Definisi pendidikan berdasarkan pengertian Yunani adalah pedagogik ialah “ilmu menuntun anak”. Orang Romawi melihat pendidikan selaku educare, yakni mengeluarkan dan menuntun tindakan. Merealisasikan peluanganak yang di bawah waktu dilahirkan di di dunia. Bangsa Jerman menyaksikan pendidikan selaku “Erziehung” yang setara dengan “Educare”, yaitu membangkitkan ketentuan/mengaktifkan kekuatan potensi anak. Dalam kamus besar bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata dasar latih yaitu : memelihara dan memberi latihan, tentang adab dan kecerdasan asumsi.
Sedangkan pendidikan yakni proses pengubahan sikap dan tatanan hidup seseorang/kalangan orang dalam usaha mendewasakan manusia lewat upaya pengajaran dan latihan. Proses flora, dan cara mendidik Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai daya upaya untuk meningkatkan akal pengerti, fikiran serta jasmani anak. Agar mampu meningkatkan kesempurnaan hidup ialah hidup dan membangkitkan anak selaras dengan alam dan masyarakat.
Setelah menganalisis dari pemahaman pendidikan mampu disimpulkan bahwa pendidikan kewarganegaraan (PKN) berisikan dua perumpamaan ialah “Civics Education” dan “Citizenship Education” yang keduanya memiliki peranan masing-masing yang tetap saling berhubungan. Civics Education lebih pada suatu desain yang menyiapkan warga negara muda, supaya kelak setelah dewasa dapat berperan aktif dalam masyarakat. Sedangkan Citizenship Education adalah lebih pada pendidikan baik pendidikan formal maupun non-formal yang berupa program penataan/program lainnya yang sengaja dirancang selaku pengaruh dari pengertian acara lain yang berfungsi memfasilitasi proses pendewasaan/pematangan sebagai warga negara Indonesia yang cerdas dan baik.
Individu Sebagai Insan Tuhan Yang Maha Esa
Masing-masing agama mempunyai kewajiban ibadat yang ritual yang bersifat vertikal yakni untuk mengabdi kepada Tuhan selaku pencipta misalnya umat Islam melakukan ibadat ritualnya di Mesjid, umat katolik dan protestan beribadat di Gereja, umat Hindu beribadat di Kelenteng dan umat Budha beribadat di Pura. Ketika umat Hindu melakukan keharusan ibadatnya di Kelenteng, pasti umat beragama yang yang lain harus bersikap toleran dan menghormatinya Jika sikap ini dimiliki oleh setiap umat beragama, pasti kehidupan rukun antar umat beragama akan terjalin.
Agama Islam mengajar bahwa belum sempurna akidah seseorang, jikalau kasih sayang terhadap orang belum sama dengan kasih sayang kepada dirinya. Bahkan agama Islam mengajarkan salah satu ciri orang yang beriman yaitu orang itu menyayangi negaranya.
Agama Nasrani Katholik mengajarkan bahwa tujuan Tuhan menciptakan insan untuk kebahagiaan insan, dosa merusak kebahagiaan manusia, dan Yesus Kristus pembebas insan dari dosa.
Dalam agama Hindu diketahui dengan fatwa yang tersirat dalam Sloka Moksartham jagat hitaca iti dharma artinya tujuan agama (dharma) ialah tercapainya kemakmuran dunia (jagat hita) dan kebahagiaan spritual (moksa). Selanjutnya dirinci menjadi empat adalah yang disebut Catur Purusa Artha yaitu empat tujuan hidup insan adalah Dharma, Artha, Kama dan Moksa.
Dalam agama Budha diketahui dengan ajaran Catur Paramita ialah empat sifat luhur di dalam hati nurani insan adalah, Metta atau Maitri, Karuna, Mudita, dan Upekha.
Kelangsungan acara keagamaan dijamin oleh perundang-usul mirip pada Pembukaan dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945, dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana serta pada perundang-usul yang yang lain.
Individu Sebagai Makhluk Sosial
Tuhan membuat insan tidak secara langsung, akan namun melalui proses jalinan cinta kasih dua orang manusia ialah Ibu dan Ayah, maka lahirlah seorang anak insan. Hanya dengan sumbangan dan jasa pemeliharaan orang bau tanah, kita menjadi besar dan sampai menjadi cukup umur kini ini. Dari proses itu kita dapat mengatakan bahwa insan dengan ketidak berdayaan ketika lahir, sampai sekarang menjadi akil balig cukup akal secara naluriah insan tidak mampu hidup menyendiri, sehingga memerlukan perlindungan orang lain.
Sehingga dapat dibilang bahwa berkeluarga merupakan keperluan insan, dalam hal ini esensinya manusia memerlukan orang lain atau berkelompok. Untuk menjalin relasi satu sama lain membutuhkan kegiatan komunikasi. Karena kecenderungan manusia berhasrat untuk hidup serasi sebagai timbal balik satu sama lain alasannya adalah insan memiliki dua kehendak ialah berminat untuk menjadi satu dengan insan lain di sekelilingnya, dan berkeinginan untuk menjadi satu dengan suasana alam sekelilingnya, (Soerjono Soekanto, 1990).
Menurut Soerjono Soekanto untuk mampu menghadapi dan beradaptasi dengan kedua lingkungan tersebut di atas, manusia memanfaatkan asumsi, perasaan dan kehendaknya. Dalam menghadapi alam sekelilingnya seperti udara yang masbodoh, alam yang kejam, maka manusia membuat rumah, dan pakaian. Manusia harus makan agar badannya tetap sehat, mereka mengambil masakan selaku hasil alam sekitarnya. Dengan memakai akalnya. Dari dampak kondisi dan situasi lingkungan alam, merupakan aspek motivasi untuk berafiliasi dengan orang lain. Secara modern dorongan tersebut menimbulkan golongan sosial dalam kehidupan manusia ini, alasannya adalah insan tak rnungkin hidup sendiri. Kelompok sosial tersebut merupakan himpunan atau kesatuan insan yang hidup bareng . Dalam kehidupan berkelompok dan dalam relevansinya dengan insan lainnya, pada dasarnya setiap insan menginginkan beberapa nilai. Harold Lasswell memerinci ada delapan nilai yang terdapat dalam penduduk adalah:
Kekuasaan
Pendidikan/penerangan (enlightenment)
Kekayaan (wealth)
Kesehatan (well-being)
Keterampilan (skill)
Kasih sayang (affection)
Kejujuran (rectitude) dan keadilan (rechtschapenheid)
Keseganan, respek (respect).
Dengan adanya nilai-nilai ini, dan manusia menginginkan untuk terpenuhinya kebutuhan tersebut, maka insan (individu) menjadi anggota dalam beberapa kelompok. Sehingga masyarakatlah yang meliputi semua korelasi dan dalam kalangan di dalam seeuatu wilayah. Apa yang disebut dengan masyarakat? Menurut Robert Mac Iver adalah Society means a system of ordered relations, maksudnya yaitu suat j tata cara relasi-korelasi yang dilertibkan.
Sedangkan berdasarkan Harold J. Laski, A society is a group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants. Maksudnya, masyarakat yaitu sekelompok insan yang hidup bareng dan bekerjasama untuk meraih terkabulnya impian-impian mereka bareng . Maksud dari definisi ini, bahwa jika manusia dibiarkan mengejar-ngejar kepentingan masing-masing dan bersaing tanpa batas, maka akan timbul keadaan yang penuh kontradiksi yang dapat merugikan masyarakat secara keseluruhan. Dalam hidup kerjasama bahwasanya terdapat nilai atau norma yang perlu disepakati secara kolektif, yang berfungsi untuk menghindarkan terjadinya pertentangan yang tidak saling menguntungkan. Dalam kehidupan bermasyarakat ada beberapa norma yang perlu di taati yakni norma agama, kesusilaan, kesopanan, dan aturan. Bangsa Indonesia yang populer dengan kemajemukannya baik suku bangsa, suku bahasa, budaya dan agama. Dalam kondisi mirip ini diharapkan nation character building supaya perbedaan itu bukan merupakan aspek pemisah, akan tetapi ialah kekayaan bangsa serta dipupuk rasa kebersamaan dan persatuan yang makin kuat.
Individu Sebagai Warga Negara Indonesia
Ada beberapa pemahaman negara, pertama, negara adalah sebuah organisasi dalam sebuah wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan yang ditaati oleh rakyatnya. Kedua, negara ialah alat (agency) atau wewenang (authority) yang menertibkan atau mengendalikan masalah-masalah bareng , atas nama masyarakat. Ketiga, negara yakni suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung dari pada individu atau kalangan yang ialah bagian dari penduduk itu. Keempat, negara yaitu suatu masyarakat yang memiliki monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu kawasan. Kelima, negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalarn suatu masyarakat dalam sebuah daerah dengan menurut tata cara hukum yang diselenggarakan oleh sebuah pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.
Undang-Undang Dasar’ 45 yang berhubungan dengan hak dan kewajiban warga negara ialah pasal 26, 27, 28, 29, 30, 31 dan 34. Menurut Cogan, (1998), menggolongkan warga negara kedalam 5 klasifikasi, adalah: a sense of identify, the enjoyment of certain rights, the fulfilment of corresponding obligations, a degree of interest and involvement in public affairs, and an acceptance of basic societal values. Maksudnya adalah warga negara mesti memiliki identitas atau jati diri, warga negara mempunyai hak-hak tertentu, warga negara mempunyai kewajiban-keharusan yang menjadi kewajiban, sehingga senantiasa mempertahankan keseimbangan antara kepentingan privat dengan kepentingan publik serta mempunyai sikap tanggung jawab, warga negara mempunyai sikap tanggung jawab untuk ikut serta demi kepentingan biasa sehingga merasa terpanggil untuk ikut serta dalam acara-acara yang bersifat kepentingan lazim, warga negara memiliki perilaku mendapatkan nilai-nilai dasar kemasyarakatan, sehingga mampu menjalin dan membina koordinasi, kejujuran dan kedamaian serta rasa cinta dan kebersamaan.
Dalam menghadapi kehidupan periode 21, warga negara perlu menentukan karakteristik, keterampilan dan kompetensi tertentu semoga mampu mengahadapi dan menangani kecenderungan yang tidak diinginkan serta mampu menumbuh kembangkan kecenderungan-kecenderungan yang diharapkan. Cogan (1998) mengidentifikasi 8 karakteristik yang perlu dimiliki warga negara adalah sebagai berikut: ability to look at and approach problems as a member of a global society, one’s roles/duties within society, ability to understandi, accept, and tolerance cultural differences, capacity ti think in a critical and systematic way, willingness to resolve conflict in & non-violent manner, willingness to change one’s lifestyle and consumption habits to protect the environment, ability to be sensitive towards and to defend human rights (eg., rights of women, ethnic minorities, etc), willingnes s and ability to participate in politics at local, national, and internasional levels. Maksudnya ialah semoga warga negara mempunyai kemampuan: Pertama, mendekati problem atau tantangan selaku anggota masyarakat global. Kedua, memiliki kehendak dan kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas tugas dan kewajibannya dalam penduduk . Ketiga, bisa mengerti, mendapatkan dan toleran kepada perbedaan budaya. Keempat, mampu berpikir kritis dan sistematis. Kelima, bisa untuk menuntaskan konflik tanpa kekerasan. Keenam, peka terhadap hak azasi manusia. Ketujuh, bisa untuk merubah gaya kidup dan kebiasaan konsumtif guna melindungi lingkungan. Kedelapan, berpatisipasi dalam politik pada tingkat setempat, nasional dan internasional.
Pembelajaran Individu Sebagai Insan Tuhan, Makhluk Sosial dan Warga Negara Indonesia
Paradigma baru pendidikan kewarganegaraan yakni: rekonseptualisasi jati diri pendidikan kewarganegaraan atas dasar kajian teoritik dan empirik, perumusan asumsi programatik wacana: masyarakat madani Indonesia, warga negara Indonesia, pendidikan untuk warganegara, dan tantangan periode depan Indonesia, perumusan kompetensi kewarganegaraan Indonesia atas dasar perkiraan programatik, pengembangan paradigma gres pendidikan kewarganegaraan dalam masyarakat-bangsa dan negara Indonesia, Pengidentifikasian fasilitas pendukung yang diperlukan untuk merealisasikan paradigma gres pendidikan kewarganegaraan.
Dalam pembelajaran materi individu selaku Insan Tuhan, Makhluk Sosial dan Warga negara, pastinya tidak mampu lepas dari taktik, metode, media dan evaluasi. Salah satu pembaharuan dalam PKn 1999/PKn baru yaitu seni manajemen pembelajarannya siswa tidak cuma mempelajari bahan pelajaran, namun mempelajari bahan dan sekaligus praktek, berlatih dan mampu membakukan diri bersikap dan berperilaku sebagai bahan yang dipelajari. Kosasih Djahiri (1999) menunjukkan penjelasan dalam sebuah pelatihan CICED (Center for Indonesian Civic Education) bahwa taktik yang harus digelar guru hendaknya sebagai berikut: Membina dan membuat keteladan, baik fisik dan materil (tata dan asesoris kelas/sekolah), kondisional (suasana proses KBM) maupun personal (guru, pimpinan sekolah dan tokoh unggulan), membiasakan/membakukan atau mempraktekan apa yang diajarkan mulai di kelas-sekolah-rumah dan lingkungan belajar, dan memotivasi minat/gairah untuk terlibat dalam proses belajar, untuk kaji lanjutan dan mencobakan serta membiasakannya.
Ketiga taktik di atas dapat dioperasionalkan lewat aneka macam metoda yang sering digunakan oleh guru dalam ceramah beraneka ragam tanya jawab, diskusi, problem solving, percontohan, bermain tugas, VCT, kerja lapangan, karya wisata, observasi reportasi dan dramatisasi.
Pendekatan yang perlu dipraktekkan semoga meraih target, maka kelas PKn dan sekolah mesti dijadikan selaku laboratorium penduduk , bangsa dan negara. Tentu dalam proses pembelajaran memerlukan media, fungsinya ialah untuk memberi komudahan terhadap siswa dalam memahami materi yang diajarkan. Yang dimaksud dengan media, Kosasih Djahiri (1999) menyampaikan yaitu sesuatu yang bersifat materiil-imateriil ataupun behavioral atau personal yang dijadikan waktu kemudahan, kelancaran serta keberhasilan proses hasil belajar. Mac Luhan menyatakan bahwa The medium is the message ialah media mewakili isi pesannya. Jika demikian mempunyai arti guru PKn yakni salah satu media pembelajaran harus menampilkan figur sebagaimana pesan Pendidikan Kewarganegaraan. Artinya ia harus menjadi figur pola bagi siswanya adalah selaku warga negara yang baik, jujur, demokratis, taat beragama dan sebagainya. Media dalam PKn yakni: yang bersifat materiil, misalnya, buku, versi pakaian, bendera, lambang, yang bersifat imateriil, contohnya acuan masalah, ceritera, legenda, budaya, yang bersifat kondisional, contohnya situasi simulasi yang diciptakan sebelum atau pada ketika Proses berguru berlangsung di kelas atau di tempat peristiwa, yang bersifat personal , contohnya nama atau foto atau gambar tokoh masyarakat atau satria, gambar atau foto atau nama presiden, raja.
DAFTAR PUSTAKAE. Kus Eddy Sartono, dkk. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta : FIP. UNY.
http://pustaka.ut.ac.id/learning.php?m=learning2&id=274.paradogma gres
www.google.com.Problematika Sistem Pendidikan Indonesia & Gagasan Based Syaria’ Education.