam menghadapi penduduk pada masa globalisasi?.
II. PEMBAHASAN
Asal-Usul Pesantren 
Pesantren ialah forum keagamaan yang memberikan pendidikan dan pengajaran serta menyebarkan dan meyebarkan ilmu agama dan islam.[1] Pondok pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan dan keagamaan yang ada di Indonesia, khususnya di Jawa.
Terdapat dua usulan yang wacana asal-usul pesantren. Pertama, pertimbangan yang mengatakan bahwa pesantren berasal dari tradisi pra Islam masuk di Nusantara. Sementara usulan kedua, bahwa pesantren adalah versi pendidikan yang berasal dari tradisi Islam.[2]
Pendapat A.H. Johns dan C.C. Berg, yang mengecek dari segi semantic kebahasaan, mungkin mampu dianggap salah satu atau mewakili pendapat pertama. “…ungkapan santri berasal dari bahasa tamil yang berarti guru mengaji…istilah tersebut barasal dari ungkapan shastri yang dalam bahasa india mempunyai arti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana mahir kitab suci agama Hindu”.[3] Pengertian tersebut mengambarkan bahwa pesantren ialah warisan dari tradisi pra Islam, dari agama Hindu yang berasal dari India.
Sugarda Purbakawactja, seorang sejarawan sependapat pula dengan usulan pertama. Menurutnya, terdapat kesamaan antara tata cara pendidikan Hindu dengan pesantren, adalah letaknya yang jauh dari hingar bingar kota, pendidikannya bersifat agamis, guru tidak digaji dan penghormatan yang besar kepada guru.
Sementara Mahmud Junus condong terhadap pendapat yang kedua. Ia menyatakan bahwa asal-permintaan pendidikan perorangan yang dipergunakan dalam pesantren serta pendidikan yang dimulai dengan pelajaran bahasa arab, ternyata mampu didapatkan di Baghdad dikala sentra pemerintahan Islam.[4]
Proses berdirinya pondok pesantren lazimnya diprakarsai sekelompok santri yang menghendaki hidup bareng ustadz atau kyainya dan tidak jarang pesantren juga berdiri sebab inisiatif ustadz atau kyai untuk mengamalkan ilmunya, sehingga perlu membangun suatu forum pendidikan. Atas dasar itu, maka berdirilah pondok, kawasan yang tetap untuk kehidupan bersama bagi para santri dengan para ustadz dan kyainya.
Bentuk-Bentuk Pesantren 

Menurut Manfred (1986), bentuk-bentuk pasantren yang tersebar luas di Indonesia terdapat unsure-komponen karakteristiknya, mirip kyai sebagai pendiri, pelaksana dan guru, dan santri selaku murid yang diajari. Kyai dan santri tinggal bantu-membantu dalam waktu yang usang untuk proses mencar ilmu-mengajar. Terdapat pula unsure fisik, ialah masjid, surau atau laga yang dikelilingi kawasan tinggal kyai dan asrama daerah tinggal dan belajar santri.
Sesuai dengan laju pertumbuhan masyarakat, maka pendidikan pesantren ikut mengalami pergeseran. Pesantren tidak lagi sesederhana seperti yang digambarkan Manfred. Seperti yang dijelaskan Yacub (1985) dalam “Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa”, Pesantren remaja ini mampu diklasifikasikan menjadi empat, yakni pesantern salaf, khalaf, kilat dan terintegrasi.
Pertama, pesantren salafi, ialah pesantren yang tetap mempertahankan pelajarannya dengan kitab-kitab klasik, dan tanpa diberi pengatuhan biasa . Kedua pesantren khalafi, ialah pesantren yang menerapkan system pengajaran klasikal, memberikan ilmu biasa dan ilmu agama, dan juga menawarkan pendidikan ketrampilan. Ketiga, pesantren kilat, yaitu pesantren yang berbentuk semacam training dalam waktu relatif singkat, dan biasanya diadakan pada waktu piknik sekolah ataupun bulan Ramadhan. Keempat, pesantren terintegrasi, ialah pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan kejujuran, sebagaimana balai latihan kerja di Departemen Tenaga Kerja, dengan acara yang terintegrasi. Santrinya pada umumnya berasal dari anak putus sekolah atau para pencari kerja.
Hubungan Antara Masyarakat Pesantren Dengan Masyarakat Jawa 
Salah satu factor Islam gampang diterima oleh masyarakat Jawa salah satunya yakni dalam Islamisasi tak ada logika Arabisasi, akan namun dengan menggabungkan budaya dan agama dengan jalan sufisme yang dibawa oleh walisongo. Nalar sufisistik walisongo inilah yang menyebabkan Islam meningkat dengan pesat di pulau Jawa. Salah satunya dengan didirikannya pesantren, yang merupakan warisan dari tradisi hindu-budha.
Kenyataan bahwa islam dianut oleh mayoritas penduduk Indonesia khususnya penduduk pulau jawa, tidak bisa dilepaskan dari proses panjang islamisasi yang dilalui. Dimana pesantren secara intensif terlibat didalamnya, bahkan menjadi institusi utama Islam yang berpengaruh dalam pembinaan budbahasa bangsa Indonesia.
Pondok pesantren selaku “forum kultural” yang menggunakan simbol-simbol budaya jawa; sebagai “distributor pembaharuan” yang memperkenalkan pemikiran pembangunan pedesaan (rural development); selaku sentra kegiatan berguru masyarakat (centre of community learning); dan juga pondok pesantren selaku lembaga pendidikan Islam yang bersandar pada silabi, yang dibawakan oleh Imam Al- Suyuti lebih dari 500 tahun-nan yang kemudian, dalam Itman al-dirayah.
Peran Pesantren Dalam Era Modern 
Seiring laju kemajuan penduduk , pesantren juga mengalami dinamika dan senantiasa berbenah diri agar tetap sesuai dengan tuntutan pergantian. Pesantren sedikit demi sedikit secara berangsur-angsur terus menyelenggarakan pembaruan-pembaruan pada metode pendidikannya.
Setidak-tidaknya ada tiga hal utama yang telah dijalankan pesantren dalam menjangkau konstruksi sistem pendidikan. Pertama, pembaruan dari sisi tata cara berguru mengajar dalam pesantren. Pada mulanya pesantren cuma menerapkan tata cara menghafal, dan menempatkan kyai sebagai satu-satunya sumber dalam proses berguru mengajar. Tapi kini, sistem terbaru telah juga dipraktikkan dalam banyak sekali pesantren.
Kedua, pembaruan dari segi muatan isi kurikulumnya. Pesantren tidak lagi mengajarkan sebatas wawasan keagamaan, melainkan telah juga diajarkan pendidikan sosial dan teknologi.
Ketiga, pembaruan dari sisi mengoptimalkan pesantren selaku sentra pengembangan penduduk (center of society development). Pengembangan yang dimaksud di sini yakni penyesuaiannya dengan dunia terbaru dengan tetap memelihara identitas keIslaman. Yaitu, membekali para santri dengan berbagai disiplin keilmuan dan kemampuan dalam memasuki dunia modern dengan tetap berpegang pada permintaan-tuntutan spiritual, syariat dan budpekerti Islam.
Hingga dikala sekarang, lembaga pendidikan pesantren masih tetap disukai oleh sebagian umat Islam di Indonesia. Bahkan makin popular sehabis memebrikan perhatiab khusus dalam pengembangan dan pembinaannya. Pengembangan pesantren yang selama ini hampir terbatas di pedesaan, sekarang tidak sedikit pesantren yang telahg tumbuh dan meningkat di kota-kota besar.
Dari sini muncul pertanyaan mengapa pesantrebn semakin memiliki daya tarik bagi penduduk terbaru? Kesimpulan yang dapat diberikan sebagai jawabannya, antara lain sebab lima hal, yaitu: 1). Pesantren mendidik dan melatih santrinya untuk mampu mengamalkan fatwa agama dengan baik; 2). Penanaman budpekerti mulia sungguh dimungkinkan di pesantren, malalui latihan-latihan pembiasaan; 3) pesantren mendidik santrinay untuk mampu hidup mandiri, sederhana dsisplin dan kesetiakawanan, dan lain-lain; 4) sesudah menjalani pendidikan di pesantren, santri kebanyakan dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungan sosialnya. Lebi dari itu tidak sedikit santri yang mampu menjadi pemimpin penduduk lewat majlis taklim, juru dakwah, guru, mnambuka pesantren gres, membuka dunia usaha, dan sebagainya; 5). Pada umunya pesantren pada dikala kini sudah menyesuaikan dengan permintaan pendidikan terbaru, yakni dengan menyeimbangkan antara wawasan biasa dan agama, dan hal ini memungkinkan bagi mereka untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi tinggi agama dan akademi tinggi umum. Di samping itu, beberapa jenis keterampilan juga di ajarkan di pesantren, yang hal itu menjadi daya atarik tersenndiri.
Daya tark pesantren bagi sebagian umat Islam, tidak terlepas dari akibat yang ditimbulkan oleh pertumbuhan dunia modernyang sering membawa kemajuan negative bagi perkembangan akil balig cukup akal.
Dengan memasukkan anaknya ke pesantren, para orang renta berharap biar anakknya mempunyai keseimbangan antara wawasan umum dan wawasan keagamaan yang tinggi, sehingga dibutuhkan akan terbentuk adat Islami yang karimah pada anak tersebut.
Maka dari itu tantangan berat yang dihadapi pesantren dalam mengemban iman masyarakat adalah, mampukah pesantren menghasilkah lulusannya yang memiliki profesionalisme, kecerdasan dan moralitas yang tinggi sesuai yang diperlukan masyarakat.
Untuk itu ada beberapa hal yang perlu di amati dan dipikirkan oleh pengurus pesantren, juga masyarakat pada umumnya yang memiliki kepedulian terehadap keberlangsungan nasib pesantren. Pertama, pesantren harus bisa menunjukkan pelayanan jasa pendidikan yang lebih bermutu sesuai dengan kemajuan zamandan usul penduduk .
Kedua, pesantren mesti mampu mengembangkan kesejahteraan para pengasuh, pengurus, tenega pengajar dan administrasinya.
Ketiga, pesantren mesti mampu senantiasa merenovasi dirinya, dengan fasilitas dan prasarana yang lebih memadai dan mutakhir, dan membuatkan metode kelembagaan sesuai dengan permintaan manajemen terbaru.
Keempat, dewasa ini pesantren tidak cukup hanya berpikir sekedar survive. Untuk bisa tumbuh dan berkembang, pesantren perlu memikirkan surplus dari anggaran penerimaan dan pengeluaran. Karena pada umumnya pesantren mesti membiayai anggarannya sendiri, maka suka atau tidak senang pesantren mesti dikontrol dengan administrasi yang mendasarkan diri pada prinsip-prinsip badan usaha, sekalipun pesantren itu sendiri mesti dipertahankan sebagai forum nir-laba.
Artinya telah menjadi tuntutan bagi pesantren pada saat kini untuk mempertimbangkan lembaganya selaku badan ekonomi dan industri pada tingkat terttentu, dengan tidak mengabaikan tujuan terutama sebagai lembaga pendidikan keagamaan.
III. KESIMPULAN
Pesantren kebanyakan disebut sebagai forum pendidikan sebab mengadakan pendidikan khusus, umum, keterampilan dan lembaga keagamaan. Sebab di lembaga itu Islam dipikirkan, dikembangkan dan disiarkan.
Disamping itu, pesantren juga berfungsi selaku forum sosial, yang ikut membuat nilai-nilai, pemimpin, memotifasi, dan menggerakkan penduduk . Pesantren selaku salah satu lembaga pendidikan Islam di Indonesia dapat dikatakan sudah renta sekali keberadaannya, sudah tumbuh dan bangun sejak ratusan tahun yang kemudian, yang setidak-tidaknya mempunyai lima unsure pokok selaku karakteristiknya, adalah kyai, santri, pondok, masjid, dan pengajaran ilmu-ilmu agama. Di lembaga ini berlangsung upaya pendidikan sehari penuh dan malam dibaawah asuhan kyai.
Secara histroris, pesantren merupakan salah satu bentuk forum keagamaan yang menjadi ujung tombak penyebaran Islam secara luas. Hal tersebut dapat dilihat dari pengaruhnya dalam dinamika sosial, terutama otoritasnya dalam bidang keagamaan, yang menempatkan kyai dan forum pesantren sebagai sentra pengembangan ilmu wawasan bagi lebih banyak didominasi umat Islam yang tinggal di pedesaan. 
Disamping itu, pesantren juga sudah memainkan kiprahnya yang besar dalam turut mencerdaskan kehidupan bangsa. Pada dikala bangsa Indonesia berada dalam kungkungan penjajah, pendidikan bagi sebagian bangsa Indonesia begitu mahal, di samping adanya aspek-aspek kendala struktural, maka pendidikan pesantren ialah salah satu alternatif kurun itu.
IV. PENUTUP
Demikianlah isi makalah revisi kami untuk mata kuliah Islam dan Kebudayaan Jawa, yang berjudul “Pesantren Dalam Era Modern” supaya mampu bermanfaat, serta memberi sedikit perhiasan pengetahuan bagi pembaca yang budiman.
Tentu kami selaku manusia tidak luput dari kasalahan, kami meminta maaf bila terdapat kesalahan dalam penulisan ataupun ucapan kami yang kurang berkenan. Serta pula kritik dan anjuran kami perlukan demi ke depannya semoga menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mahmud, Pendidikan Islam Transformatif, LKiS, Yogyakarta, 2008.
Bawani, Imam, Tradisionalisme Dalam Pendidikan Islam, Al-Ikhlas, Surabaya, 1993.
Khalil, Ahmad, Islam Jawa, Sufisme Dalam Etika Dan Tradisi Jawa, UIN Malang Press, Malang, 2008.
Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam Di Indonesia: Rekonstruksi Sejarah Untuk Aksi, UMM Press, Malang, 2006.
Mulkhan, Abdul Munir, dkk., Rekonstruksi Pendidikan Dan Tradisi Pesantren: Religiusitas Iptek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998.
Nasir, Ridlwan, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal: Pondok Pesantren Di Tengah Arus Perubahan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005.
Suwendi, Sejarah Dan Pemikiran Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2004.
Wahjoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren: Pendidikan Alternatif Masa Depan, Gema Insani Press, Jakarta, 1997.
Yasmadi, Modernisasi Pesantren: Kritik Nalar Nur Cholis Majid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional, Ciputat Press, Ciputat, 2005.